PURWODADI, KOMPAS – Pemerintah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menggenjot produksi kedelai varietas lokal unggul dengan memanfaatkan lahan-lahan tadah hujan di kawasan hutan. Dengan masa tanam pendek, kedelai potensial menjadi alternatif tanaman produksi yang menguntungkan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Edy Sudaryanto, Kamis (3/1/2019) mengatakan, setiap tahun, luas areal tanaman kedelai yang dibudidayakan petani berkisar 20.000-25.000 hektar. Sentra tanaman kedelai terdapat di Kecamatan Pulokulon, Purwodadi, Ngaringan, Wirosari, Gabus, Tanggungharjo, Kradenan, dan Kedungjati.
“Potensi besar bagi varietas Grobogan untuk meningkatkan nilai tambah petani di perdesaan,” ujar Edy.
Dia menyebutkan, kualitas kedelai lokal unggul juga baik. Dengan umur tanam pendek hanya 76 hari dengan rata-rata produksi 2,5 ton-3 ton per hektar. Pada awal Januari ini, luasan tanaman kedelai di Grobogan mencapai 20.000 hektar dari target 50.000 hektar sepanjang tahun. Di Grobogan, sentra kedelai terbesar saat ini berada di Kecamatan Pulokulon. Di daerah itu, setiap kelompok tani bisa menanam lebih dari 25 hektar.
Menurut Edy, salah satu upaya untuk perluasan tanaman kedelai, di antaranya bekerjasama dengan Perhutani guna mengoptimalkan lahan-lahan tadah hujan di kawasan hutan. Dengan pola kerja sama itu, petani yang siap menanam akan mendapat bantuan benih. Selain itu, juga tengah diupayakan menaikkan harga jual kedelai di tingkat petani. Saat ini, harga jual kedelai saat panen raya hanya berkisar Rp 5.600 per kg-Rp 6.000 per kg.
Belum optimal
Sejumlah petani kedelai di Desa Panunggalan dan Sembungharjo, yang kini tengah memulai panen perdana mengatakan kedelai yang dipanen awal tahun ini ditanam pada November lalu. Meski demikian, diakui panen kali ini belum optimal. Hasil panen hanya 1,6 ton per hektar atau jauh dari rata-rata produksi di Grobogan berkisar 2 ton-2,5 ton per hektar.
Ali Muchtar, pengurus Kelompok Tani Kabul lestari, Pulokulon menambahkan, harga kedelai lokal unggul di pasaran saat ini belum cukup menguntungkan. “Untuk balik modal saja harga kedelai mesti Rp 5.500 per kilogram. Harga mestinya bisa lebih dari Rp 6.000 per kg,” ujar dia.
Hardiono, petani lain di Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Hardiono menuturkan, panen lebih baik diharapkan terwujud pada pertengahan Januari. Pasalnya, saat ini, hampir sebagian besar tanaman kedelai petani rata-rata masih umur dua bulan.
Panen pertengahan Januari diharapkan lebih besar dibandingkan saat. Mereka berharap, bisa mencapai 2 ton per hektar. Faktornya, di antaranya hujan yang turun bersamaan ketika petani menanam kedelai. Hal ini sangat memengaruhi pertumbuhan kedelai karena tidak terlambat untuk penyiraman di masa awal tanam.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Grobogan, Wardi mengungkapkan, tantangan perluasan tanaman kedelai di perdesaan yakni budidaya jagung. Jagung, seperti halnya kedelai, hanya tumbuh dan diminati petani di lahan tadah hujan. Sementara komoditas tersebut kini punya harga jual baik. Di Grobogan, harga jual jagung kadar air 15 persen mencapai Rp 4.300 per kg.