Sultan Adji Muhammad Arifin Dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara XXI
Oleh
Lukas Adi Prasetya
·2 menit baca
TENGGARONG, KOMPAS — Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kertanegara, Adji Pangeran Adipati Praboe Soerya Adiningrat, dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI dengan gelar Sultan Adji Muhammad Arifin, Sabtu (15/12/2018). Ia menggantikan Sultan Adji Muhammad Salehuddin II yang meninggal pada awal Agustus lalu.
Acara adat penobatan atau penabalan dilangsungkan di Museum Mulawarman, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sultan ke-21 ini mengenakan baju kebesaran dan ketopong atau mahkota yang terbuat dari emas. Benda pusaka ini dibawa dari Museum Nasional, Jakarta.
Setelah membaca ikrar atau sumpah, Sultan mengangkat keris pusaka. Selanjutnya, Sultan menyapa warga. Pihak keraton menyediakan berbagai makanan dan minuman untuk masyarakat secara gratis. Penobatan Sultan kelahiran Belanda, 9 Februari 1951, ini juga dimeriahkan dengan serangkaian acara pentas seni.
”Ia mengangkat sumpah, sumpah kepada rakyat, untuk mengayomi masyarakat adat di Kukar (Kutai Kartanegara) pada khususnya dan Kaltim pada umumnya,” kata Adji Pangeran Haryo Kusumo Puger, Menteri Kelestarian Nilai Adat Kesultanan Kutai.
Dihidupkan kembali
Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura sebelumnya, yakni Sultan Aji Muhammad Salehuddin II, meninggal pada 5 Agustus 2018 dalam usia 93 tahun. Sultan Aji Muhammad Salehuddin II memegang tampuk sebagai Sultan Kutai Kartanegara setelah kesultanan ini dihidupkan lagi pada 2001. Kesultanan itu sempat berakhir pada 1960, tetapi dihidupkan kembali sebagai upaya melestarikan budaya dan adat di lingkup Keraton Kutai Kartanegara.
Dafip Haryanto, Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Kutai Kartanegara mengutarakan, peran sultan penting karena ia sebagai pemangku pelestarian budaya dan adat istiadat Kutai Kartanegara.
”Sultan menjadi orang yang dituakan secara adat sehingga mampu menjadi panutan. Sultan menjadi mitra pemerintah dalam memberikan masukan terhadap persoalan-persoalan sosial yang berkembang di masyarakat,” katanya.
Sultan, lanjut Dafip, juga menjadi simbol pemersatu di atas keberagaman adat istiadat dan budaya yang hidup dan berkembang di Kutai Kartanegara, termasuk pula di Kaltim.