Banyak anak muda mengalami ”post-concert blues” seusai nonton konser. Setelah gembira, mereka sedih berpisah dengan sang idola.
Oleh
MARIA SUSY BERINDRA
·5 menit baca
Istilah post-concert depression sudah tak asing lagi bagi anak muda yang kerap menonton konser musik. Para penggemar musik merasa sedihsetelah bertemu sang idola sesaat lalu berpisah lagi. Kondisi itu oleh psikolog lebih tepat disebut sebagai post-concert blues.
Biasanya, seusai acara konser atau festival musik, warganet ramai membahas idolanya.Ada beragam ekspresi yang muncul dari para warganet yang mengalami post-concert depression (PCD). Beberapa dari mereka akan mengunggah fancam atau video suasana konser. Mereka juga akan membuat playlist lagu konser dan didengarkan untuk mengobati kerinduan terhadap konser idolanya tersebut. Fenomena psikologis seseorang yang tidak bersemangat atau sedih menjalani aktivitas seusai menonton konser terjadi karena perubahan emosi drastis saat dan setelah selesai menonton konser musik.
Seperti disebutkan Angelique Cahya (22), mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara, seusai menonton konser BTS The Wings Tour pada 2017. ”Sejauh ini, sih, aku banyak datengin konser. Cuma yang bikin aku paling PCD itu di konser BTS doang, sih,” ucap Angelique saat diwawancara di daerah Gading Serpong, Tangerang, Kamis (3/8/2023).
Sebelum ke konser, Angelique merasa sangat excited akan bertemu BTS.Saat itu ia yang masih SMA, bahkan harus pergi ke Tangerang dari Semarang untuk menonton konser. Setelah konser selesai, Angelique merasa ada hal yang kosong dalam dirinya. ”Setelah konser kelar, ngerasain kosong gitu, kayak ada sesuatu yang hilang gitu. Waktu keluar itu ngerasa, ’Ih, ini udah selesai?’,” cerita Angelique.
Sehari setelah konser BTS, Angelique seperti gagal move on, lalu membayangkan keseruan konser.”Besoknya karena nginep dekat sama venue, aku kayak, ’Ih, BTS kemarin di sini,’ aku bener-bener gak nyangka dan kelewat aja 2 jam (konser) kemarin, aku hampa,” ceritanya.
PCD yang dirasakan Angelique membuat dirinyamerasa galau dan sedih hingga tiga bulan setelah konser. Salah satu hal yang dilakukan untuk mengusir kehampaan itu adalah memupuk harapan bisa nonton konser BTS lagi di masa mendatang.”Sampai sekarang aku dan temanku juga masih mikir kapan BTS ke sini lagi, kapan bisa nostalgia konser bareng mereka lagi,” ungkap Angelique.
Perasaan yang hampir sama dialamiAaqila Marwaa Daughtervy (21), mahasiswa Universitas Indonesia, yang menonton konser SUGA, salah satu personel boy group asal Korea Selatan, BTS, bertajuk ”D-DAY TOUR in Jakarta” pada 28 Mei 2023.
Menurut Aaqila, rasa galau dirasakan seusai bergembira dalam konser yang begitu berkesan dalam dirinya.”Konser ini once in a lifetime experience. Enggak disangka-sangka bakal ada, aku nanti-nanti banget hari H-nya, dan aku bener-bener happy banget di konser,” ucapnya ketika ditemui di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2023).
Aaqila menceritakan, hingga kini, dua bulan seusai konser, dirinya masih kerap merasa PCD. Ia sering merasa ingin memutar balik waktu saat nonton konser.
”Setiap keinget SUGA dan BTS, rasanya selalu mellow dan mau nangis. Waktu bulan Juli, PCD itu mereda, tapi akhir-akhir ini karena libur kuliah, aku sering rewatch video-video konser dan setelah itu aku biasanya nangis dan sedih lagi,” cerita Aaqila.
Dalam menghadapi PCD, Aaqila mengakui bahwa dirinya tidak menemukan cara mengatasi perasaan sedih itu. ”Aku cuma nangis aja atau aku nontonin video-video orang lain di Youtube. Itu enggak membantu, malah memperburuk perasaan aku,” kata Aaqila.
Sementara Mario Chandra (22), mahasiswa Universitas Esa Unggul, sempat merasa mengalami PCD seusai menghadiri festival musik We The Fest pada akhir Juli lalu. Mario menjelaskan euforia saat festival musik dan banyaknya artis yang ia tonton membuatnya menjadi terasa asing setelah festival tersebut selesai. ”Suasananya kemarin seru dan banyak artis yang emang gue suka. Jadi pas balik ngerasa kosong hatinya, otak gue selalu flash back ke suasananya,” cerita Mario.
Lebih lanjut, ia mengaku kondisi ini dirasakan hanya beberapa hari.Hal ini terjadi karena Mario bukantipe orang yang terlalu larut dalam kesedihan. Sebagai mahasiswa, dia memiliki banyak aktivitas sehingga bisa mengusir rasa hampa itu.”Gue tuh bukan orang yang sedihnya lama. Lagi pula, setelah festival, Senin sampai Jumat gue langsung banyak tugas,” lanjutnya.
Mario menganggap PCD adalah hal yang wajar terjadi bahkan untuk seorang pria. ”Wajar sih (PCD) karena cowok juga pasti ngefans sama artis dan waktu dia excited pasti ada rasa galau kalau udah selesai nonton artis idolanya,” ucapnya.
”Post-concert blues”
Upaya menjelaskan apakah terminologi PCD merupakan gejala klinis atau tidak dijelaskan psikolog dari Grome, Hana Talita Margijanto. ”Kalau dijelaskan di media, PCD itu, kan, perasaan negatif setelah nonton konser, tapi to be honest, ini bukan kondisi klinis. Harus dipisahkan antara perasaan depresif, misalnya sedih, kehilangan, cemas, dan diagnosis depresi itu sendiri,” papar Hana ketika diwawancara via telepon pada Kamis (3/8/2023).
Iamenjelaskan, penyebutan istilah post-concert depression tidak selalu tepat karena bukan diagnosis depresi. ”Mungkin lebih cocok disebut post-concert blues. (Penyebabnya) bisa jadi ketika bertemu musisi yang kita suka, adrenaline rush-nya naik selama beberapa jam dan ketika selesai, langsung drop adrenalinnya, apalagi ketika besoknya harus kembali ke rutinitas biasa,” tutur Hana.
Dalam menyiasati efek negatif post-concert blues, Hana membagikan sejumlah tips. ”Sebaiknya perasaan itu jangan dipendam atau dikesampingkan. Kalau kangen dan mau lihat video, enggak papa juga, dirasakan aja emosinya. Bisa juga cerita ke teman-teman yang juga suka musisi tersebut atau datang juga ke konser untuk saling cerita,” saran Hana.
Ia juga mengingatkan untuk tetap mencermati perasaan tersebut jangan sampai berkepanjangan. ”Ketika perasaan negatif itu mengganggu fungsi dan produktivitas, ini bisa menjadi red flag dan mungkin inilah tanda untuk meminta bantuan profesional. Bisa jadi, akar masalahnya bukan karena konser tersebut, tetapi hal lain,” ujar Hana.
Kolaborasi dengan Peserta Intern Kompas:
- Aurelia Tamirin, Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia
- Alethea Pricila Sianturi, Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara