Jangan Mager Selama Puasa
Banyak aktivitas yang bisa dilakukan anak muda selama bulan Ramadhan.
Meski badan sedikit lemas lantaran sedangpuasa,bukan berarti kita rebahan saja di rumah. Banyak anak muda yang mengisi waktu di sela-sela ibadah puasa dan lainnya dengan kegiatan yang bermanfaat. Enggak ada alasan ”mager” alias malas gerak.
Rabu (29/3/2023) waktu belum juga menunjukkan pukul 15.00. Namun, sejumlah pengunjung muda sudah mengantre di luar Hutan Kota yang terletak di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Pintu gerbang masih ditutup.
Pengunjung yang menunggu pintu gerbang dibuka tampak duduk-duduk dan berbincang satu sama lain. Sebagian juga sibuk dengan gawai atau sekadar duduk mengamati situasi sekitar.
Salah satunya adalahCantika (24). Dia duduk menanti seorang diri di atas bangku semen sembari asyik membaca sebuah buku di tangannya. Cantika tampak tak terganggu dengan situasi sekitarnya.
Tepat pukul 15.00, pintu gerbang dibuka. Semua yang telah menanti pun beranjak masuk ke Hutan Kota. Cantikamelangkah perlahan memasuki Hutan Kota dan menggelar sehelai kain tipis di bawah sebuah pohon rindang.Tak lama, Cantika tenggelam ke dalam bukunya.
Meski sore itu Hutan Kota tak terlalu ramai, pengunjung datang silih berganti. Sebagian datang hanya untuk duduk-duduk menikmati suasana hutanyang hijau, sebagian berfoto-foto atau membuat konten video. Banyak juga yang datang untuk menawarkan promosi produk atau layanan tertentu.
Cantika tak terganggu. Sore itu, di tengah cuaca agak mendung, dia telah melahap hampir 25 halaman buku. Rupanya dia tengah membaca novel karya Haruki Murakami, Hear the Wind Sing. Kisahnya tentang kehidupan dengan kelindan cinta dan kehilangan.
”Ini aku baca sambil menunggu waktu buka puasa sih. Sengaja datang ke Hutan Kota supaya dapet suasananya. Kan pas sama judulnya he-he-he,” ujarnya.
Dengan suasana yang sepi membuat Cantika lebih nyaman membaca novel.Tenang dan banyak angin. ”Soalnya bosan juga kalau baca cuma di kamar atau di rumah atau di perpustakaan. Kadang terlalu sepi. Sekali-sekali aja cari suasana. Siang hari di bulan Ramadhan gini kalau cuma rebahan kayaknya gimana gitu. Yang ada malah badan lemes. Jadi mending ke sini sambil ngabuburit,” ujar karyawan sebuah perusahaan rintisan itu.
Pekan depan, Cantika sudah berencana mengisi waktu ngabuburit dengan berkunjung ke Perpustakaan Jakarta di Taman Ismail Marzuki.
Olahraga
Apabila Cantika mengisi waktu dengan membaca sembari menanti waktu berbuka puasa, tidak begitu dengan Fieni Aprilia (30), fotografer yang tinggal di Jakarta. Selama bulan Ramadhan, Fieni tetap berusaha melakoni hobinya berolahraga. Salah satunya panjat dinding.
Seusai menikmati menu buka puasa pada Jumat (31/3/2023), Fieni bersiap latihan panjat dinding di pusat perbelanjaan FX Sudirman, Jakarta Pusat. Tepat pukul 19.00, dengan lincah Fieni mulai merambat naik di dinding buatan yang dilengkapi dengan bebatuan buatan sebagai pijakan.
Di sekitar Fieni, ada 10 orang yang juga berlatih panjat dinding. Mereka berlatih sendiri, bersama teman, atau didampingi pelatih.
Bagi Fieni, selama bulan suci Ramadhan latihan fisik dibutuhkan untuk membuat tubuhnya tetap sehat dan bugar. ”Kalau selama puasa tidak gerak, badan terasa lemas. Bawaannya menjadi malas-malasan. Olahraga bikin tubuh menjadi tetap bebas berkegiatan, selain itu membantu fokus kerja,” ujar perempuan yang juga rutin berlatih skateboard dan menyelam itu.
Fieni mengenal olahraga panjat tebingdari temannya sejak beberapa tahun lalu. Namun, ia baru memulai latihan rutinpada Februari 2023. Awalnya, diamerasa olahraga ini sangat seru karena menantang secara fisik, melatih mental, dan menguji kesabaran.
Selama Ramadhan, dia mengubah jadwal latihan dari pukul 17.00 menjadi pukul 19.00.Sementara, latihanmenyelam dan skateboarddilakukan pada siang hari setiap akhir pekan. Untuk menyelam, Fieni berlatih hari Minggu pukul 10.00–12.00.
Latihan fisik selama bulan puasa, menurut Fieni, justru terasa lebih ringan.Menurut dia, hal itu disebabkan karena pola makan lebih teratur dan terjaga.Di sisi lain, ia menghadapi tantangan, yaitu cepat haus. ”Biasanya kan habis manjat langsung minum, ya. Sekarang jadi tidak bisa. Makanya, aku latihan malam hari,” katanya.
Selain mengubah jadwal panjat dinding, ia juga memperhatikan asupan makan minum selama sahur dan berbuka agar punya energi menjalani kesibukan. Menu sahur berupa buah-buahan dan minuman protein.
Diskusi mahasiswa
Anak-anak muda yang tergabung di Forum Mahasiswa Madura punya aktivitas lain lagi. Mereka mengikuti seri Ngaji Ramadhan.
Rabu (29/3/2023) selepas waktu shalat Tarawih, mereka berdatangan ke markas Forum Mahasiswa Madura (Formad) Jabodetabekdi Jalan Puri Intan III, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Mereka duduk lesehan di lantai untuk mengikuti seri pertama Ngaji Ramadhan yang digelar Formad Jabodetabek setiap Rabudan Jumat malam.
Syamsul Hidayat, Ketua Formad Jabodetabek, menceritakan, acara Ngaji Ramadhan baru tahun ini dijalankan.”Ya buat ngisi waktu dengan cara bermanfaat,” kata Dayat, demikian ia disapa.
Meski acaranya bernama Ngaji Ramadhan, tema yang dibahas tidak terkait soal keagamaan, tetapi soal kemaduraan. Mulai sejarah, kesusastraan, fenomena sosial-budaya, hingga isu intoleransi beragama di Madura. “Pokoknya serba Madura. Soalnya kita kan mahasiswa asal Madura jadi ingin tahu lebih dalam tentang Madura,” kata Dayat.
Malam itu, ada 25 peserta yang datang. Sebagian besar adalah mahasiswa dari kampus-kampus di sekitar Ciputat, seperti UIN Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitas Pamulang. Mereka menyimak penuturan narasumber Sadawi sambil menyeruput kopi dan mengudap kacang sukro. Sadawi, malam itu, membawakan tema tentang Madura dalam literatur pada sarjana.
Baca juga: Jurus Mengelola Emosi Anak Muda
Dia menjelaskan, referensi kita soal Madura banyak mengandalkan hasil tulisan sarjana Barat. Masalahnya, sebagian besar referensi itu, yang ditulis sejak era kolonial, melekatkan stereotipe negatif tentang Madura dan orang-orangnya.
”Dari dulu sarjana-sarjana Barat selalu menilai orang Madura lebih rendah dari Jawa. Orang Madura digambarkan item-item, udik, dan njengkelin. Yang menyedihkan stereotipe itu diamini begitu saja oleh sarjana sekarang, termasuk yang dari Madura,” kritik Sadawi.
Dia mengajak para mahasiswa yang ada di Formad mengumpulkan apa pun literatur tentang Madura. ”Kita bisa pelajari. Kalau ada yang perlu diluruskan, ya, kita luruskan,” tambah Sadawi.
Sambil ngopi dan mengudap kacang sukro, peserta antusias berdiskusi dan saling debat terkait stereotipe negatif yang dilekatkan pada orang Madura, penyebabnya, dan strategi untuk menangkalnya. Saking asyiknya diskusi, waktu berjalan hingga pukul 23.30.
Dayat mengatakan, diskusi seperti ini lumayan bergizi dan tidak memerlukan biaya. ”Biayanya cuma untuk beli kopi dan cemilan. Itu pun cukup patungan,” ujarnya.
Jadi, yuk anak muda, jangan mager.