Hidupkan Embusan Kepedulian di Masa Pandemi
Pandemi masih terjadi, tetapi solidaritas seharusnya tidak mati. Dari Kota Bandung, Jawa Barat, semangat itu hendak dijaga dengan promosi bersama dan kerja nyata.
Pandemi masih terjadi, tetapi solidaritas seharusnya tidak mati. Dari Kota Bandung, Jawa Barat, semangat itu hendak dijaga dengan promosi bersama dan kerja nyata.
HLM (46) melangkah cepat menuruni anak tangga di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Rabu (9/9/2020). Plester coklat masih menempel, menutup bekas suntikan di lengan kanannya. Warga Bojongloa Kaler, Kota Bandung, itu adalah sukarelawan uji klinis calon vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China.
Siang itu, ia baru saja menjalani pengambilan sampel darah. Sebelumnya, ia dua kali disuntik vaksin atau plasebo dalam rentang waktu 14 hari. HLM sadar, tidak ada jaminan 100 persen uji klinis akan berhasil. Namun, ia berharap, uji klinis bisa jadi jalan menemukan vaksin Covid-19. ”Dengan menjadi sukarelawan, berarti ikut berkontribusi menemukan vaksin,” ujarnya.
Kemauan HLM jelas bukan hal sepele. Bersama dia ada 2.500 orang lain yang mau berbuat hal serupa. Jumlah itu jauh lebih tinggi ketimbang kebutuhan sukarelawan yang diperlukan untuk uji klinis, sebanyak 1.620 orang.
Menariknya, tak hanya warga sipil, pejabat daerah pun ikut menjadi sukarelawan. Salah satunya adalah Gubernur Jabar Ridwan Kamil, yang mengikuti penyuntikan vaksin atau plasebo dosis kedua di Puskesmas Garuda, Kota Bandung. Selain Kamil, Kepala Kepolisian Daerah Jabar Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi, Panglima Kodam III/Siliwangi Mayor Jenderal Nugroho Budi Wiryanto, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar Ade Adhyaksa juga ikut serta.
”Kalau pemimpinnya ikut (uji klinis), rakyat juga yakin semuanya berproses secara ilmiah. Tidak ada istilah rakyat dikorbankan,” ujarnya.
Akar kepedulian itu bisa jadi tidak muncul tiba-tiba. Di tahun awal berdirinya, Bandung dibangun dengan semangat kebersamaan. Hasilnya, dari sebuah kota kecil di pengunungan menjadi daerah tersohor hingga penjuru dunia yang tenar dengan julukan ”Parijs van Java”.
Salah satu kelompok yang berperan besar adalah Vereeninging tot nut van Bandoeng en Omstreken (Perkumpulan Kesejahteraan Masyarakat Bandung dan Sekitarnya) yang berdiri tahun 1898. Motornya adalah Asisten Residen Peter Sijthof yang didukung beragam lapisan, seperti pengusaha Eropa, pemilik perkebunan teh, hingga Bupati Bandung RAA Martanagara.
Baca juga : Kayuhan Sehat Menuju Wisata Cerdas Baru di Tengah Pandemi Covid-19
Dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, Haryoto Kunto menulis, sumbangan mereka tidak sedikit. Jalan tanah dan trotoar bambu diganti batu. Drainase diperbaiki. Lentera minyak dipasang agar kesan angker di jalanan pupus.
Martanegara ikut mengarahkan warga memodernisasi permukiman. Salah satunya, promosi genteng menggantikan alang-alang sebagai atap rumah. Tujuannya, demi udara bersih dan mencegah penularan pandemi pes yang terjadi saat itu. Kuburan yang awalnya tersebar tak beraturan ditata. Rumah sakit dan poliklinik juga dibangun di sejumlah tempat.
Saat jaminan kesehatan sudah terpenuhi, promosi ekonomi Bandung juga dilakukan lebih leluasa. Selain keberadaan Societet Concordia, tempat pertemuan dan kesenian, Jalan Braga menjadi ramai lewat kiprah keluarga Hellerman, ”raja” toko beragam kebutuhan pokok. Ada juga keluarga Bogerijen dengan restoran Maison Bogerijen (kini dikenal dengan Braga Permai) yang terkenal.
Penting juga keluarga Roth, pemilik toko mebel dan interior. Roth bahkan dipercaya memopulerkan istilah ”Bandoeng Parijs van Java” di Pasar Malam Tahunan (Jaarbeurs) tahun 1920.
”Sebutan Parijs van Java sering dikutip KAR Bosscha dalam berbagai kesempatan dan kian populer,” tulis Kunto. Bosscha adalah pemilik kebun teh Malabar. Dia adalah sosok dermawan di balik berdirinya peneropongan bintang di Bandung utara.
Pascakemerdekaan, kesetiakawanan itu kembali tercatat lewat Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Lebih dari 300 delegasi dari 29 negara hadir saat itu. Selain menyerukan kerja sama antara negara Asia dan Afrika, KAA juga menyatakan sikap menolak penjajahan. Banyak negara peserta merdeka setelah pertemuan ini.
Baca juga : Besar Hati Para Pionir Sukarelawan Vaksin Meredam Pandemi Covid-19
Kini, 65 tahun berselang saat pandemi datang, kebersamaan itu hadir. Tidak hanya untuk mencari vaksin, sektor ekonomi juga jadi perhatian. Seperti daerah lain, perekonomian Jabar pada kuartal II-2020 minus 5,98 persen (year on year). Kontraksi itu bahkan lebih dalam dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang minus 5,32 persen.
Di tengah situasi sulit itu, sejumlah pihak ikut terlibat. Simak saat Ridwan Kamil menggandeng Ade Londok menjadi duta promosi usaha mikro, kecil, dan menengah kuliner di Jabar. Sosok Ade viral di media sosial saat mempromosikan lapak Odading Mang Oleh, jajanan kaki lima, di Pasar Kosambi, Bandung.
”Beliau bisa membuat satu produk terkenal. Salah satunya dengan skill (kemampuan) bahasa. Tetapi, saya titip, ke depan bahasanya harus lebih sopan, ya,” ucap Kamil.
Kepedulian Ade seperti seirama dengan kiprah 50 perusahaan dan komunitas yang mempromosikan protokol kesehatan hingga menyalurkan beragam bantuan. Stok alat pelindung diri, fasilitas cuci tangan, alat tes cepat dan tes usap, serta ventilator pun mengalir.
PT Eigerindo Multi Produk Industri (MPI), perusahaan yang bergerak di bidang aktivitas luar ruang, misalnya, menyumbang alat pelindung diri hingga cairan disinfektan. CEO PT Eigerindo MPI Ronny Lukito mengatakan, bantuan didonasikan kepada masyarakat, terutama para tenaga medis yang sedang berjuang.
Sedikitnya 50 perusahaan dan komunitas mempromosikan protokol kesehatan hingga menyalurkan beragam bantuan.
Ketua Divisi Kemitraan dan Penggalangan Bantuan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Dodit Ardian Pancapana mengapresiasi pihak-pihak yang memberi bantuan. ”Kondisi perusahaan pastinya juga berat karena pandemi. Namun, mereka masih mau bergerak untuk membantu. Covid-19 ini masalah kita bersama. Jadi, perlu kebersamaan pula untuk menghadapinya,” ujarnya.
Akan tetapi, sekali lagi, semuanya tak akan mulus apabila tanpa dukungan semua lapisan masyarakat. Di Bandung, misalnya, tidak sulit menemukan orang-orang tanpa mengenakan masker dan berkerumun.
Sejumlah sukarelawan vaksin merisaukan hal itu. Pembukaan aktivitas ekonomi pada masa adaptasi kebiasaan baru semestinya tidak membuat warga abai menjalankan protokol kesehatan. ”Miris melihat masih ada warga tidak memakai masker dan berkerumun. Padahal, usaha menemukan vaksin serta disiplin menerapkan protokol kesehatan harus sama-sama dilakukan,” ujar Y (26), sukarelawan yang sudah menjalani vaksinasi kedua.
Napas kepedulian dari Bandung kembali berembus kencang saat dunia dihantam pandemi Covid-19. Namun, penambahan kasus Covid-19 yang belum mereda menandakan bahwa akhir pandemi tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Tanpa kedisiplinan warga, penanganan pandemi kian berat serta berpotensi membuat krisis kesehatan dan ekonomi semakin dalam.
Baca juga : Meringankan Beban Dunia, Menyembuhkan Warga Semua Bangsa