Banjir di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah kian meluas. Sebelumnya dari dua kecamatan saat ini menjadi tiga kecamatan yang mulai direndam banjir.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Banjir di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, kian meluas hingga tiga kecamatan, Belantikan Raya, Batang Kawa, dan Lamandau. Sedikitnya 200 rumah tangga terdampak banjir.
Tahun ini, sebagian besar kawasan di Kabupaten Lamandau sudah dua kali terendam banjir. Pada bulan Juli, setidaknya 55 desa terendam banjir, 5.926 warga terdampak dan 2.553 orang di antaranya mengungsi. Banjir kali ini, setidaknya merendam delapan desa dan beberapa ruas jalan Trans Kalimantan, penghubung Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Barat.
Sebelumnya, di Kecamatan Batang Kawa, banjir melanda di Desa Kinipan, Desa Kina dan Desa Bayat. Namun di ketiga desa itu air mulai surut tapi arus aliran Sungai Nampak deras.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lamandau Edison Dewel menjelaskan, selain 200 rumah tangga yang terdampak banjir, ada tiga rumah dilaporkan roboh diterjang banjir. Tiga ekor sapi juga hanyut terbawa arus air.
“Semua fasilitas umum dan sarana prasarana di delapan desa itu terendam banjir, sebagian jalan ke desa-desa juga masih terendam sehingga tak bisa dilewati,” kata Edison, saat dihubungi dari Palangkaraya, Rabu (9/9/2020).
Kompas bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memantau bencana banjir di Kabupaten Lamandau dan sekitarnya menggunakan helikopter. Dari pantauan tersebut, banjir tak hanya merendam permukiman warga tetapi juga hingga wilayah-wilayah perkebunan sawit.
Edison menjelaskan, dari informasi sementara, di beberapa tempat tinggi muka air terus meningkat. Namun, terdapat beberapa desa yang airnya mulai surut. “Tetapi, kalau nanti malam hujan lagi di hulu sungai bisa naik lagi airnya,” ujarnya.
Edison mengungkapkan, pihaknya juga sudah menyiapkan posko-posko darurat di tiap kecamatan. Posko-posko itu nantinya akan dilengkapi dapur umum untuk memenuhi kebutuhan seperti air putih hingga makanan masyarakat yang mengungsi.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Palangkaraya Lian Adriani mengungkapkan, saat ini, wilayah Kalteng masih mengalami musim kemarau. Namun, hujan tetap diprediksi berlangsung dengan intensitas yang berkurang dari pada musim hujan.
“Beberapa hari terakhir intensitas hujan memang cukup tinggi itu karena beberapa faktor cuaca, seperti adanya perlambatan kecepatan angin di beberapa daerah di Kalteng,” ungkap Lian.
Lian menjelaskan, kondisi perlambatan kecepatan angin tersebut membuat potensi pembentukan awan hujan. “Kami sudah berikan peringatan dini mulai dari banjir hingga kebakaran hutan,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng Esau A Tambang mengungkapkan, banjir di Lamandau perlu dilihat sebagai dampak dari kurangnya daya dukung dan daya tampung dari hutan yang hilang.
“Daya dukung dan daya tampung aliran sungai di Lamandau itu sudah terlewatkan dan sudah rusak. Ini banjirnya kan mendadak dan tidak bisa diprediksi. Pasti sudah terlewatkan, makanya sekarang itu yang harus dipikirkan adalah pemulihannya,” kata Esau.
Menurut Esau, pihaknya akan mulai melakukan kajian untuk melakukan pemulihan di lokasi-lokasi hutan yang rusak. Namun, pihaknya tetap harus mempertimbangkan status kawasan. “Ini bukan banjir tahunan yang bisa diprediksi, banjir ini baru datangjadi pasti bisa diketahui penyebabnya,” kata Esau.
Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki mengungkapkan, air di desanya mulai surut dan beberapa akses jalan yang sebelumnya tertutup mulai bisa dilalui kendaraan. Ia mengatakan, baru tahun ini merasakan banjir cukup parah.
“Tahun-tahun sebelumnya itu tidak ada banjir begini, kalaupun air sungai naik tidak pernah sampai ke rumah-rumah warga, apalagi di daerah hulu begini,” kata Wilem.
Wilem berharap tidak ada lagi kerusakan alam. Menurutnya, kerusakan alam hanya akan menghasilkan bencana,banjir hanyalah salah satunya.