Mantan Bupati Indramayu dua periode, Irianto Mahfud Sidik Syafiuddin alias Yance, mengembuskan napas terakhir pada usia 64 tahun karena sakit. Ia tak hanya mewariskan pembangunan, tetapi juga pekerjaan rumah Indramayu.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Mantan Bupati Indramayu dua periode, Irianto Mahfud Sidik Syafiuddin alias Yance, mengembuskan napas terakhir pada usia 64 tahun karena sakit. Yance tidak hanya mewariskan pembangunan di berbagai bidang, tetapi juga sejumlah pekerjaan rumah di Indramayu.
Yance meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Minggu (16/8/2020) pukul 09.15. ”Selama ini, (Yance) enggak ada sakit yang kronis kecuali keluhan biasa saja. Belum ada resume medis yang memastikan hal itu (penyakit jantung),” kata Kepala Dinas Kesehatan Indramayu Deden Bonni Koswara.
Ketika mengembuskan napas terakhir, Yance ditemani penjaga rumah. Keluarga besarnya, termasuk istrinya, Anna Sophanah, sedang berada di luar kota untuk menghadiri pernikahan kerabatnya. Yance dimakamkan di sekitar kediamannya di Jalan Letnan Sutejo Kelurahan Margadadi.
Pelaksana Tugas Bupati Indramayu Taufik Hidayat yang turut melayat mengatakan, kepergian Yance merupakan duka mendalam bagi masyarakat Indramayu. ”Beliau banyak memberikan warisan, ilmu pengetahuan, kepada kita semua. Beliau selalu membimbing pejabat agar berbuat yang terbaik untuk Indramayu,” ungkapnya dalam video yang diterima Kompas.
Yance merupakan Bupati Indramayu dua periode, yakni 2000-2005 dan 2005-2010. Dalam catatan Kompas, Yance yang juga mantan wartawan memulai kariernya dari Pemuda Pancasila Indramayu pada 1980-an dan menjadi ketua organisasi itu tiga periode, 1987-2000. Ia juga menjabat Ketua Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi) Indramayu pada 1997-2000.
Ayah Yance, Mursyid Ibnu Syafiuddin, juga mantan Bupati Indramayu. Pada 1955-1958, Mursyid menjabat Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Maluku di Ambon. Di sanalah Yance lahir. Tetangganya di Ambon kerap memanggilnya Yance meski nama panggilannya Yanto. Hingga kini, ia lebih akrab disapa Yance.
Bapak tiga anak ini bergabung dengan Golkar pada 1998, ketika era reformasi. Secara mengejutkan, berdasarkan mekanisme pemilihan dari DPRD, Yance yang berkarakter keras dan punya basis massa hingga kampung-kampung pun menjadi Bupati Indramayu pada 2000.
”Walau nada bicara saya keras, hati saya selembut salju. Saya memang kontroversial,” ujar Yance yang dikutip dalam Kompas, 13 Februari 2013. Mantan Ketua DPD Golkar Jabar ini sempat maju sebagai calon gubernur Jabar pada 2013-2018 meski tidak terpilih.
Bapak pembangunan
Adung Abdulgani, seniman Indramayu, menilai, Yance merupakan bapak pembangunan Indramayu di berbagai bidang, termasuk seni dan budaya. Yance turut berkontribusi pada pendirian Dewan Kesenian Indramayu, wadah bagi seniman berkreasi. Yance juga mengembalikan fungsi Gedung Koperasi yang sebelumnya gedung panti budaya menjadi Gedung Kesenian.
Bahkan, Yance disebutkan turut mendorong pembangunan Gedung Kesenian Mama Soegra yang lebih representatif bagi seniman. ”Beliau dekat dengan seniman. Pendopo selalu terbuka bagi kami. Waktu maju sebagai bupati, seniman juga mendukung,” kata Ketua Dewan Kesenian Indramayu (2000-2013) ini.
Di bidang pendidikan, Yance membuat program Wajib Belajar 9 dan 12 Tahun. Sekolah madrasah dikembangkan dan menjadi salah satu prasyarat bagi pelajar Muslim telah lulus SD dan akan melanjutkan ke tingkat SMP.
Hasil survei Litbang Kompas pada awal 2013, mereka yang memilih Yance menjadi gubernur cenderung didasari oleh apresiasi yang tinggi terhadap pendidikan. Biaya pendidikan, saat ini, dirasakan lebih murah oleh 61 persen calon pemilih Yance dan keterjangkauan sekolah dirasakan oleh 83 persen calon pemilihnya.
Begitu pun kebijakan berobat gratis bagi warga yang kurang mampu. Enam puluh tujuh persen calon pemilih Yance mendapati fakta bahwa selama lima tahun belakangan ini biaya kesehatan makin terjangkau (Kompas, 14/2/2013).
Meski demikian, Yance dinilai membangun dinasti kekuasaan di ”Kota Mangga”. Setelah turun takhta pada 2010, kursinya diteruskan oleh istrinya, Anna, dengan wakilnya Supendi. Anna dan Supendi kembali terpilih memimpin Indramayu pada periode 2015-2020. Artinya, hampir dua dekade masyarakat Indramayu ”dikuasai” keluarga Yance.
Namun, Anna mengundurkan diri akhir 2018 karena alasan keluarga. Anna membantah isu pengunduran dirinya karena pada 20 September 2016 Anna diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia menjadi saksi kasus tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi (Kompas, 14/11/2018).
Tersandung korupsi
Sementara Yance sempat tersandung kasus korupsi pembebasan lahan pembangkit tenaga uap di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Indramayu, tahun anggaran 2004 yang merugikan negara Rp 4,1 miliar. Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu bahkan sempat menjadi saksi atas kasunya. Yance dieksekusi pada 2016 di Lembaga Pemasyarakatan IIB Indramayu.
Sementara Supendi, setelah delapan bulan menjabat Bupati Indramayu, tertangkap tangan oleh KPK pada Oktober 2019 terkait suap proyek infrastruktur. Taufik Hidayat, yang sebelumnya wakil bupati, pun menjadi Pelaksana Tugas Bupati Indramayu.
Kini, masyarakat Indramayu akan melewati pemilihan kepala daerah tanpa Yance, tokoh Indramayu. Apalagi, suasana perebutan jabatan itu mulai terasa. Internal Golkar sebagai pemilik kursi terbanyak di DPRD, misalnya, mulai goyah. Daniel Muttaqien, anak Yance yang juga anggota DPR Komisi V Fraksi Partai Golkar, dikabarkan akan meramaikan bursa kandidat bupati pada 9 Desember mendatang.
”Konstelasi politik pasti hangat pasca-berpulangnya Pak Yance,” ucap pengajar Fakultas Hukum Universitas Wiralodra Indramayu, Saefullah Yamin. Namun, ia belum tahu peta politik lokal setelah kepergian Yance. Menurut dia, salah satu pekerjaan rumah yang belum selesai adalah membersihkan Indramayu dari korupsi.
Yance sempat berjuang untuk Indramayu meski menuai pro dan kontra. Namun, bagi Adung, Yance punya prinsip. ”Hidup itu adalah perjuangan. Orang yang berjuang pasti akan mati. Apalagi, yang tidak berjuang. Mati dalam perjuangan itu lebih berharga,” katanya. Selamat jalan, Pak Yance.