Perlawanan Cendekiawan Manado untuk Memupus Pandemi
Di tengah krisis akibat wabah Covid-19, kaum cendekiawan dituntut berpikir kritis. Daya kreativitas pun terus diperas tak kenal batas. Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) mencoba berkontribusi di tingkat lokal.
Dalam waktu 14 hari, jumlah kasus positif Covid-19 di Sulawesi Utara melonjak delapan kali lipat. Per Selasa (14/4/2020), sudah 17 orang yang terkonfirmasi mengidap penyakit yang disebabkan virus korona baru itu, setidaknya dua antaranya meninggal.
Pertarungan warga Sulut melawan Covid-19 pun diperkirakan masih panjang. Masih ada 277 orang dalam pemantauan (ODP) dan 32 pasien dalam pengawasan (PDP) yang mungkin saja terbukti terinfeksi Covid-19. Bukti adanya transmisi lokal berarti setiap warga bisa terkena penyakit tersebut di mana saja.
Warga telah diimbau diam di rumah agar tak tertular Covid-19, tetapi kepanikan tak terhindarkan. Cairan pembersih tangan (hand sanitizer), alkohol antiseptik, dan masker bedah tiba-tiba menjadi barang langka karena diborong warga. Padahal, kelompok yang paling berisiko tertular Covid-19 adalah mereka yang berdiri paling depan di medan perang, yakni tenaga medis.
Persediaan yang ada kami gunakan seefisien dan seefektif mungkin untuk membantu para dokter dan perawat yang merawat ODP, PDP, dan pasien-pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19.
”Kami selalu kekurangan. Persediaan yang ada kami gunakan seefisien dan seefektif mungkin untuk membantu para dokter dan perawat yang merawat ODP, PDP, dan pasien-pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19,” kata Kepala Bidang Pelayanan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof dr RD Kandou, Manado, Nurliah Arsam.
RSUP Kandou adalah salah satu pusat pelayanan kesehatan tersibuk dalam melawan Covid-19. Sebanyak 22 dari 40 PDP dirawat di sana, begitu pula 11 dari 13 orang pasien positif Covid-19 yang masih membutuhkan perawatan.
Nurliah mengatakan, ada lebih dari 100 tenaga medis yang bekerja setiap hari. Setiap orang membutuhkan satu pelindung wajah (faceshield). Asalkan tidak rusak, lembaran plastik tipis pelindung wajah dapat dibersihkan dengan cairan alkohol.
Sekitar 50-60 baju hazardous material (hazmat) juga pasti terpakai setiap hari. Nurliah mengatakan, stok baju hazmat dipenuhi oleh pemerintah. Ada 10.000 baju dan 7.150 lembar masker bedah yang telah disalurkan ke Sulut, sekaligus sarung tangan lateks, hingga alat tes cepat dan alat pengambil sampel usap (swab). Namun, semuanya harus dibagi ke 16 rumah sakit rujukan Covid-19 lainnya.
Menurut Nurliah, pertarungan melawan Covid-19 masih panjang. RSUP Kandou punya anggaran untuk membeli peralatan yang dibutuhkan, tetapi produksi industri sangat sedikit. ”Karena itu, kami akan sangat membutuhkan bantuan dari masyarakat. Kami tidak akan pernah mampu berjuang sendirian. Bantuan baju hazmat dan faceshield handmade (buatan sendiri) akan sangat membantu,” ujar Nurliah.
Dalam kondisi seperti inilah kita dituntut kreatif dengan inovasi.
Di tengah krisis ini, kaum cendekiawan dituntut berpikir kritis. Daya kreativitas pun terus diperas tak kenal batas. Kala dunia berjibaku melawan pandemi Covid-19, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) mencoba berkontribusi memerangi wabah Covid-19 di tingkat lokal dengan berbagai inovasi.
”Sekarang keadaan serba darurat. Di China, bahkan pabrik mobil diminta membuat ventilator (mesin bantu pernapasan). Dalam kondisi seperti inilah kita dituntut kreatif dengan inovasi,” kata Wakil Rektor II Unsrat Ronny Maramis.
Inovasi yang dimaksud Ronny adalah alkohol dan hand sanitizer dari arak Cap Tikus serta faceshield rancangan tim pengajar dan mahasiswa Unsrat di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) serta Fakultas Teknik. Hasilnya, 25 liter hand sanitizer, 10 liter alkohol, dan 102 buah pelindung wajah diberikan kepada RSUP Kandou secara cuma-cuma.
Sementara itu, Rumah Sakit Jiwa dr VL Ratumbuysang Manado mendapatkan 10 liter alkohol, 25 liter hand sanitizer, dan 50 pelindung wajah. ”Dosen-dosen yang menjadi dokter dan residen kami paling banyak di dua rumah sakit itu. Jadi, civitas akademika Unsrat yang kami lindungi terlebih dahulu, terutama yang di RSUP Kandou sebagai rumah sakit rujukan,” kata Ronny.
Baca juga: Melacak Sebaran Korona di Indonesia
Menurut Ronny, orientasi penelitian ini adalah mengadakan barang yang sangat krusial, tetapi sedang langka di pasar. Padahal, barang-barang ini turut menjamin keselamatan para pekerja medis. Hingga pertengahan April, setidaknya 28 dokter di Indonesia telah meninggal karena tertular Covid-19.
”Di Italia, bahkan 100 dokter sudah meninggal. Ini bisa dicegah dengan menyediakan kebutuhan para dokter,” katanya.
Kolaborasi
Dana lebih dari Rp 200 juta digelontorkan Unsrat untuk pembuatan berbagai inovasi. Sekitar Rp 150 juta disalurkan khusus untuk Jurusan Fisika FMIPA untuk membangun mesin pemurni alkohol berkapasitas 100-500 liter per hari dalam proyek pembuatan hand sanitizer. Mesin itu telah memiliki hak paten.
”Ini adalah hasil peningkatan skala produksi dari mesin laboratorium kami yang sebelumnya hanya berkapasitas 10 liter per hari. Dengan mesin yang sekarang, kami bisa mendapatkan 1 liter alkohol 82-96 persen dari setiap 2,5 liter arak Cap Tikus berkadar alkohol 40 persen,” kata Hanny Sangian, Ketua Jurusan Fisika Unsrat.
Menurut Hanny, minuman keras tradisional Minahasa itu adalah bahan alternatif yang sangat baik di tengah krisis alkohol dan hand sanitizer. Sebab, ia memperkirakan, produksi Cap Tikus di Sulut bisa mencapai 100.000 liter per hari. Jadi, tidak ada masalah terkait bahan baku di Sulut untuk menyediakan hand sanitizer. Ia telah mengadakan 1.000 liter Cap Tikus di laboratorium.
Baca juga: Simpati untuk Garda Terdepan
Hanny mengatakan, dibutuhkan kolaborasi lintas keilmuan untuk membuat terobosan-terobosan di masa sulit. ”Karena itu, kami bekerja sama dengan Jurusan Kimia,” katanya.
Setelah alkohol dimurnikan, tim Jurusan Kimia bertugas meracik produk akhir hand sanitizer. Ketua Jurusan Kimia Unsrat Dewa Gede Katja mengatakan, 1 liter hand sanitizer terdiri dari 833 mililiter (ml) alkohol Cap Tikus; 47,5 ml hydrogen peroksida; 14,7 ml gliserol; 10 ml cairan aromatik seperti cairan dari kulit jeruk atau daun sirih; serta air.
Menurut Dewa, cairan pembersih dari Cap Tikus ini efektif karena kandungan alkoholnya yang melampaui 80 persen. ”Penelitian yang ada, alkohol 60 persen saja ampuh membunuh virus dan kuman, termasuk virus korona,” katanya.
Kini, Unsrat kebanjiran permintaan cairan pembersih tangan. Pemprov Sulut bahkan bersedia menyediakan 1.000 liter Cap Tikus untuk diproses menjadi 400 liter hand sanitizer untuk dibagikan ke pusat-pusat layanan kesehatan dan masyarakat secara gratis.
Kami terpanggil untuk memenuhi kebutuhan itu.
”Karena itu, kami juga buat gratis. Di pasar, barang ini semakin langka. Kami terpanggil untuk memenuhi kebutuhan itu,” kata Hanny.
Selain alkohol, hand sanitizer, dan pelindung wajah, Fakultas Teknik juga membuat 15 wastafel dengan pedal pembuka keran air. Menurut Ronny, kenob keran air biasa dapat menjadi tempat transit kuman dan virus sehingga pedal pembuka kenob keran adalah alternatif bagus.
Di saat yang sama, beberapa proyek dan penelitian masih berlangsung, salah satunya ventilator yang sedang dirancang Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik. Fakultas Pertanian juga sedang meneliti dan meracik minyak kelapa murni (virgin coconut oil/VCO) yang diduga memiliki sifat antiviral. ”Ini sedang diuji juga di Filipina,” kata Ronny.
Salah satu lembaga di Filipina yang menguji kemanjuran VCO untuk melawan Covid-19 adalah Ateneo de Manila University. Profesor Emeritus Fabian Dayrit, salah satu peneliti, mengatakan, asam laurat dalam minyak kelapa murni terbukti memiliki sifat antiviral. Saat masuk ke dalam tubuh, ia akan dipecah menjadi monolaurin.
Baca juga: Dua Kandidat Vaksin Covid-19
Menurut Fabian, ada tiga aktivitas antiviral asam laurat dan monolaurin. Pertama, disintegrasi membran virus; kedua, menghambat proses perkembangan akhir virus dalam siklus replikasi; dan mencegah protein viral melekat ke membran sel inang. Karena itu, minyak kelapa sangat direkomendasikan sebagai bahan penangkal infeksi virus dan mikroba.
Menurut Ronny, dana penelitian dan pembuatan inovasi ini masih sedikit. ”Ini akan kami lakukan secara berkelanjutan demi mengembangkan ilmu pengetahuan di Sulut juga,” katanya.