Antisipasi Perantau Mudik di DIY, Pendatang Didata hingga Wajib Karantina
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar di Jakarta dikhawatirkan membuat para perantau di Ibu Kota pulang ke kampung halaman. Sejumlah daerah pun bersiap mengantisipasi kepulangan para perantau itu.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pembatasan sosial berskala besar di DKI Jakarta dikhawatirkan membuat para perantau di Ibu Kota pulang ke kampung halaman. Sejumlah daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta pun bersiap mengantisipasinya karena dikhawatirkan memicu lonjakan penularan Covid-19.
Daerah yang bersiap mengantisipasi kepulangan para perantau itu, antara lain, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selama ini, Gunung Kidul dikenal sebagai daerah yang warganya banyak merantau ke luar kota, termasuk Jakarta.
”Dengan situasi terbaru di Jakarta, kami memang mengkhawatirkan penularan itu akan menyebar ke mana-mana,” kata Wakil Bupati Gunung Kidul Immawan Wahyudi saat dihubungi dari Yogyakarta, Selasa (15/9/2020).
Immawan mengatakan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta memang berpotensi berdampak pada kondisi perantau asal Gunung Kidul yang ada di Ibu Kota dan sekitarnya. Hal ini karena kebijakan PSBB itu bisa mengurangi aktivitas perekonomian di Jakarta sehingga penghasilan para perantau pun berpotensi berkurang.
Meski begitu, Immawan mengimbau para perantau asal Gunung Kidul tetap bertahan di Jakarta dan tidak pulang ke kampung halaman. ”Saudara-saudaraku yang ada di perantauan walaupun situasinya seperti ini, mohon untuk tetap berada di Jakarta,” katanya.
Immawan menyebut, apabila para perantau di Jakarta itu pulang ke kampung halaman, dikhawatirkan justru akan memicu lonjakan kasus Covid-19 di Gunung kidul. Apalagi, berdasarkan pengalaman sebelumnya, Gunung kidul pernah mengalami lonjakan kasus Covid-19 akibat banyaknya pelaku perjalanan dari luar daerah.
”Akan lebih berat lagi kalau para perantau itu pulang ke Gunung Kidul dan menimbulkan kluster penularan baru. Di Gunung Kidul pertama kali kasus Covid-19 naik signifikan itu akibat pelaku perjalanan,” kata Immawan.
Apalagi, berdasarkan pengalaman sebelumnya, Gunung Kidul pernah mengalami lonjakan kasus Covid-19 akibat banyaknya pelaku perjalanan dari luar daerah.
Immawan menambahkan, untuk mengantisipasi kedatangan para perantau dari Jakarta, para perangkat desa di Gunung Kidul telah diminta mendata para pendatang dari luar daerah. Pendataan secara daring itu sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu melalui Sistem Informasi Desa. Dengan sistem itu, pendataan yang dilakukan oleh perangkat desa bisa sampai ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunung Kidul secara cepat.
”Pendataan dilakukan terus melalui Sistem Informasi Desa. Dengan sistem itu, bisa dilakukan update (pembaruan) data kapanpun,” kata Immawan.
Selain pendataan, Immawan menuturkan, para perangkat desa juga diminta berkoordinasi dengan puskesmas setempat saat ada pendatang dari luar daerah. Dari koordinasi itu, petugas puskesmas akan menentukan langkah-langkah yang harus dijalani pendatang tersebut, misalnya karantina mandiri selama 14 hari, menjalani rapid test (tes cepat), atau mengikuti swab atau tes usap.
”Apakah dia harus karantina atau melakukan tindakan tertentu, itu urusannya dengan puskesmas. Yang penting, harus dipastikan sang pendatang dan lingkungannya aman,” ujar Immawan.
Saudara-saudaraku yang ada di perantauan, walaupun situasinya seperti ini, mohon untuk tetap berada di Jakarta. (Immawan Wahyudi)
Pengawasan di Sleman
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Joko Hastaryo menyatakan, setelah penerapan PSBB di Jakarta, harus ada upaya peningkatan pengawasan terhadap kehadiran para pendatang di Sleman. Menurut dia, upaya pengawasan paling efektif dilakukan oleh pengurus RT dan RW karena mereka yang paling tahu kondisi lingkungannya.
Joko juga mengatakan, para pendatang dari luar kota yang masuk ke Sleman harus menjalani karantina mandiri selama 14 hari. Hal ini mesti dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan penularan penyakit Covid-19 oleh para pendatang tersebut.
”Pendatang di Sleman harus melakukan karantina mandiri 14 hari. Aturan itu masih ada. Barangkali kemarin sempat kendur karena semangat pelonggaran di mana-mana terjadi. Sekarang aturan itu harus diketatkan lagi,” kata Joko.
Namun, Joko menambahkan, keberhasilan penerapan aturan karantina mandiri itu sangat bergantung pada kesadaran masyarakat. Apabila masyarakat benar-benar melakukan pengawasan secara ketat, aturan agar pendatang menjalani karantina mandiri diyakini bisa berjalan dengan baik.