Stimulus Perikanan Budidaya Mulai Digulirkan di Sulut
Pembudidaya ikan air tawar dan udang di Sulut didorong untuk mengembangkan usahanya pada saat pandemi Covid-19 menghentikan laju sektor lainnya. KKP pun menyediakan stimulus permodalan hingga berbagai sarana produksi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Para pembudidaya ikan air tawar dan udang di Sulawesi Utara didorong untuk mengembangkan usahanya pada saat pandemi Covid-19 menghentikan laju sektor lainnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyediakan dana pinjaman berbunga rendah sebagai stimulus. Sebagian pembudidaya pun mengambil peluang itu.
Dihubungi dari Manado, Minggu (14/6/2020), Abdul Karim (60), pembudidaya bandeng dan udang di Molas, Kecamatan Bunaken, mengatakan, dia mendapatkan kredit Rp 500 juta dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bunga 3 persen per tahun yang ditetapkan dianggapnya sangat terjangkau.
”Saya bersyukur sekali pemerintah mau mengucurkan kredit di masa seperti ini. Luas area kolam saya lebih kurang 25 hektar. Setiap tiga bulan kira-kira bisa menghasilkan 5 ton bandeng dan udang. Saya yakin bisa cepat bayar angsuran,” kata Abdul.
Saat ini, Abdul hanya menjual produknya kepada pembeli di Manado dan sekitarnya. Ia berharap kredit dari KKP dapat membantu memperbesar skala bisnis budidayanya hingga mampu merambah pasar ekspor. ”Semakin bagus bisnis, semakin mudah melunasi kredit. Kalau selesai tepat waktu atau lebih cepat, misalnya 6 bulan, pemerintah bisa kasih kredit lagi, bahkan berlipat ganda sampai Rp 1 miliar,” ujar Abdul.
Abdul Karim adalah satu dari sekian pengusaha yang menerima bantuan kredit dari KKP. Sebanyak 5.000 ekor induk ikan air tawar senilai Rp 85,55 juta, benih ikan air tawar 3 juta ekor senilai Rp 732 juta, dan paket budidaya ikan sistem bioflok senilai Rp 2,96 miliar juga diberikan kepada pembudidaya di Sulut. Pegiat perikanan air tawar di Minahasa Utara juga mendapatkan bioflok, benih ikan nila, dan asuransi senilai Rp 778,8 juta.
Dalam kunjungan ke Minahasa Selatan, Manado, dan Minahasa Utara pada Jumat (12/6/2020), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, Sulut memiliki potensi perikanan budidaya yang kuat untuk ikan air tawar ataupun udang. Menurut dia, satu keluarga hanya perlu memanfaatkan 1 hektar lahan budidaya.
Dengan sistem intensif, 1 hektar saja bisa menghasilkan ikan 40 ton.
”Dengan sistem intensif, 1 hektar saja bisa menghasilkan ikan 40 ton. Pemerintah hanya perlu membantu dari satu sisi, yaitu permodalan, karena alam Sulut sudah mendukung. Pasarnya pun sudah ada. KKP punya modal, gubernur akan bantu menyalurkan,” kata Edhy.
Edhy mengakui, anggaran KKP sempat dipotong Rp 1,8 triliun demi mengatasi Covid-19. Namun, saat ini, sudah ada Rp 1,024 triliun yang ia janjikan akan disalurkan kepada nelayan ataupun pembudidaya sebagai kredit dengan bunga 3 persen per tahun. Kredit disalurkan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP).
Edhy pun mendorong para pembudidaya memanfaatkan fasilitas tersebut, apalagi harga produk perikanan budidaya tengah naik. Ia mencontohkan, harga udang yang sebelumnya di bawah Rp 40.000 per kilogram ukuran 100 ekor kini telah meningkat menjadi Rp 60.000.
”Sebelum pandemi Covid-19, harganya tidak setinggi ini. Artinya, pasar domestik dan ekspor masih mencari udang. Saat ini, produksi udang di Indonesia tidak sampai 1 juta ton per tahun. Saya targetkan bisa mencapai 4 juta ton, kalau perlu lebih,” kata Edhy.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey pun menyatakan dukungan bagi program budidaya KKP. Tambak udang vaname di Minahasa Selatan, misalnya, disebutnya telah beroperasi dengan baik. Pembudidaya, katanya, tidak perlu khawatir produknya tidak terjual sebab pemerintah pusat telah menugaskan badan usaha milik negara (BUMN) menyerap produk perikanan di seluruh Indonesia.
PT Perikanan Nusantara (Perinus) adalah salah satu BUMN yang ditugaskan pemerintah untuk menyerap produk perikanan, baik budidaya maupun tangkap. Direktur Utama PT Perinus Yana Aditya menyatakan, 20 ton produk perikanan telah dibelinya dari Sulut. Sebelum dipasarkan, ikan yang telah diserap akan dimasukkan ke sistem resi gudang yang disediakan PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), BUMN lain.
Fajar Wibhiyadi, Direktur Utama PT KBI, mengatakan, sistem resi gudang dimaksudkan untuk menstabilkan harga ikan dari nelayan. Pihaknya berperan menyediakan sarana dan prasarana kliring, penjaminan transaksi, registrasi resi gudang komoditas ikan, serta pembiayaan bagi nelayan mitra PT Perinus.
Menurut Fajar, sistem ini dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya. Potensi sektor perikanan sebesar Rp 15.000 triliun juga akan dapat tercapai.
Untuk saat ini, PT KBI mencatat penerbitan 444 resi gudang senilai Rp 113,3 miliar dengan nilai pembiayaan Rp 61,7 miliar. Sepanjang Januari-Mei 2020, tercatat penerbitan 110 resi gudang senilai Rp 71 miliar dengan pembiayaan Rp 25 miliar. Namun, kebanyakan komoditas yang dibiayai sistem resi gudang masih meliputi produk pertanian, seperti gabah, beras, dan jagung.