Pembukaan Obyek Wisata di DIY Dilakukan Bertahap dan Terbatas
Destinasi wisata perlu memastikan kesiapan penerapan protokol kesehatan ketat sebelum kembali beroperasi di masa pandemi Covid-19. Operasional kembali juga dilakukan secara bertahap dan terbatas.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pengelola destinasi wisata perlu memastikan kesiapan penerapan protokol kesehatan ketat sebelum kembali beroperasi di masa pandemi Covid-19. Operasional kembali juga mesti dilakukan secara bertahap dan terbatas. Pengelola harus membuat surat kesanggupan melaksanakan protokol kesehatan secara konsisten.
Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Singgih Rahardjo menyampaikan, saat ini destinasi wisata masih memasuki tahap uji coba operasional kembali. Standar operasional berbasis protokol kesehatan telah disiapkan. Simulasi turut dilakukan guna menguji seberapa siap destinasi tersebut beroperasi kembali di tengah pandemi.
”Kami melihat hasil monitoring dan evaluasi uji coba operasional terbatas ini. Tentu, kami akan mengacu pada hal itu. Lebih memastikan kesiapan itu. Ada bagian di mana kita menyiapkan destinasi supaya aman dan nyaman bagi para wisatawan,” kata Singgih, saat dihubungi, Jumat (26/6/2020).
Sebelumnya, Dinas Pariwisata DIY telah memilih 10 destinasi wisata yang akan menjadi percontohan penerapan kebijakan normal baru di bidang pariwisata. Protokol kesehatan diterapkan secara ketat dan disiapkan pula fasilitas pendukung guna mencegah penularan Covid-19 di destinasi itu. Kesepuluh destinasi wisata itu tersebar di tiga wilayah DIY, yakni Kabupaten Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman.
Destinasi wisata yang dipilih itu merupakan destinasi wisata alam, seperti Gunung Api Purba Nglanggeran, Tebing Breksi, Pantai Parangtritis, dan Pantai Baron. Destinasi wisata alam dinilai lebih bisa mendukung penerapan protokol kesehatan berupa jaga jarak mengingat lokasinya yang luas.
Destinasi wisata alam dinilai lebih bisa mendukung penerapan protokol kesehatan berupa jaga jarak mengingat lokasinya yang luas.
Singgih menyatakan, uji coba tidak hanya dilakukan satu kali, tetapi berkali-kali hingga syarat penerapan protokol kesehatan terpenuhi. Terdapat tim yang melakukan verifikasi kesiapan destinasi tersebut.
”Ada persyaratan yang harus dipenuhi juga. Pengelola destinasi wisata harus membuat surat kesanggupan melaksanakan protokol kesehatan secara konsisten. Kalau terjadi sesuatu, mereka akan bertanggung jawab,” kata Singgih.
Singgih menyampaikan, setelah simulasi terakhir, destinasi wisata juga tidak akan langsung dibuka sepenuhnya. Operasional kembali dilakukan secara terbatas dan bertahap. Terlebih lagi, Pemerintah DIY memutuskan memperpanjang status tanggap darurat Covid-19 hingga 31 Juli 2019.
”Jumlah pengunjung akan dibatasi. Dari sisi asal pengunjung juga masih kami prioritaskan dari DIY. Kalau ada dari luar DIY, itu harus menunjukkan hasil rapid test yang negatif yang masih valid. Jam operasional pun dibatasi,” kata Singgih.
Ada risiko terjadinya penularan dari aktivitas pariwisata. Sebab, aktivitas tersebut melibatkan banyak orang.
Komandan Satuan Tugas Pencegahan Covid-19 Universitas Gadjah Mada Rustamadji menyampaikan, rencana operasional kembali destinasi wisata perlu dilakukan dengan kehati-hatian tingkat tinggi. Ada risiko terjadinya penularan dari aktivitas pariwisata. Sebab, aktivitas tersebut melibatkan banyak orang.
Terlebih lagi, masih terjadi penambahan pasien positif Covid-19 yang masuk kategori pelaku perjalanan. Pada Jumat ini, misalnya, terdapat penambahan tiga kasus positif, yakni Kasus 302 (perempuan, 30 tahun, warga Sleman), Kasus 303 (laki-laki, 48 tahun, warga Sleman), dan Kasus 304 (laki-laki, 32 tahun, warga Sleman).
Ketiganya juga dikategorikan sebagai pelaku perjalanan. Kasus 302 punya riwayat perjalanan dari Solo, Kasus 303 baru saja melakukan perjalanan dari Balikpapan untuk kepentingan pekerjaan, sedangkan Kasus 304 memiliki riwayat perjalanan dari Papua.
”Protokol kesehatan itu harus benar-benar diterapkan di destinasi wisata. Tidak sekadar mengukur suhu dan jaga jarak. Tetapi, juga pencatatan riwayat perjalanan dari pengunjung. Protokol kesehatan juga harus diterapkan di tempat angkutannya. Lebih-lebih, screening sebelum berangkat dari daerah asalnya harus dipastikan,” kata Rustamadji.
Dihubungi terpisah, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Amirullah Setya Hardi, mengatakan, operasional kembali destinasi wisata perlu kesadaran semua pihak untuk menerapkan protokol kesehatan. Tidak bisa penerapan protokol kesehatan itu mengandalkan kesadaran satu pihak.
”Kesadaran publik, masyarakat, dan kesiapan pemerintah merupakan sesuatu yang mutlak jika daerah membuka diri dan menerima kunjungan wisatawan. Tentu, wisatawan dari luar daerah juga harus berlaku dengan ketentuan khusus. Kesadaran bersama menjadi suatu yang sangat penting,” kata Amirullah.