BANDUNG, KOMPAS – Gempa berkekuatan Magnitudo 7,0 yang mengguncang Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Minggu (5/8/2018) malam, menyebabkan gerakan tanah di beberapa lokasi. Masyarakat diminta mewaspadai ancaman longsor pascagempa tersebut.
“Gerakan tanah akibat gempa sudah terlihat di Kecamatan Sembalun dan Sambelia, Lombok Timur. Warga perlu waspada terutama saat beraktivitas di kawasan lereng,” ujar Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (6/8).
Kasbani mengatakan, gempa mengakibatkan munculnya rekahan di beberapa tempat. Rekahan itu berpotensi longsor jika diguncang gempa susulan dan mendapat tambahan tekanan dari beban di atasnya.
“Apalagi jika terjadi hujan, rekahan akan menciptakan bidang gelincir sehingga memicu longsor. Jadi, selain menurunkan tim tanggap darurat gempa bumi, kami juga mengerahkan tim untuk memonitor kawasan rawan longsor,” ujarnya.
Sebelumnya, gempa berkekuatan M 6,4 juga mengguncang Lombok, Minggu (29/7/2018). Seorang pendaki tewas tertimpa longsoran di Gunung Rinjani saat terjadi gempa, sedangkan belasan warga meninggal di Lombok Utara dan Lombok Timur.
“Kami menyarankan agar jalur pendakian yang mengalami longsor itu tidak digunakan. Sebab, lokasi itu berpotensi terjadi longsor susulan,” ujarnya.
Kasbani mengatakan, tidak terjadi peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Rinjani akibat gempa tersebut. Namun, pos pengamatan gunung api di lokasi itu rusak.
“Ada retakan di bangunan pos pengamatan. Namun, peralatan masih berfungsi dengan baik sehingga tetap dapat melaporkan hasil pengamatan,” ujarnya.
Kasbani mengingatkan masyarakat tidak tinggal di bangunan yang mengalami retakan. Sebab, sebagian besar korban jiwa dan luka disebabkan tertimpa bangunan roboh.
“Sebagian bangunan tidak memenuhi standar teknis bangunan tahan gempa, seperti tanpa pilar sehingga rentan roboh diguncang gempa. Kualitas bangunan yang tidak sesuai standar menambah potensi kerusakan,” ujarnya.
Berdasar peta kawasan rawan bencana gempa bumi PVMBG, Pulau Lombok, terutama di bagian utara, mempunyai kerentanan menengah. Kawasan itu memiliki potensi guncangan VII sampai VIII skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Guncangan pada skala itu menyebabkan kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi kuat dan retak-retak pada bangunan dengan konstruksi kurang baik.
Kepala Sub Bidang Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Timur PVMBG, M Arifin Joko Pradipto, mengatakan, sebelunya Pulau Lombok juga pernah dilanda gempa M 5,4 pada 2013 dan gempa M 6,2 pada 2004. Pihaknya merekomendasikan agar menghindari mendirikan bangunan di kawasan rawa, sawah, dan tanah uruk yang tidak memenuhi persyaratan teknis. Sebab, kondisi tanah tersebut rawan guncangan gempa.
“Hindari membangun di lereng terjal yang telah mengalami pelapukan dan kondisi tanahnya gembur. Ini berpotensi terjadi gerakan tanah atau longsor saat gempa,” ujarnya.
Arifin juga mengingatkan untuk tidak sembarangan mendirikan bangunan. Diperlukan pertimbangan teknis dari dinas pekerjaan umum saat membangun di kawasan rawan gempa.
“Mulai dari rancangan pondasi, struktur tulang beton, dan ketebalan dinding harus sesuai ketentuan agar tahan gempa. Sebab, banyak korban gempa akibat tertimpa runtuhan bangunan,” ujarnya.