Merapi telah mengalami 3 kali erupsi dalam waktu kurang dari 24 jam. Meski demikian, status Merapi masih sama dengan sebelumnya, yakni Waspada (Level II).
Oleh
HARIS FIRDAUS dan REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Setelah mengalami erupsi pada Jumat (27/3/2020) siang, Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali mengalami dua kali erupsi. Dengan demikian, Merapi telah mengalami 3 kali erupsi dalam waktu kurang dari 24 jam. Meski demikian, status Merapi masih sama dengan sebelumnya, yakni Waspada (Level II).
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Gunung Merapi mengalami erupsi pada Jumat pukul 21.46 WIB dengan tinggi kolom 1.000 meter di atas puncak. Selain itu, berdasarkan data seismogram milik BPPTKG, erupsi itu memiliki amplitudo 40 milimeter (mm) dan durasi 180 detik.
Sementara itu, pada Sabtu (28/3/2020) pukul 05.21 WIB, Merapi kembali mengalami erupsi dengan tinggi kolom 2.000 meter di atas puncak. Erupsi tersebut memiliki amplitudo 50 mm dan durasi 180 detik. Saat erupsi terjadi, angin tengah bertiup ke arah barat.
Sesudah terjadinya erupsi pada Jumat malam dan Sabtu pagi, tidak ada laporan terjadinya hujan abu di wilayah lereng Merapi di Kabupaten Sleman, DIY. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Makwan, menyatakan, tidak ada hujan abu di wilayah Sleman setelah erupsi Merapi pada Sabtu pagi dan Jumat malam.
Makwan juga menyebut, aktivitas masyarakat di lereng Merapi di wilayah Sleman juga berlangsung normal setelah terjadinya erupsi. ”Tidak ada hujan abu di Sleman, baik karena erupsi tadi pagi maupun tadi malam, karena arah anginnya tidak ke Sleman. Situasi di Sleman aman terkendali,” katanya saat dihubungi, Sabtu pagi.
Sementara itu, warga lereng Merapi di Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengaku mendengar tiga kali suara dentuman saat erupsi pada Jumat malam. Salah seorang warga Desa Sengi, Ismanto (52), mengatakan, suara dentuman yang muncul itu diikuti suara gemuruh.
Begitu mendengar suara dentuman dan gemuruh itu, Ismanto langsung naik ke lantai dua rumahnya untuk mencoba melihat Merapi. Namun, malam itu, Merapi sama sekali tidak tampak. ”Entah karena tertutup asap atau apa, gunung sama sekali tidak tampak,” ujarnya.
Srini (60), warga Desa Sengi lainnya, mengatakan, sesudah terjadi erupsi pada Jumat malam, terjadi hujan abu di wilayah desa itu. Pada Sabtu pagi, dia menambahkan, hujan abu tipis kembali turun setelah terjadinya erupsi Merapi. ”Ini abunya masih kelihatan nempel di tanaman di teras rumah saya,” ujarnya.
Erupsi sebelumnya
Erupsi pada Jumat malam dan Sabtu pagi itu terjadi setelah Merapi mengalami erupsi yang lebih besar pada Jumat pukul 10.56. Erupsi pada Jumat siang itu memiliki kolom letusan setinggi 5.000 meter di atas puncak, amplitudo 75 mm, dan durasi 7 menit. Erupsi tersebut juga disertai dengan keluarnya awan panas guguran yang meluncur sejauh 2 kilometer (km) ke arah hulu Sungai Gendol, Sleman.
Sesudah erupsi pada Jumat siang itu, hujan abu melanda 47 desa di 8 kecamatan di Kabupaten Magelang. Berdasarkan data BPPTKG, hujan abu terjadi hingga radius 20 km dari puncak Merapi.
Meskipun Merapi telah mengalami 3 kali erupsi dalam kurun kurang dari 24 jam, BPPTKG menyatakan, status gunung api itu belum berubah. Melalui informasi di akun Twitter resminya pada Sabtu pagi, BPPTKG menyatakan, status Merapi masih Waspada (Level II) yang ditetapkan sejak 21 Mei 2018.
Sementara itu, rekomendasi BPPTKG juga masih sama, yakni masyarakat diminta tidak beraktivitas dalam radius 3 km dari puncak Merapi. Ini berarti masyarakat yang berada di luar radius 3 km dari puncak Merapi masih beraktivitas seperti biasa.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan, erupsi Merapi pada Jumat siang kemarin tidak didahului prekursor atau gejala awal jelas. Hal ini karena sebelum erupsi tidak terjadi peningkatan aktivitas kegempaan di Merapi. Selain itu, sebelum erupsi juga tak teramati adanya deformasi atau perubahan bentuk tubuh Gunung Merapi.
”Data observasi ini menunjukkan jelang letusan tidak terbentuk tekanan yang kuat. Material letusan didominasi gas vulkanik,” ujar Hanik.
Menurut Hanik, gas vulkanik yang mendominasi material letusan tersebut muncul karena suplai magma dari dapur magma Merapi. Berdasarkan pemantauan BPPTKG, sejak 22 September 2019, terpantau ada suplai magma baru di Merapi. ”Erupsi seperti ini menunjukkan ada suplai magma dari dalam,” katanya.
Erupsi seperti ini menunjukkan ada suplai magma dari dalam
Berdasarkan catatan Kompas, erupsi Merapi pada 3 Maret 2020 juga didominasi gas vulkanik yang muncul akibat adanya suplai magma baru dari dapur magma. Pada 3 Maret lalu, Merapi mengalami erupsi dengan kolom setinggi 6.000 meter di atas puncak, amplitudo 75 mm, dan durasi 450 detik.
Erupsi Merapi saat itu juga disertai dengan adanya awan panas guguran yang meluncur sejauh 2 km ke arah hulu Sungai Gendol. BPPTKG menyatakan, erupsi tanggal 3 Maret 2020 tersebut didominasi gas vulkanik.
Potensi ke depan
Dalam berbagai kesempatan, Hanik mengatakan, ke depan, Merapi masih berpotensi mengalami erupsi karena suplai magma dari dapur magma masih berlangsung. ”Kejadian letusan semacam ini masih dapat terus terjadi sebagai indikasi bahwa suplai magma dari dapur magma masih berlangsung,” katanya.
Meski demikian, BPPTKG menilai belum perlu ada peningkatan status Gunung Merapi. Hal ini karena ancaman bahaya dari erupsi Merapi juga masih sama dengan sebelumnya, yakni berupa awan panas dan lontaran material vulkanik dengan radius 3 km dari puncak. Oleh karena itu, radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG juga masih sama, yakni 3 km dari puncak.
Apalagi, Hanik menambahkan, kubah lava di Merapi saat ini juga belum mengalami penambahan volume signifikan dan kondisinya masih stabil. Berdasarkan data pemantauan pada 19 Februari 2020, volume kubah lava Merapi sebesar 291.000 meter kubik.
”Merapi itu ancamannya bahaya awan panas. Awan panas itu berkaitan dengan volume kubah lava,” kata Hanik.
Oleh karena itu, masyarakat diminta tetap tenang dan waspada menyikapi aktivitas Merapi. Hanik menyebut, BPPTKG terus memantau aktivitas Merapi selama 24 jam dan terus memberikan informasi terkini kepada masyarakat melalui berbagai kanal, termasuk media sosial. ”Kami imbau masyarakat agar tenang dan tidak perlu panik. Merapi kami pantau 24 jam,” ujarnya.