Marak Kasus Impor, Laju Penularan Covid-19 di DIY Kembali Meningkat
Laju penambahan kasus positif Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta sempat mengalami penurunan. Namun, beberapa pekan terakhir, kasus Covid-19 di DIY kembali meningkat, antara lain karena banyaknya kasus impor.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Setelah menurun, laju penambahan kasus positif Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menunjukkan tren meningkat selama beberapa pekan terakhir. Salah satu hal yang mendorong peningkatan itu adalah banyaknya kasus impor dari daerah lain. Kondisi ini mesti diwaspadai karena sejumlah obyek wisata di DIY telah dibuka kembali.
Hingga Rabu (8/7/2020), jumlah kasus positif Covid-19 di DIY 349 orang. Dari jumlah tersebut, 285 orang telah sembuh dan 8 orang meninggal. Oleh karena itu, jumlah pasien positif di DIY yang masih dirawat 56 orang.
”Hasil pemeriksaan laboratorium dan terkonfirmasi positif pada hari ini tanggal 8 Juli 2020 terdapat tambahan tiga kasus positif sehingga total kasus positif Covid-19 di DIY menjadi 349 kasus,” ujar juru bicara Pemerintah Daerah (Pemda) DIY untuk penanganan Covid-19, Berty Murtiningsih, Rabu sore.
Jika melihat perjalanan pandemi Covid-19 di DIY, penambahan kasus positif Covid-19 di provinsi itu sempat mengalami peningkatan signifikan pada akhir April hingga pertengahan Mei 2020. Pada periode 28 April-13 Mei 2020, misalnya, terdapat 98 kasus positif Covid-19 di DIY. Ini artinya, pada masa tersebut, rata-rata ada 6,12 kasus baru di DIY setiap hari.
Akan tetapi, tren penambahan kasus baru itu sebenarnya sempat menurun pada pertengahan Mei hingga pertengahan Juni 2020. Pada periode 14 Mei-11 Juni 2020, hanya terdapat 71 kasus positif Covid-19 di DIY atau rata-rata 2,44 kasus baru per hari.
Namun, penambahan kasus positif di provinsi itu cenderung meningkat sejak 12 Juni 2020. Berdasarkan laporan harian Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, sejak 12 Juni sampai dengan 8 Juli 2020, terdapat 97 kasus positif Covid-19 atau rata-rata 3,59 kasus baru per hari.
Peningkatan itu juga terlihat dari dokumen ”Covid-19 dalam Angka” yang secara rutin diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dalam dokumen ”Covid-19 dalam Angka” tanggal 3 Juli 2020 disebutkan, rata-rata jumlah kasus positif per hari dalam 14 hari terakhir di DIY adalah 3,36.
Angka rata-rata itu lebih tinggi daripada kondisi tanggal 26 Juni yang sebesar 2,86 serta tanggal 17 Juni yang sebesar 2,8. Bahkan, jika dibandingkan dengan angka rata-rata tanggal 3 Juni 2020 yang sebesar 1,57, angka rata-rata pada 3 Juli 2020 meningkat lebih dari dua kali lipat.
Baca juga : Pelaku Perjalanan Picu Lonjakan Kasus di DIY
Kurva epidemi
Tren peningkatan itu juga terlihat dari kurva epidemi yang dibuat Dinkes DIY. Dari kurva itu, bisa terlihat laju infeksi atau penularan penyakit Covid-19 dari waktu ke waktu.
Kurva epidemi itu berisi data pasien positif Covid-19 di DIY beserta tanggal mulai munculnya gejala pada pasien atau tanggal pasien mulai mengakses layanan kesehatan. Oleh karena itu, kurva tersebut berbeda dengan grafik jumlah kasus positif per hari yang menggunakan patokan tanggal pasien dinyatakan positif Covid-19.
Berty mengatakan, kurva tersebut berisi data pasien positif Covid-19 yang sebelumnya berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) ataupun orang tanpa gejala (OTG). Untuk PDP, patokan waktu yang dipakai adalah tanggal mulai munculnya gejala.
Sementara itu, untuk OTG, patokan waktu yang dipakai adalah tanggal mulai mengakses layanan kesehatan, khususnya saat dilakukan pengambilan spesimen dengan metode swab atau usap tenggorokan. Sebab, berbeda dengan PDP yang merasakan gejala sakit, mereka yang tergolong sebagai OTG tidak mengalami gejala yang mengarah ke Covid-19.
”Untuk PDP yang memang ada gejala, yang dipakai adalah waktu gejala awal timbul berdasarkan penyelidikan epidemiologi. Sementara untuk OTG, kami ambil dari tanggal pertama mengakses layanan kesehatan, yakni saat diambil swab,” ujar Berty.
Jika melihat kurva epidemi itu, laju penularan Covid-19 di DIY pada kurun waktu 10 Mei sampai dengan 8 Juni 2020 kemungkinan sempat menurun. Sebab, pada periode 30 hari itu, hanya ada 31 pasien positif yang mulai mengalami gejala atau mulai mengakses layanan kesehatan.
Namun, laju penularan tersebut kemungkinan mengalami kenaikan kembali sejak 9 Juni 2020. Sebab, dalam kurun waktu 9 Juni sampai dengan 5 Juli 2020 atau 27 hari, terdapat 63 pasien positif yang mulai mengalami gejala atau mulai mengakses layanan kesehatan.
Meski begitu, data dari kurva epidemi itu juga memiliki beberapa keterbatasan. Berty menuturkan, kurva semacam itu lebih tepat untuk menggambarkan kondisi penularan pada PDP atau orang yang mengalami gejala. Oleh karena itu, kurva tersebut dinilai kurang bisa menggambarkan laju penularan Covid-19 di DIY saat ini yang didominasi oleh OTG.
”Sebenarnya kurva ini akan lebih tepat untuk orang yang bergejala. Oleh karena itu, jika saat ini banyak yang OTG, tentu kurang tepat menggambarkan kejadian epidemiologinya,” ujar Berty.
Baca juga : Pembukaan Obyek Wisata di DIY Dilakukan Bertahap dan Terbatas
Selain itu, Berty menyebut kurva epidemi tersebut juga lebih tepat menggambarkan kondisi penularan di lingkup wilayah kabupaten/kota, bukan provinsi. Oleh karena itu, kurva tersebut juga dipakai untuk penentuan zonasi terkait penularan Covid-19 di wilayah kabupaten/kota di DIY.
Kasus impor
Merujuk pada laporan harian Dinkes DIY, sebagian kasus baru positif Covid-19 di provinsi tersebut selama beberapa waktu terakhir ini merupakan kasus impor. Artinya, orang-orang yang dinyatakan positif itu memiliki riwayat perjalanan dari daerah lain.
Selain itu, selama beberapa hari terakhir juga terjadi transmisi atau penularan lokal Covid-19 di DIY. Namun, sebagian transmisi lokal itu masih berkait dengan kasus impor karena sumber penularannya berasal dari orang yang mempunyai riwayat perjalanan ke daerah lain.
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Bayu Satria Wiratama, mengatakan, jika tak ditangani dengan baik, kasus impor memang bisa menyebabkan lonjakan kasus di suatu daerah. Hal ini karena satu kasus impor yang muncul di suatu daerah berpotensi menularkan ke beberapa orang lain.
Oleh karena itu, Bayu mengingatkan, harus ada langkah antisipasi untuk mencegah munculnya banyak kasus impor. Langkah antisipasi itu bisa dilakukan dengan mewajibkan warga yang punya riwayat perjalanan dari daerah lain untuk melakukan karantina selama 14 hari.
”Untuk kasus impor, antisipasi paling utamanya, ya, orang yang masuk harus terdata dan karantina di rumah selama 14 hari. Yang susah, kan, menegakkan aturan karantina ini karena harus ada pengawasan yang ketat,” ungkap Bayu.
Terkait pembukaan obyek wisata, Bayu mengatakan, harus ada pengawasan ketat untuk memastikan penerapan protokol kesehatan di sana. Seluruh wisatawan yang datang ke obyek wisata juga mesti terdata dengan baik untuk memudahkan penelusuran kontak.
”Selain didata, yang lebih penting adalah pengawasan ketat. Jadi, wisatawan yang datang benar-benar tidak boleh buka masker atau bergerombol,” katanya.
Baca juga : Warga Tak Disiplin, DIY Perpanjang Tanggap Darurat dan Lakukan Tes Massal
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, pembukaan obyek wisata harus diikuti dengan penerapan protokol kesehatan dan pendataan seluruh wisatawan yang datang. Pendataan itu penting untuk memudahkan penelusuran kontak jika ada kasus positif Covid-19. Saat ini, Pemda DIY telah menyiapkan aplikasi daring untuk pendataan itu.
”Saya minta pemerintah kabupaten/kota untuk mendata wisatawan yang masuk ke obyek wisata mana pun di DIY. Harus didata nama, alamat, dan nomor telepon,” ujar Sultan.