Sebagai pilar perekonomian rakyat Indonesia, koperasi harus tetap eksis dan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi. Koperasi dan UMKM di Bali didorong lebih maju berbasis potensi lokal.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Sebagai pilar ekonomi kerakyatan Indonesia, koperasi harus tetap eksis dan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi. Koperasi, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah, di Bali didorong lebih maju dan mantap dengan berbasis potensi lokal daerah dan berusaha dari sektor hulu sampai hilir.
Pemerintah Provinsi Bali, menurut Gubernur Bali Wayan Koster, memberikan perhatian dan berkomitmen dalam pembangunan ekonomi kerakyatan, termasuk koperasi dan UMKM. Hal itu disampaikan Koster dalam acara peringatan Hari Koperasi dan UMKM Nasional Provinsi Bali 2020 di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, di Denpasar, Selasa (14/7/2020).
Koperasi dan UMKM di Bali harus berbasis potensi lokal Bali, mulai sandang, pangan, hingga papan, selain koperasi simpan pinjam.
Terkait penyelenggaraan peringatan Hari Koperasi di Bali itu, Pelaksana Tugas Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Wilayah Bali Ketut Tiwi Efendi menyatakan, situasi pandemi penyakit akibat virus korona jenis baru (Covid-19) membuat rencana peringatan Hari Koperasi 2020 berubah. Peringatan Hari Koperasi ke-73 di Provinsi Bali sedianya akan dipusatkan di Kabupaten Tabanan, tetapi hal itu dibatalkan karena terjadi pandemi Covid-19.
Di tengah situasi pandemi Covid-19, Pemerintah Provinsi Bali memberikan bantuan stimulus bagi 4.000 lebih koperasi di seluruh Bali. Bantuan stimulus itu diserahkan pada awal Juni 2020. Adapun terhadap UMKM dan sektor informal, Pemprov Bali juga memberikan bantuan stimulus terkait situasi pandemi Covid-19. Sekitar 43.400 pelaku usaha informal, UMKM, dan IKM di Bali diberikan bantuan senilai Rp 1,8 juta per usaha.
Dalam sambutannya, Koster mengatakan, visi ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang dicanangkannya juga bermisikan pembangunan kekuatan perekonomian Bali berbasis kerakyatan. Regulasi dan kebijakan, baik berbentuk peraturan daerah maupun peraturan gubernur, juga dirumuskan sesuai pola pembangunan semesta berencana menuju Bali era baru.
”Koperasi dan UMKM di Bali harus berbasis potensi lokal Bali, mulai sandang, pangan, hingga papan, selain koperasi simpan pinjam,” kata Koster.
Busana Bali
Koster menyebutkan, Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali menimbulkan dampak positif terhadap ekonomi kerakyatan. Usaha kerajinan masyarakat bermunculan dan kreativitas masyarakat juga bertumbuh. ”Selain membangkitkan kecintaan pada budaya, identitas daerah, juga membangun ekonomi kerakyatan,” ujar Koster.
Selain itu, Pergub Bali No 99/2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali juga dinyatakan sebagai bentuk perhatian dan komitmen Pemprov Bali terhadap pemberdayaan dan pengembangan koperasi dan UMKM.
Koster menyatakan sudah menyiapkan pergub lain tentang penguatan modal masyarakat yang nantinya dapat diakses koperasi dan UMKM. ”Koperasi juga harus difasilitasi akses permodalan, misalnya dengan KUR, tetapi bunganya rendah,” kata Koster.
Bali, menurut Koster, memiliki keuntungan, yakni nama atau merek dagang yang sudah dikenal mendunia, yang dapat dimanfaatkan untuk membuka pasar ekspor, baik antardaerah maupun ke luar negeri. Koster mencontohkan salak Bali, jeruk Bali, manggis Bali, dan sejumlah produk pertanian lainnya. ”Juga arak Bali, anjing Bali, jeg liu gati (banyak sekali) merek Bali yang sudah terkenal,” ujar Koster.
Terkait keinginan Gubernur Bali itu, Ketut Tiwi menyatakan gerakan koperasi, khususnya di Bali, perlu mengembangkan usaha selain mengandalkan usaha simpan pinjam.
”Koperasi harus mampu menangani produk lokal Bali mulai dari hulu sampai hilir. Namun, hal ini membutuhkan investasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia agar mampu mengelola koperasi seperti yang diharapkan Gubernur Bali,” kata Ketut Tiwi.