logo Kompas.id
NusantaraKetika Bunyi Tembakan...
Iklan

Ketika Bunyi Tembakan Menyambut Kami di Nduga

Pada minggu kedua Agustus tahun 2016, tim harian ”Kompas” mengunjungi Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, untuk meliput pembangunan jalan Trans-Papua. Banyak peristiwa menarik dan mendebarkan selama tiga hari di sana.

Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA, NOBERTUS ARYA DWIANGGA, dan JOSIE SUSILO HARDIANTO
· 8 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/4pMppFOH9AncuzCjba1CwzZwxCA=/1024x677/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_25516757_0_0.jpeg
KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Warga Distrik Dal melewati ruas jalan penghubung Wamena-Mbua-Kenyam, Selasa (16/8/2016). Jalan yang dibangun oleh Yon Zipur XII Nabire dan Yon Zipur XIII Sorong merupakan bagian dari proyek jalan trans Papua sepanjang 298 kilometer yang menghubungkan Wamena di Kabupaten Jayawijaya dengan Mumugu di Kabupaten Asmat.

Sekitar pukul 09.00 WIT, saya Fabio Maria Lopes Costa, wartawan harian Kompas di Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, telah berada di ruang tunggu Bandara Sentani Jayapura, Minggu (14/8/2016).

Saya menanti kedatangan kedua rekan kerja dari Jakarta, yakni Nobertus Arya Dwiangga dan Josie Susilo Hardianto. Menurut rencana, kami bertiga akan meliput pembangunan Jalan Trans-Papua di ruas Wamena ke Mbua sepanjang 90 kilometer.

Ruas ini merupakan rangkaian dari pembangunan Jalan Trans-Papua dari Wamena ke Mumugu sepanjang 284,30 kilometer. Jalan ini menghubungkan tiga kabupaten di pegunungan Papua, yakni Jayawijaya ke Nduga dan Asmat.

Presiden Joko Widodo pernah mengunjungi Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga. Presiden juga telah berjanji untuk membangun wilayah pedalaman Papua dengan membangun jalan.

https://cdn-assetd.kompas.id/_jw4K3D2QIcKB8VMG4dv9-3TyRE=/1024x744/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2F20170511NTA07_1566442606.jpg
KOMPAS/ ANITA YOSSIHARA

Presiden Joko Widodo beserta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hadimuljono dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengendarai sepeda motor trail di Jalan Trans-Papua yang menghubungkan Wamena-Nduga, Rabu (10/5/2017) siang.

Tujuan liputan secara mendasar adalah melihat pembangunan di Papua, yakni pembangunan jalan. Informasi awal kami kumpulkan dari pemberitaan Kompas, wawancara dengan sejumlah pejabat kementerian, dan wawancara orang yang dipandang tahu mengenai kondisi Papua, termasuk mengumpulkan data di kementerian terkait dan provinsi.

Tak lama kemudian saya bertemu Josie dan Arya di ruang tunggu. Meskipun kelihatan lelah karena perjalanan ke Jayapura selama lima jam, keduanya sangat bersemangat untuk tugas liputan ini.

Sekitar sejam kemudian, kami dengan menumpang pesawat jenis ATR menuju Wamena, ibu kota Jayawijaya. Kondisi cuaca sepanjang perjalanan dari Jayapura ke Wamena sangat cerah siang itu.

Setelah tiba di Wamena, saya bersama Mas Josie dan Arya langsung ke Markas Kodim 1702/Jayawijaya. Di sana kami bertemu dengan perwakilan tim yang akan mengantar kami ke Distrik Mbua.

https://cdn-assetd.kompas.id/ILQjun6omnqcpothSl4mR5aC5ic=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_25634107_123_2.jpeg
KOMPAS/NOBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Tim Kompas berada di Posko Satgas pembangunan jalan Wamena-Mumugu, Papua.

Setelah berkoordinasi tentang tema liputan bersama tim dari Satgas Operasi Pembangunan Jalan Wamena I, kami pun menikmati makan siang. Turut bersama kami rekan wartawan dari Metro TV.

Sebelum berangkat, kami berbelanja beberapa bahan makanan. Sebagai gambaran, harga gula di Wamena Rp 25.000 per kilogram, mi instan kemasan (Rp 120.000 per karton isi 40 bungkus), dan telur ayam. Tidak lupa kami membeli satu slop rokok isi 10 bungkus bagi teman seperjalanan seharga Rp 167.000. Total belanja yang kami habiskan untuk perbekalan sekitar Rp 1,1 juta.

Sekitar pukul 13.00 WIT, kami bersama tim satgas bertolak ke Mbua. Beberapa kali kami berhenti untuk sekadar istirahat sambil menikmati pemandangan yang jarang kami temui.

https://cdn-assetd.kompas.id/_EsFOqP4XosASuVDb05fXRr-DNs=/1024x655/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_11048825_76_0.jpeg
KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG

Danau Habema di Kabupaten Jayawijaya, Papua, dengan latar belakang pegunungan tinggi, Kamis (11/10/2012). Danau yang merupakan bagian dari Taman Nasional Lorentz itu terletak di ketinggian 3.335 meter dari permukaan laut dan menyimpan berbagai potensi keanekaragaman hayati yang unik.

Belum lama kami melewati kawasan Taman Nasional Lorentz, memandang Danau Habbema di kejauhan, kawasan tundra yang hanya ditumbuhi pakis, serta menyusuri pegunungan Trikora yang dipenuhi bunga edelweis. Sungguh indah pemandangan saat itu.

Bunyi tembakan

Perjalanan ke Mbua memakan waktu sekitar tujuh jam. Kondisi jalan yang terjal karena sebagian besar belum teraspal. Ada beberapa kejadian kecelakan lalu lintas yang menyebabkan jatuh korban jiwa.

Ada sejumlah ruas jalan yang berada di atas di jurang tanpa pagar pelindung. Ada beberapa titik ruas jalan dengan elevasi atau tingkat kemiringan jalan hampir mencapai 45 derajat.

https://cdn-assetd.kompas.id/vl8O1StzBv2Op4XGUB05rlfxjew=/1024x655/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_25634107_123_3.jpeg
Kompas

Persiapan dan perjalanan dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya, menuju Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Papua. Selain mengumpulkan informasi, kami juga menyiapkan logistik.

Sekitar pukul 19.00 WIT, tiba-tiba kendaraan kami berhenti. ”Lapor, Ndan, tadi saya mendengar ada suara tembakan sebanyak empat kali dari arah atas,” ujar seorang tentara sambil menunjuk ke arah atas kepada Mayor Arif R Hakim, Komandan Satgas Operasi Pembangunan Jalan Wamena I.

”Baik, tetap waspada,” kata Mayor Arif dari dalam kabin kendaraan. Kami yang berada dalam satu kendaraan dengan Mayor Arif terdiam. Cemas.

”Mas, apakah tadi mendengar suara tembakan?” suara Mayor Arif mengagetkan kami. Kami pun menjawab tidak. Bagaimana bisa mendengar, posisi kami di dalam kendaraan. Sementara itu, di luar sedang hujan. Kabut pun seakan tidak mau kalah menyelimuti dua kendaraan kami, mobil dengan penggerak empat roda. Kami hanya bisa diam.

Kendaraan yang kami tumpangi memang dalam posisi berhenti. Bukan karena tembakan, melainkan karena sebagian badan jalan tertutup batu yang longsor. Kendaraan yang kami tumpangi berada di urutan kedua. Di depan, dua tentara tengah menyingkirkan bebatuan yang menutupi jalan sambil tetap memegang senapan SS-1.

Setelah kendaraan kami bisa lewat, Mayor Arif menghubungi posko prajurit di Distrik Mbua lewat radio panggil. Dengan kata sandi, seperti ”Bogenvil” atau ”Kamboja”, Mayor Arif melaporkan posisi kendaraan dan tembakan serta meminta agar tentara di posko waspada. Suara musik yang sejak awal menemani perjalanan kini dimatikan. Kami pun diam dengan beragam pikiran masing-masing.

https://cdn-assetd.kompas.id/2vg2dsRvYOdnFZOpvfHb6ztKPU4=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_25557963_0_0.jpeg
KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Anggota Yon Zipur XII Nabire dan Yon Zipur XIII Sorong bahu-membahu meningkatkan kapasitas ruas jalan penghubung Wamena di Kabupaten Jayawijaya dengan Mumugu di Kabupaten Asmat. Tim dari kedua Yon Zipur itu, Selasa (16/8/2016), membersihkan ruas jalan dari reruntuhan tebing karang yang baru saja diledakkan.

Akhirnya kami tiba di markas satgas di Mbua dengan aman. Para prajurit di sana menyambut kami dengan penuh kehangatan di tengah dinginnya udara Mbua yang mencapai sekitar 10 derajat celsius.

Peledakan tebing

Iklan

Di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, kami tinggal di mes Detasemen Zeni Tempur (Denzipur) 12 dan Denzipur 13. Mes itu sebenarnya adalah kantor Distrik Mbua, setara kecamatan, yang kosong karena tidak pernah dipakai. Para tentara membuat sekat dengan papan dan memasang plastik untuk menutup lantai.

https://cdn-assetd.kompas.id/jS0XtODYDlaDmdBIFws2O3y4QK8=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2F8106870C-AE0A-9F07-80C0CC02FA301C37_1587280510.jpg
KOMPAS/NOBERTUS ARYA DWIANGGA

Tempat tinggal Denzipur 12 dan Denzipur 13 di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Papua.

Kami bertiga tidur satu kamar berukuran 4 meter x 4 meter dengan Mayor Arif. Empat kasur busa digelar di lantai yang dilapisi plastik. Sebuah kamar mandi terletak di pojok kamar. Setelah banyak mengobrol, rupanya kampung halaman Mayor Arif sama dengan kampung halaman Josie Susilo Hardianto, yakni Kabupaten Bojonegoro. Makin klop rasanya.

Tanggal 16 Agustus, kami melihat peledakan tebing di salah satu titik jalan untuk memperlebar badan jalan. Peledakan dilakukan dengan merakit bahan peledak dan detonator. Kami bersama delapan tentara dari bagian peledakan dan pengamanan melihat dari jarak sekitar 200 meter di sisi bukit yang lain. ”Ini sudah jarak aman,” kata salah seorang tentara.

Hitungan mundur pun dimulai. ”Lima... empat... tiga... dua... satu,” ujar tentara bagian peledakan lewat radio panggil. Blar! Terjadi ledakan diikuti suara gemuruh. Kami yang awalnya tenang menjadi panik. Lontaran material akibat ledakan berupa batuan sebesar jari tangan mencapai posisi kami. Para tentara berlarian menjauh. Kami pun kocar-kacir dengan kamera dalam posisi menyala di tangan.

Setelah lontaran material reda, kami saling memandang satu sama lain. Rupanya Arya bertabrakan dengan salah seorang reporter Metro TV yang kebetulan datang ke sana untuk meliput acara 17 Agustus. Sementara itu, Josie memandang kameranya, ”LCD-nya pecah kena batu. Padahal, batunya kecil. Enggak apa-apa, masih bisa dipakai,” kata Josie.

https://cdn-assetd.kompas.id/sLglOjTRipRvPMQcsSGtC5yOEhU=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_25557997_3_2.jpeg
KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Anggota Yon Zipur XII Nabire menyiapkan kabel untuk meledakkan sebuah tebing karang, Selasa (16/8/2016), di jalur penghubung Distrik Mbua-Distrik Ndal, Kabupaten Nduga, Papua. Ruas itu merupakan bagian dari jalur Trans-Papua, Wamena-Mumugu.

Tentara yang menyertai kami tertawa. Rupanya, mereka juga tidak menyangka material hasil ledakan akan terlontar sejauh itu. ”Kalau begini, bisa jadi cerita,” kata Letnan Dua Arif, seorang ahli peledak.

Anak-anak Mbua

Di sekitar mes, kami bertemu banyak anak Papua. Salah satunya bernama Daminus. Tampak benjolan jerawat menghiasi mukanya. Daminus mengaku duduk di bangku kelas V sekolah dasar. Namun, temannya bilang, Daminus sudah lama tidak sekolah.

Beberapa anak tersebut biasa diminta bantuan oleh anggota TNI untuk membawa barang atau mencuci perlengkapan memasak. Sebagai upahnya, mereka mendapat makan, telur, bahkan rokok. Entah mereka melihat dari siapa, mereka tampak terbiasa mengisap rokok. Kata beberapa anggota TNI, mereka sudah bisa bermain kartu dan kadang disertai taruhan uang. Ketika kami tanya, belajar dari mana, Daminus menjawab, ”Lihat dari orangtua.”

https://cdn-assetd.kompas.id/uEPzdLRxjwQRWBfNZRbH7WmdqXI=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_25517715_103_0.jpeg
KOMPAS/NOBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, upacara 17 Agustus 2016 dirayakan bersama antara pasukan TNI dengan siswa, guru, dan sebagian pegawai Distrik Mbua. Seusai upacara, acara dilanjutkan dengan perlombaan. Perayaan 17 Agustus di Mbua termasuk istimewa karena upacara bendera untuk 17 Agustus baru dilakukan untuk kedua kalinya tahun ini. Upacara bendera untuk memperingati 17 Agustus pertama kali dilakukan pada 2012.

Di tengah kondisi geografis yang sulit dan faktor gangguan keamanan, kualitas pendidikan bagi ratusan anak-anak Mbua juga belum berjalan optimal.

”Adik sekarang umurmu berapa, kah? Tidak tahu kakak. Mungkin sa (saya) punya umur lima kah atau tujuh tahun begitu,” kata  Demianus Lokbere, salah satu pelajar kelas V pada Sekolah Dasar Inpres Mbua, Kabupaten Nduga, Papua, ketika berjumpa dengan kami.

Ketidaktahuan Demianus merupakan potret kualitas pendidikan ratusan anak di Distrik Mbua. Padahal,  Demianus dan anak-anak Mbua sangat bersemangat untuk menimba ilmu ketika ke sekolah setiap pagi. Saat itu, terdapat lima sekolah di distrik itu. Jumlah siswa SD sebanyak 281 orang, siswa SMP 91 orang, dan siswa SMA 26 orang.

Sementara total jumlah tenaga pengajar untuk ketiga jenjang pendidikan itu sebanyak 29 orang, yang meliputi 20 guru pegawai negeri sipil, 5 guru kontrak, dan 4 orang berstatus guru bantu.

https://cdn-assetd.kompas.id/ECLGvV0OZe2cR55C4PwPQozkoQk=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2F20280455_10209815674136733_6850932812212024440_o_1587281039.jpg
KOMPAS/NOBERTUS ARYA DWIANGGA

Wartawan Kompas Fabio Maria Lopes Costa bersama anak-anak di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, 15 Agustus 2016.

Guru bantu dengan kemampuan yang seadanya akan berperan mengajar anak-anak ketika guru PNS meninggalkan tempat tugas untuk keperluan administrasi, seperti penerimaan gaji dan pelatihan. Biasanya guru bantu hanya memberikan pelajaran khususnya pendidikan agama kepada para siswa.

Para guru yang berstatus PNS akan menghabiskan waktu untuk urusan  administrasi di Wamena selama tiga pekan hingga dua bulan. Pada waktu lowong, anak-anak seperti Demianus lebih banyak menghabiskan waktu bermain bersama teman-temannya atau membantu orangtua di kebun untuk menanam sayuran-sayuran dan ubi.

Nduga kini

Kami sangat beruntung selama beberapa  meliput pembangunan Jalan Trans-Papua di Mbua tidak terjadi insiden penembakan oleh kelompok sipil bersenjata.

https://cdn-assetd.kompas.id/IH3SDTATKCqGCqrgxLmNd1xGi8I=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2F20181214_INDONESIA-2018-DALAM-FOTO_C_web_1544768234.jpg
KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR

Pasukan gabungan TNI-Polri, Kamis (6/12/2018), di kawasan Bandara Mozes Kilangin, Timika, Kabupaten Mimika, Papua, mengangkut kantong jenazah yang merupakan bagian dari 16 pekerja PT Istaka Karya yang tewas akibat serangan dari kelompok kriminal bersenjata di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua. Hingga Kamis, sebanyak sembilan jenazah dievakuasi ke Timika dan tengah dilakukan identifikasi.

Nduga menjadi daerah zona merah di Papua yang rawan aksi penembakan terhadap aparat TNI Polri maupun warga sipil. Egianus Kogoya, komandan muda yang memimpin aksi tersebut di Nduga.

Aksi Egianus dan pengikutnya yang menyita perhatian publik nasional hingga internasional adalah insiden penembakan 28 pekerja PT Istaka Karya di Bukit Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, pada 2 Desember 2018. Sebanyak 17 orang meninggal, 7 orang selamat, dan 4 orang belum ditemukan tim gabungan TNI dan Polri hingga saat ini.

Pada tahun ini, sudah dua kali terjadi aksi kontak tembak antara aparat keamanan dan kelompok Egianus. Terakhir kontak di Kampung Koteka,  Kabupaten Nduga, pada 26 Februari 2020. Satu anggota Brimob dan dua warga sipil tertembak akibat insiden ini.

Situasi keamanan di Nduga yang tidak kondusif menyebabkan banyak warga yang mengungsi ke sejumlah daerah, seperti Wamena dan Lanny Jaya. Pembangunan jalan Trans-Papua pun terhambat.

https://cdn-assetd.kompas.id/VNSaDRuTX_N6WaCj5UtQOhIGdGQ=/1024x662/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2Ffc8d621a-77c2-4766-8f53-72f83d6d02ac_jpg.jpg
KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA

Tenaga kesehatan memberikan imunisasi polio bagi anak-anak pengungsi dari Kabupaten Nduga di Wamena, Kabupaten Jayawijaya pertengahan 2019.

Dari data Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, terdapat 30.000 warga Nduga yang mengungsi untuk menghindari konflik bersenjata antara aparat TNI Polri dan kelompok Egianus.

Para pengungsi tersebar di sejumlah hutan di Nduga, daerah Lanny Jaya, Asmat, dan Wamena. Sementara korban meninggal akibat korban konflik di Nduga mencapai 254 orang. Korban ini meliputi pengungsi dan para pekerja Istaka Karya.

Itulah cerita kami saat berkunjung ke Mbua empat tahun lalu. Kondisi alam yang luar biasa indah menjadi salah satu kekaguman kami. Dari perjalanan, kami juga menyadari, ada banyak yang harus kami pahami tentang budaya dan cara pandang masyarakat Papua yang terkadang berbeda dengan yang kami pikirkan.

Mudah-mudahan masyarakat di Mbua dan Nduga kembali merasakan situasi aman dan damai. Pembangunan jalan Trans-Papua dari Wamena hingga Mumugu pun segera tuntas.

Editor:
Emilius Caesar Alexey
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000