Keamanan dan Kualitas Produk Menunjang Keberlanjutan
Terus tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pangan di Jawa Tengah perlu diikuti peningkatan keamanan dan kualitas produk.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
UNGARAN, KOMPAS - Terus tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM pangan di Jawa Tengah perlu diikuti peningkatan keamanan dan kualitas produk. Hal itu dapat membuat keberlanjutan UMKM terjamin, yang muaranya dapat membuka peluang ekspor.
Menurut data Pemerintah Provinsi Jateng, jumlah UMKM pangan di Jateng pada 2018 yakni 53.063 unit. Sementara, hingga triwulan II 2019, jumlahnya sudah mencapai 56.029 unit dengan nilai aset sekitar Rp 8 triliun. Adapun serapan tenaga kerja lebih dari 214.000 orang.
Arahnya agar produk yang dihasilkan UMKM memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Sri Puryono mengatakan, pengawasan dalam memerhatikan keamanan dan kualitas produk perlu dilakukan sejak pemilihan bahan baku. Dalam hal ini, pemerintah daerah bersinergi dengan perwakilan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di daerah.
"Arahnya agar produk yang dihasilkan UMKM memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas (3K)," kata Sri pada bincang Academic-Business-Government "Badan POM Mendukung UMKM" di Hotal Griya Persada, Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (10/9/2019).
Guna mendukung itu, Sri Puryono mengusulkan agar BPOM memiliki balai di setiap eks-karesidenan. Saat ini balai POM hanya ada di Kota Semarang, Solo, dan Kabupaten Banyumas. Ia berharap akan ada juga balai POM di eks-karesidenan Pekalongan, Kedu, dan Pati.
Menurut dia, hal itu penting karena UMKM merupakan tulang punggung ekonomi yang kuat lantaran berpotensi ekspor. "Dengan demikian, nantinya UMKM akan merasa dekat dengan BPOM. Masalah-masalah seperti terkait perizinan atau kebutuhan pendampingan, teratasi," kata Sri.
Sinergi
Kepala Badan POM Penny K Lukito menuturkan, peningkatan daya saing produk makanan dalam mendukung ketahanan pangan sulit terwujud tanpa terpenuhinya aspek keamanan. Dalam hal ini, pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, dan akademisi mesti bersinergi.
"Kami mendorong agar kuliner pangan menjadi produk ekspor. Misalnya, saat UMKM membutuhkan sterilisasi makanan berteknologi tinggi, maka ada kerja sama dengan perguruan tinggi. Kami juga membantu pengemasan serta agar UMKM itu mendapat izin edar," ujarnya.
Menurut data BPOM, periode 2013-2018, telah dilakukan bimbingan teknis tentang Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) kepada 48.987 UMKM di Indonesia. Hal tersebut didukung kinerja pemberdayaan fasilitator keamanan pangan yang telah dilatih.
Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Bambang Waluyo mengatakan, UMKM pangan mesti memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini. "Ini perlu agar lebih efisien serta distribusi dan pemasaran yang lebih unggul," katanya.
Lilis (50), pemilik usaha yogurt Maisya asal Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, mengatakan, pemilihan bahan baku yang tepat serta cara produksi pangan yang benar menjadi kunci keberlanjutan. "Jika sekali saja mengabaikan itu, akan ada masalah ke depannya," ujar Lilis yang sehari menghabiskan 50 liter susu sapi per hari untuk produksi.