Terungkap, Perekrut Awak Kapal Tak Berizin di Tegal
Sebelumnya, kasus sempat viral karena ada ABK yang meninggal kemudian dilarung ke laut lepas. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni komisaris dan direktur perusahaan yang berkantor di Kabupaten Tegal itu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA/KRISTI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Tengah mengungkap perekrutan dan penempatan awak kapal tak berizin oleh PT Mandiri Tunggal Bahari yang berkantor di Kabupaten Tegal. Dalam dua tahun terakhir, perusahaan itu menyalurkan 231 anak buah kapal.
Hal itu terungkap dalam konferensi pers di Markas Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (20/5/2020) sore. Dua tersangka, yakni SU (45) sebagai Komisaris dan MH (54) sebagai Direktur PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB). Keduanya ialah warga Kabupaten Tegal.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar Iskandar Fitriana Sutisna, pada 30 September 2019, PT MTB memberangkatkan ABK atas nama Taufik Ubaidilah untuk bekerja pada kapal berbendera China, FV Fu Yuan Yu 1218, serta sejumlah ABK lain.
Pada 23 November 2019, Taufik meninggal karena kecelakaan kerja. ”Lalu jenazahnya dilarung ke lautan lepas. Sementara enam ABK lain melompat dari kapal. Empat orang diselamatkan kapal Malaysia, sedangkan dua orang hingga kini belum ditemukan,” ujar Iskandar.
Iskandar menambahkan, pada 29 Oktober 2019, PT MTB juga memberangkatkan Herdianto dan sejumlah ABK untuk kapal berbendera China, Lu Qing Yuan Yu 623. Pada 16 Januari 2020, Herdianto meninggal karena sakit dan jasadnya dilarung ke lautan. Kasus itu viral dan ditangani Mabes Polri.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Komisaris Besar Budi Haryanto menuturkan, PT MTB ialah perusahaan yang sah. Namun, perusahaan tersebut tak memiliki Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI).
”Surat itu penting antara lain agar keselamatan para pekerja migran terjamin. Apabila itu tak dipenuhi, akibatnya seperti ini, tak bisa dipertanggungjawabkan. Sejak dua tahun lalu, total sudah 231 orang yang disalurkan (menjadi ABK),” kata Budi.
Upah 350 dollar AS
Budi menambahkan, para pekerja itu dijanjikan upah 350 dollar AS atau setara Rp 5,1 juta per bulan per ABK. Dari keterangan para ABK yang meloloskan diri, perlakuan terhadap mereka selama di kapal tidak manusiawi.
Atas kejadian itu, para tersangka terancam dijerat Pasal 85 dan 86 Undang-Undang 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Juga, Pasal 4 Undang-Undang 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman maksimal 3 tahun penjara.
Adapun barang bukti yang disita Polda Jateng dari tersangka antara lain surat pengembalian dokumen dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, buku pendaftaran, rekapitulasi pendaftaran, kontrak kerja, dan slip gaji.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng Sakina Rosellasari menuturkan, kasus itu bukan dalam kewenangan pihaknya, tetapi Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub. Namun, dari pengungkapan diketahui bahwa PT MTB hanya mendaftarkan nomor induk berusaha (NIB), tetapi komitmen tidak terpenuhi.
Dari keterangan para ABK yang meloloskan diri, perlakuan terhadap mereka selama di kapal tidak manusiawi.
Pihaknya mengimbau masyarakat berhati-hati apabila ada tawaran serupa. ”Harus dicek agen pengawakannya resmi atau tidak. Calon pekerja berhak menanyakan itu. Jadi, jangan mau hanya diiming-imingi pelatihan dan jumlah gaji tertentu,” katanya.
PT LPB
Di Kota Tegal, Jateng, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Tegal memanggil pimpinan PT Lakemba Perkasa Bahari (LPB), Rabu (20/5/2020), untuk meminta klarifikasi terkait adanya dugaan perbudakan yang dialami sejumlah ABK yang disalurkan melalui perusahaan tersebut.
PT LPB diketahui menyalurkan lima ABK untuk bekerja di kapal Long Xing 629, yakni Don Bosco Resa Lohonauman (18), Carren Dorromeus Solum (19), Gunawan Ahyan (20), Rizky Fauzan Alvian (27), dan Efendi Pasaribu (21). Sementara Efendi dinyatakan meninggal dunia di tempat karantina di Busan, Korea Selatan.
Dari hasil penelusuran, PT LPB memiliki surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenub. Dalam SIUPPAK tertulis bahwa perusahaan itu dimiliki Edy Pranoto dan beralamat di Bekasi, Jawa Barat.
Legal PT LPB, Ali Alatas, mengatakan, berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, PT LPB berkedudukan di Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jateng. Direktur perusahaan tersebut diketahui bernama Muamar Kadafi.
”Sebelumnya, kami tidak mengetahui keberadaan PT LPB di Kota Tegal karena tidak pernah ada laporan dan koordinasi dalam pengiriman awak kapal. Untuk itu, kami meminta PT LPB untuk mengurus perizinan ke Kementerian Perhubungan serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tegal,” kata Kepala Disnakerin Kota Tegal R Heru Setyawan.
Heru juga mengimbau PT LPB untuk memasang papan nama perusahaan setelah pengurusan perizinan selesai dilakukan. Menurut dia, PT LPB juga harus berkoordinasi dengan Disnakerin Kota Tegal sebelum mengirim atau menempatkan ABK.
Ditemui terpisah, calon ABK yang sedang menjalani masa pelatihan di PT LPB Kota Tegal, Andika Okta (22), mengatakan, dirinya sudah mengetahui adanya berita terkait adanya perbudakan ABK di kapal asing. Namun, hal itu tidak membuat Andika takut.
”Saya siap untuk ditempatkan di mana saja. Yang penting yakin, semuanya sudah ada yang mengatur,” ujar Andika.
Menurut Andika, dirinya dijanjikan akan mendapatkan upah 300 dollar Amerika Serikat (Rp 4 juta). Sebelum diberangkatkan, Andika menjalani masa pelatihan sekitar 6 bulan. Selama pelatihan, Andika belajar terkait teknik perkapalan.