Bupati Muara Enim Nonaktif Divonis Lebih Ringan dari Tuntutan
Bupati Muara Enim (nonaktif) Ahmad Yani divonis penjara 5 tahun dan membayar denda Rp 200 juta. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,1 miliar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Bupati Muara Enim (nonaktif) Ahmad Yani divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subisder 6 bulan penjara dalam tindak pidana korupsi. Dia juga harus membayar kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Putusan vonis ini dibacakan Ketua Majelis Hakim Erma Suharti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Selasa (5/5/2020). Dalam sidang vonis yang digelar secara virtual ini, Ahmad dinilai telah melakukan tindak pindana korupsi secara bersama-sama. Atas perbuatannya ini, Ahmad dianggap melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Pasal 55 Ayat 1 juncto Pasal 64 aAyat 1.
Selain hukuman penjara, Ahmad juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,1 miliar. Jika dalam satu bulan setelah putusan inkrah uang tersebut tidak bisa diganti, aset miliknya akan dilelang. Apabila hasil lelang tidak mencukupi, harus diganti Ahmad dengan hukuman penjara selama 8 bulan.
Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penutut umum dari KPK, yakni 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara. Ahmad juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 3,1 miliar.
Selain itu, dalam vonis, majelis hakim tidak menyebutkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih sebagai eksekutif ataupun anggota legislatif. Padahal, jaksa KPK telah menuntut agar hak politik Ahmad untuk dipilih dicabut selama lima tahun setelah putusan inkrah.
Majelis hakim tidak menyebutkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih sebagai eksekutif ataupun anggota legislatif.
Dalam putusan vonis tersebut, Ahmad terbukti meminta dana komitmen kepada seorang pengusaha, Robi Okta Fahlevi sebesar 15 persen dari 16 paket proyek peningkatan jalan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim senilai Rp 130 miliar. Sebagai gantinya Robi akan mendapatkan proyek tesebut.
Semua proses transaksi dilakukan antara Robi dan orang kepercayaan Ahmad Yani, yakni Elfin MZ Muchtar yang menjabat kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Muara Enim sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Secara keseluruhan, Ahmad Yani diduga telah menerima uang sekitar Rp 3,5 miliar, tanah senilai Rp 1,2 miliar, dan dua mobil. Adapun sisa uang dana komitmen diberikan kepada Wakil Bupati Juarsah, sebanyak 25 anggota DPRD Muara Enim, sejumlah PPK, juga kepada Elfin.
Dalam persidangan, Ahmad juga terbukti memerintahkan Elfin untuk meminta uang tambahan pada Robi sebesar 35.000 dollar AS. Uang tersebut rencananya akan diberikan kepada Firli Bahuri yang kala itu menjabat sebagai Kapolda Sumsel. Saat transaksi inilah Robi dan Elfin ditangkap penyidik KPK di kawasan Alang-Alang Lebar, Palembang, pada 2 September 2019. Barang bukti uang 35.000 dollar AS pun dibawa sebagai barang bukti.
Penasihat hukum Ahmad Yani, Maqdir Ismail, kecewa atas putusan majelis hakim. Menurut dia, banyak fakta persidangan yang dikesempingkan. Salah satunya tentang anggapan majelis hakim yang menyatakan dua mobil yang diberikan oleh Robi adalah untuk kepentingan pribadi Ahmad Yani. Padahal, dalam catatan pemerintah daerah, mobil itu merupakan pinjaman untuk operasionalisasi.
Selain itu, juga terkait uang 35.000 dollar AS yang dijadikan barang bukti operasi tangkap tangan (OTT). Menurut Maqdir, seharusnya saksi kunci, yakni ajudan Bupati Muara Enim dan ajudan Kapolda Sumsel, dihadirkan. Namun, hingga vonis dibacakan, kedua orang tersebut tidak dihadirkan sama sekali.
Selanjutnya, terkait semua kesaksian dari Elfin yang seolah-olah dianggap sebagai kebenaran dan tidak bisa terbantahkan. ”Atas putusan ini, kami akan berkonsultasi kepada klien kami terlebih dahulu,” kata Maqdir.
Sementara itu, jaksa KPK, Roy Riyadi, menjelaskan, dari hasil sidang vonis ini, pihaknya masih akan pikir-pikir sampai batas waktu. ”Atas putusan ini, kami pikir-pikir dulu,” ujarnya.