MATARAM, KOMPAS — Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2019 sebesar Rp 5,2 triliun atau turun 1,91 persen dibandingkan dengan APBD NTB tahun 2018 yang sebesar Rp 5,3 triliun. Penurunan itu disebabkan lemahnya analisis terhadap potensi pajak dan retribusi daerah, kurang optimalnya pengelolaan aset daerah, serta lemahnya kinerja badan usaha milik daerah.
Juru bicara Badan Anggaran DPRD NTB, Johan Rosihan, saat menyampaikan hasil pembahasannya terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2019, di Mataram, Selasa (27/11/2018), mengatakan, DPRD NTB menyetujui APBD NTB itu diikuti penandatanganan kerja sama antara Gubernur NTB Zulkieflimansyah dan Ketua DPRD NTB Isvie Rupaeda.
Menurut Johan, adanya defisit anggaran atau perbedaan target penerimaan selisih lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (silpa) dengan realisasinya terus menjadi persoalan dalam kebijakan pembiayaan. Akibatnya, rencana pengeluaran pembiayaan tahun berjalan selalu mengalami perubahan. Padahal, kecermatan dalam penghitungan potensi riil dan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah sangat diperlukan.
”Banyak catatan pada Ranperda APBD tahun 2019 ini, tetapi dapat menyetujui persetujuan APBD 2019 untuk bisa ditetapkan menjadi perda, kemudian diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mendapat persetujuan,” ujar Johan.
Johan meminta satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mengefektifkan peraturan daerah terkait peningkatan pendapatan asli daerah. ”Di sini kami minta Gubernur NTB fokus mengawal SKPD yang mengelola potensi pendapatan daerah di NTB,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur NTB menyatakan terima kasih dan juga memantau adanya dinamika yang terjadi dalam rapat paripurna. Segala dinamika itu merupakan wujud transparansi, yang pada akhirnya bertujuan demi NTB menjadi lebih baik.