Menerobos banjir dan bekerja di tengah risiko Covid-19 menjadi pekerjaan sehari-hari petugas pemutakhiran data pemilih di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Demi kebaikan demokrasi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·6 menit baca
Di tengah kepungan banjir dan ancaman virus korona baru, petugas pemutakhiran data bejibaku untuk mencocokkan data pemilih. Mereka rela berenang menantang banjir hingga bersusah payah memakai alat pelindung diri agar bisa memastikan pilkada mendatang lancar.
Mira Kurniyati (37) menerjang banjir sedalam 1 meter saat hendak mencocokkan data pemilih di TPS 03, Kelurahan Kapuas Kiri Hilir, Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Sabtu (18/7/2020). Di wajahnya terdapat pelindung wajah (face shield) sebagai protokol kesehatan. Tangan kirinya mengangkat tas berisi berkas-berkas. Perlahan ia melangkah melawan arus banjir.
Kakinya sempat terperosok ke lubang di tengah banjir. Sekujur tubuhnya basah. Tas tempat sejumlah berkas sempat hanyut, tetapi akhirnya berhasil dia selamatkan. ”Saya sempat panik karena khawatir berkas-berkas di dalam tas basah. Setelah saya cek, untunglah tidak basah karena ada pelindung di dalamnya,” ujar Mira, Selasa (21/7).
Mira adalah salah satu petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Melakukan coklit di tengah pandemi Covid-19 sekaligus banjir merupakan pengalaman pertama bagi Mira.
Ia mengarungi banjir saat melakukan coklit (cocok dan teliti) di TPS 03, Kelurahan Kapuas Kiri Hilir, Kecamatan Sintang. Dari sekitar 200 keluarga yang harus dicoklit, beberapa rumah terendam banjir. Jarak rumah penduduk dari kediamannya yang paling jauh sekitar 400 meter.
Meski banjir ia tetap berupaya seoptimal mungkin agar bisa menjalankan tugas secara tuntas. ”Saya berharap banjir segera berakhir. Banjir sudah sempat perlahan surut, tetapi hari ini (Selasa) agak tinggi lagi,” ujarnya, Selasa siang.
Bertugas di lapangan di tengah Covid-19 juga cukup mengkhawatirkannya. Namun, kelengkapan protokol kesehatan selalu ia bawa. Beruntung warga tidak ada yang menolak kedatangannya untuk mencocokkan data. Meskipun menghadapi tantangan berat, Mira tetap menjalani tugasnya dengan semangat. Apa yang dia lakukan sebagai bentuk pengabdian kepada daerah.
Tantangan yang sama dihadapi Hersi Destari (37), PPDP TPS 02, Kecamatan Tempunak di Kabupaten Sintang. Hersi harus mencocokkan data 77 keluarga. Sekitar 50 keluarga di antaranya terdampak banjir.
Saat dihubungi Selasa (21/7), Hersi tengah mengarungi banjir seusai melakukan coklit. Ada sekitar tujuh hingga delapan rumah penduduk yang ia data dan berada di dekat rumahnya, sisanya agak jauh. Jarak dari rumahnya ke rumah penduduk bahkan ada yang sekitar 5 km.
Saat berangkat ke lokasi coklit, ia menumpang perahu cepat dengan biaya Rp 10.000 agar pakaian kering saat bertemu warga. Namun, saat pulang, ia berjalan kaki mengarungi banjir sekitar 1 meter untuk menghemat ongkos.
Ia pun harus memberanikan diri untuk menerobos banjir. Terlintas di benaknya, ular yang ikut berenang di tengah air, tetapi segera ia tepis. Ia pun harus ekstra hati-hati karena ada beberapa lubang yang ia tahu menganga di dekat jembatan yang tertutup banjir.
Di titik tertentu, ia juga harus menghadapi derasnya arus banjir. Beruntung, dia sedikit hafal jalur yang ia lalui. Dengan menggunakan pelindung wajah dan tangan memegang tas yang disunggi di kepala, ia perlahan menerobos banjir. ”Saya kerja ikhlas untuk membantu di lapangan,” ujarnya.
Bahkan, pada Jumat (24/7), Hersi bercerita bahwa ia membawa anaknya Khanza (11 bulan) saat melaksanakan coklit mengarungi banjir. Tangan kanan Hersi memegang tas berisi berkas di atas kepalanya. Sementara itu tangan kirinya memeluk anaknya.
Pada saat berangkat coklik, anaknya sempat tertidur di pelukannya. ”Penuh perjuangan dengan membawa anak saya. Sebab, tidak ada yang jaga,” ungkap Hersi, Jumat malam.
Menerjang banjir sudah dialami para PPD sejak awal mereka bergabung. Saat menjalani tes cepat (rapid test) Covid-19 dan bimbingan teknis (bimtek) Rabu (14/7) pekan lalu lalu, Yulius Niki Aldianto (32), PPDP TPS 01, Desa Tuguk, Kecamatan Kayan Hilir, dan beberapa rekannya juga mengarungi banjir 2-3 meter.
Akibat banjir, Yulius dan beberapa rekannya harus menempuh waktu empat jam berjalan kaki dari Desa Tuguk ke ibu kota Kecamatan Sintang. Normalnya, berjalan kaki dari desa ke ibu kota kecamatan 1 jam 30 menit. Jarak dari desa ke kecamatan 9 kilometer.
Dari 9 kilometer jalan yang dilintasi, ada enam lokasi yang terendam. Untuk melintasi banjir, barang bawaan dibungkus dengan plastik, kemudian dimasukkan ke tas. Tas kemudian disimpan ke baskom. ”Jadi, sambil berenang, baskom kami dorong melintasi banjir sehingga lebih mudah melintasi banjir,” ungkap Yulius.
Jadi, sambil berenang, baskom kami dorong melintasi banjir sehingga lebih mudah melintasi banjir.
Arus banjir yang dilintasi ada yang agak deras. Dalam kondisi tersebut, satu sama lain saling membantu agar bisa melintasinya. ”Teman membantu menarik tangan saya agar bisa melintasi lokasi yang agak deras,” kata Yulius.
Tak hanya banjir, ancaman Covid-19 juga membahayakan petugas. Mereka harus bertemu dengan banyak warga dan mencocokkan data langsung dengan tatap muka. Meski di Sintang kasus Covid-19 sudah tak lagi aktif, tetapi petugas tetap harus waspada sebagai antisipasi masih adanya virus di daerah itu. Mereka pun dibekali alat pelindung diri seperti masker, pelindung wajah (face shield), dan wajib mengikuti tes cepat.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Sintang, Edi Susanto, mengatakan, paduan pandemi Covid-19 dan banjir menjadi tantangan pilkada tahun ini. Saat melaksakan tes cepat, misalnya, sejumlah petugas coklit gagal datang karena terhalang banjir.
Hal itu terjadi di Kecamatan Ketungau Hulu. Petugas yang belum tes cepat belum bisa melaksanakan coklit. Jadwal coklit pilkada serentak 15 Juli-13 Agustus. Namun, karena tes cepat dijadwalkan paling lambat 17 Juli, coklit pun mundur beberapa hari.
Di Nanga Tebidah, Kecamatan Kayan Hulu dan Kecamatan Kayan Hilir, Bimtek juga mundur karena banjir. Bimtek di Nanga Tebidah, harusnya 11 Juli diundur ke 13 Juli. Adapun di Kayan Hilir harusnya 14 Juli diundur ke 17 Juli.
Diperkirakan tidak kurang dari 150 orang PPDP harus menerjang banjir yang melanda 12 kecamatan, dari 14 total kecamatan di Sintang. Meskipun demikian, secara umum kendala-kendala tersebut bisa diatasi dan tidak mengganggu tahapan. Semua penduduk dipastikan terdata dan hak pilih penduduk dipastikan tetap terakomodasi.
Pilkada di tengah bencana
Umi Rifdiyawati dari Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kalbar menuturkan, pilkada di tengah pandemi dan banjir merupakan tantangan bagi penyelenggara pemilu. Apalagi, daerah-daerah tertentu di Kalbar memang terjadi potensi banjir.
Coklit adalah tahapan yang krusial. Umi berharap dalam situasi saat ini para petugas tetap sehat dan menjaga kualitas pemilihan. ”Mereka tetap semangat di lapangan dengan menggunakan alat pelindung diri. Inilah pengorbanan penyelenggara ketika menghadapi situasi bencana yang tidak bisa diprediksi,” kata Umi.
Catatan Kompas, Kabupaten Sintang adalah salah satu dari tujuh kabupaten di Kalbar yang akan menggelar pilkada serentak Desember 2020. Kabupaten lainnya yang akan pilkada adalah Kapuas Hulu, Melawi, Sekadau, Bengkayang, Sambas dan Ketapang.
Hingga kini proses tahapan pilkada berjalan baik, tentunya, salah satunya karena kerja keras petugas coklit yang berhonor Rp 800.000 sebulan kerja, belum dipotong pajak. Meski tak mudah, para petugas tetap menjalaninya dengan ikhlas, demi demokrasi dan kebaikan negeri ini pada masa depan.