Pandemi Covid-19 Tak Ganggu Anggaran Karhutla di Kalteng
Secara umum, anggaran penanganan dan pencegahan kebakaran lahan di Kalimantan Tengah tidak terganggu pandemi Covid-19. Mereka menyiapkan setidaknya Rp 20 miliar yang diambil dari APBD.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Proses pencegahan serta penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah tidak terganggu pandemi Covid-19. Anggaran dari biaya tak terduga masih digunakan sepenuhnya untuk karhutla dengan besaran Rp 20 miliar. Jumlah itu tidak berubah sejak tahun sebelumnya.
Sejak 1 Juli 2020, Pemerintah Provinsi Kalteng sudah menetapkan status Siaga Darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sampai dengan 20 September 2020. Selain untuk mengantisipasi lebih cepat, pihak pemerintah juga mempertimbangkan prediksi Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya terkait puncak musim kemarau pada akhir Juli hingga September.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Darliansjah menyatakan, anggaran untuk pencegahan dan penanganan karhutla di Kalteng sejak 2019 tidak berubah masih di angka Rp 20 miliar. Dengan adanya pandemi tidak terlalu memengaruhi penggunaan anggaran karhutla, tetapi ada pengurangan untuk perjalanan dinas.
Dari data BPBPK, anggaran rutin mereka berkurang sedikit dari Rp 159 juta pada 2019 menjadi Rp 140 juta pada 2020 akibat pandemi. Anggaran itu digunakan sebagai persiapan awal, seperti sosialisasi dan koordinasi di daerah.
”Dalam waktu dekat akan ada penetapan (anggaran) tahap pertama, tetapi secara umum anggarannya tetap. Pandemi tidak terlalu memengaruhi karena ada refocusing anggaran lain,” kata Darliansjah saat ditemui di Palangkaraya, Rabu (5/8/2020).
Dalam waktu dekat akan ada penetapan tahap pertama, tetapi secara umum anggarannya tetap.
Di Kalimantan Tengah, lanjut Darliansjah, kegiatan pencegahan serta penanganan kebakaran hutan dan lahan disebar di beberapa dinas, seperti Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan hidup, dan BPBPK. ”Semua punya anggaran masing-masing, tetapi memang utamanya yang dari APBD itu, ya, dana biaya tak terduga (BTT),” ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng Esau Tambang mengatakan, tahun ini pihaknya sangat terbantu dengan adanya anggaran dari Badan Restorasi Gambut (BRG) yang mencapai Rp 19 miliar dari sumber APBN. Jumlah itu sudah dipotong dari sebelumnya mencapai Rp 53 miliar akibat pandemi.
”Anggaran itu untuk operasi pembasahan gambut, perawatan, dan pengecekan di lapangan soal infrastruktur pembasahan gambut. Tapi, kalau anggaran yang disiapkan DLH sedikit dan tidak akan cukup,” kata Esau.
Dari data DLH, anggaran yang disiapkan pihaknya dari APBD hanya Rp 175 juta selama tahun 2020. Hal itu berkurang dari awalnya diusulkan Rp 400 juta. Pemotongan itu terjadi karena situasi pandemi.
Esau menambahkan, pihaknya saat ini sedang menjalani pemeriksaan infrastruktur pembasahan gambut (IPG). Dana pemeriksaan diambil dari Rp 19 miliar yang dialokasikan BRG untuk Kalteng tahun 2020.
”Pembasahan terus dijalankan sekaligus memeriksa sumur bor dan sekat kanal itu masih berfungsi atau tidak. Saat ini masih berlangsung di lapangan,” kata Esau.
Beberapa wilayah yang diantisipasi, lanjut Esau, adalah wilayah Pulang Pisau, Kapuas, dan Kabupaten Kotawaringin Timur. Wilayah itu sudah dipetakan sebagai wilayah-wilayah dengan gambut yang rawan terbakar.
Selain pembasahan, lanjut Esau, pihaknya juga fokus pada penguatan kelompok masyarakat yang disebut Masyarakat Peduli Api (MPA). Mereka juga akan diberikan anggaran dari BRG untuk beroperasi membasahi gambut dan memadamkan api jika terjadi kebakaran.
”Jadi, kalau ada titik api sekecil apa pun langsung diserbu. Di setiap desa yang rawan itu ada pos bersama yang di dalamnya ada semua unsur untuk membantu memadamkan api juga membasahi lahan,” kata Esau.
Data dari Dinas Lingkungan Hidup, pada 2017-2019, BRG membangun setidaknya 10.905 sumur bor yang tersebar di beberapa kabupaten di Kalteng. Lalu, membentuk 103 kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) di delapan kabupaten/kota di Kalteng yang masing-masing kelompok berisi lebih kurang 20 orang.
”Jadi, ada dua fokus utama, masyarakat dikuatkan, lalu gambut dibasahi,” ujarnya.
Prakirawan Stasiun Meteorologi BMKG Kota Palangkaraya, Lian Andriani, menjelaskan, saat ini sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah sudah memasuki musim kemarau, seperti di Kalteng bagian tenggara. Sisanya sedang menghadapi peralihan dari hujan ke kemarau.
”Kami sudah sampaikan peringatan dini untuk wilayah yang sedang peralihan itu bencana banjir, longsor, angin kencang, dan kilat,” ucap Lian.
Lian menambahkan, untuk wilayah yang sudah memasuki musim kemarau pihaknya juga sudah memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi potensi mudahnya kebakaran hutan dan lahan.