Aktivitas Sosial Pedesaan di Yogyakarta Disertai Pranata Baru
Selama masa pandemi, aktivitas sosial di desa harus mengikuti pranata atau aturan baru guna mencegah penularan Covid-19. Butuh kesadaran bersama agar pranata baru itu bisa dijalankan dengan efektif.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 beberapa bulan terakhir ini telah berdampak pada banyak hal. Salah satu yang turut terpengaruh adalah aktivitas sosial masyarakat di wilayah pedesaan. Aktivitas sosial di desa harus mengikuti pranata atau aturan baru guna mencegah penularan Covid-19.
Di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), misalnya, segala hal yang baru dikenalkan secara cepat agar beradaptasi dengan situasi yang tak pasti kapan akan berakhir ini.
Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi mengatakan, seiring pandemi Covid-19, masyarakat desa itu didorong menjalankan aktivitas sosial dengan pranata baru. ”Kelompok-kelompok masyarakat kami dorong membangun pranata sosial yang baru. Misalnya terkait tata cara menerima tamu, penyelenggaraan peribadatan, penyelenggaraan hajatan, dan sebagainya, harus disertai dengan pranata sosial yang baru,” kata Wahyudi, Kamis (18/6/2020), di Yogyakarta.
Pranata sosial baru itu dibutuhkan karena pranata-pranata yang selama ini berlaku di masyarakat tidak lagi relevan dengan kondisi pandemi saat ini. Untuk mencegah kemungkinan penularan Covid-19, dibutuhkan pranata baru yang memperhatikan protokol kesehatan, misalnya dengan mewajibkan warga memakai masker, menjaga jarak, dan sering mencuci tangan.
Oleh karena itu, saat menjalankan aktivitas sosial yang melibatkan banyak orang, warga juga mesti memperhatikan protokol kesehatan itu. Dalam menjalankan peribadatan bersama, misalnya, warga diwajibkan menggunakan masker dan menjaga jarak.
”Peribadatan, seperti shalat Jumat, tetap dilaksanakan dengan kesepakatan yang sudah dibangun lebih dulu. Prinsip pencegahan Covid-19 juga dijalankan,” ujar Wahyudi.
Agar pranata sosial baru itu berjalan efektif, mau tak mau masyarakat harus memiliki kesadaran bersama mengenai pentingnya pencegahan Covid-19. Oleh karena itu, perlu upaya membangun kesadaran agar masyarakat desa benar-benar memahami pentingnya menjalankan protokol kesehatan.
Di Desa Panggungharjo, upaya membangun kesadaran bersama itu, antara lain, dilakukan dengan cara menyemprotkan disinfektan ke sejumlah wilayah desa. Menurut Wahyudi, penyemprotan disinfektan itu dilakukan secara mencolok agar warga menyadari situasi krisis yang terjadi.
”Perlu membangun kesadaran kolektif bahwa kita menghadapi situasi yang serius. Waktu itu yang kita lakukan adalah melakukan penyemprotan disinfektan secara demonstratif dalam rangka menggedor kesadaran masyarakat bahwa ini situasi yang serius,” ujar Wahyudi.
Wahyudi menambahkan, kesadaran bersama itu juga penting agar penerapan pranata sosial yang baru tidak menimbulkan konflik sosial. Sebab, jika ada sebagian warga yang belum menyadari pentingnya penerapan pranata baru itu, bisa muncul penolakan yang dapat memicu konflik sosial di desa.
Berhenti sementara
Di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY, aktivitas sosial yang melibatkan banyak orang sempat dihentikan sementara pada masa-masa awal pandemi Covid-19. Kepala Desa Wonokerto Tomon Haryo Wirosobo menuturkan, penghentian sementara itu dilakukan untuk menekan penularan Covid-19.
”Warga relatif patuh. Kalau warga tidak patuh, kita datangi dan ingatkan karena ada satgas desa yang memantau aktivitas masyarakat,” ujar Tomon.
Tomon menambahkan, bila pemerintah telah memberlakukan kebijakan normal baru, aktivitas sosial di Wonokerto bakal diperbolehkan kembali. Namun, masyarakat tetap diminta menjalankan protokol kesehatan, misalnya memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Di sisi lain, jumlah warga yang terlibat dalam sebuah acara sosial juga harus dibatasi. Pembatasan dilakukan untuk mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19.
”Kalau, misalnya, ada acara pengajian dan sebagainya, silakan. Dengan catatan tetap melaksanakan protokol kesehatan dan berkumpulnya tidak boleh orang banyak, maksimal mungkin 15 orang,” kata Tomon.
Selama masa pandemi Covid-19, kondisi Desa Wonokerto tetap kondusif. Relasi sosial di antara warga juga tetap baik meskipun sempat diberlakukan lockdown atau karantina wilayah secara lokal di beberapa dusun di Wonokerto.
Selain itu, beberapa warga Desa Wonokerto juga sempat diminta karantina mandiri di rumah karena mereka mendapat hasil reaktif saat mengikuti tes cepat Covid-19. Namun, warga yang melakukan karantina mandiri itu tak dikucilkan oleh para tetangganya.
”Untuk keluarga yang melakukan karantina mandiri di rumah, kebutuhannya dicukupi oleh warga dan pemerintah desa,” kata Tomon.
Deputi Pengembangan Masyarakat Bidang Sosial Budaya Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Dina Mariana, mengatakan, pada masa awal pandemi Covid-19, aktivitas sosial di sejumlah desa memang berkurang. Namun, saat ini aktivitas sosial itu mulai muncul kembali.
Meski begitu, Dina menuturkan, munculnya kembali aktivitas sosial itu juga diikuti kesadaran warga untuk menjalankan protokol kesehatan. ”Kalau yang kami amati sekarang, aktivitas sosial di desa sudah nyaris kembali seperti sebelum pandemi, tetapi sudah disertai kesadaran mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak,” ujarnya.
Dina memaparkan, aktivitas sosial di kalangan masyarakat desa tak mungkin dihilangkan. Hal ini karena masyarakat desa sudah terbiasa dengan pertemuan tatap muka di antara sesama warga. Apalagi, sebagian besar warga desa juga belum terbiasa menggelar pertemuan dengan aplikasi daring seperti yang marak di perkotaan saat ini.
”Masyarakat desa sudah terbiasa dengan kultur tatap muka. Jadi, acara-acara sosial di desa tidak bisa dihindari karena itu media komunikasi mereka,” katanya.