Masyarakat Minta Jaminan "Food Estate" Bakal Memberi Manfaat Nyata
Masyarakat di Kabupaten Kapuas meminta jaminan pemerintah program food estate bakal dilakukan. Sebelum ini, sudah banyak program serupa digelar tapi berujung kegagalan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Masyarakat di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, meminta pemerintah menjamin program food estate bakal memberi hasil nyata. Program ketahanan pangan seperti ini sudah sering dicanangkan tapi selalu berujung kegagalan.
Di Kalimantan Tengah, proyek lumbung pangan teranyar ini akan diterapkan di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau. Terdapat 164.598 hektar lahan di dua kabupaten itu yang sudah disiapkan.
Sebanyak 85.456 hektar adalah lahan intensifikasi atau lahan yang sudah dikelola masyarakat. Sedangkan 79.142 hektar lainnya merupakan lahan perluasan baru berupa kawasan terbengkalai yang belum dikelola masyarakat.
Muhammad Sahrudi (54), petani Desa Talekung Punei, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas, mengungkapkan, program ketahanan pangan di desanya selalu gagal. Proyek pengembangan lahan gambut (PLG), tanam jagung, hingga cetak sawah, tidak pernah berlanjut, bahkan berujung kebakaran, banjir, hingga ditinggalkan begitu saja.
“Sudah empat Presiden datang bawa program pangan. Semuanya menanam padi tapi hasilnya selalu jadi bencana. Kini, kami berharap pemerintah bisa memberikan kejelasan, lahannya di mana saja, siapa yang kerjakan, karena kami di desa tak tahu apa-apa soal program ini,” ungkap Sahrudi, saat dihubungi dari Palangkaraya, Kamis (10/9/2020).
Pada Selasa (8/9/2020), perwakilan Koalisi Mahaga Petak Danum Itah, kelompok masyarakat masuk dalam kawasan food estate berkumpul di Aula Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Kalteng. Mereka berdialog dengan perwakilan Pemprov Kalteng guna menjamin program dan manfaat yang bakal didapatkan.
Dialog itu difasilitasi Yayasan Pusaka bersama Yayasan Petak Danum di Kalteng. Sahrudi dan sekitar 30 perwakilan warga dari Kabupaten Kapuas ikut hadir dalam dialog tersebut.
Kepala Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup Basruni mengatakan, warganya menunggu janji Presiden. Terkait program ini, Desa Bentuk Jaya sempat didatangi Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. “Saat itu, bilangnya sudah berjalan dua minggu untuk perbaikan irigasi tetapi sampai sekarang ini belum terlihat adanya pengerjaan,” kata Basruni.
Basruni mengungkapkan, total luas sawah yang dibuka sejak 1995 lewat PLG sekitar 1.000 hektar. Namun, karena proyek tersebut gagal, banjir dan kekeringan kerap merusak sawah itu. Akibatnya, hanya sekitar 200 hektar yang bisa dimanfaatkan warga.
“Setiap tahun kami mengeluh saluran irigasi itu agar diperbaiki tetapi tidak ditanggapi. Katanya enggak ada anggaran, kami juga enggak tau. Jadi sebelum ada program food estate, itu sudah jadi keluhan kami,” kata Basruni.
Basruni mengungkapkan, saat ini, warganya sudah mulai panen. Namun, dari 200 hektar sawah, hasilnya hanya 3-4 ton per hektar. Tahun sebelumnya, hasil panen dapat mencapai 5-6 ton per hektar.
“Banyak warga transmigran meninggalkan tempat ini lantaran banjir dan kekeringan. Saat hujan banjir, saat musim kering kebakaran, itu karena proyek sebelumnya, jangan sampai yang sekarang juga begitu,” kata Basruni.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Kalteng Sunarti mengapresiasi kelompok tani, juga semua yayasan yang hadir dalam kegiatan itu. Menurutnya, segala jenis masukkan akan menjadi pertimbangan pemerintah untuk bertindak.
Dalam program lumbung pangan nasional tersebut, lanjut Sunarti, petani dan warga di dan sekitar lokasi akan menjadi prioritas. Mekanisme pengerjaannya bahkan akan menerapkan korporasi petani yang akan dibentuk melalui koperasi.
“Tidak ada program food estate pun, penanaman itu tertangani. Tetapi dengan food estate ini pasti berjalan apalagi semua kementerian memberikan perhatiannya, kami berharap juga ini bisa meningkatkan pendapatan petani. (Program) ini pasti berjalan,” kata Sunarti.
Sunarti menjelaskan, korporasi petani itu merupakan upaya pemerintah mengubah pola bisnis sehingga tidak hanya mengolah lahan dan tak sekedar menjual gabah kering. Lewat food estate, tambah Sunarti, hasil panen yang akan dijual petani sudah menjadi beras.
“Gabungan kelompok tani itu kan bukan perusahaan, jadi nanti dibuat koperasi atau badan usaha desa, sedangkan investor kami harapkan ambil alih setelah panen, mereka yang ambil hasil panennya,” kata Sunarti.