Jurus Mengelola Emosi Anak Muda
Anak muda membagikan tips mengelola emosi saat mereka menghadapi masalah. Dengan berbagai cara mereka meredam emosi bila sedang ada masalah.

Sekelompok remaja menikmati suasana sore di Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023). Hangout atau jalan-jalan bersama teman dapat menjadi solusi menjaga hubungan pertemanan.
Masa muda, itu masa yang paling indah. Namun, masa muda juga masa transisi menuju usia dewasa, yang penuh dinamika dalam pergaulan. Ada sejumlah jurus mengelola emosi dari anak muda agar terhindar dari konflik.
Belakangan publik ramai dengan perbincangan berbagai kasus tentang anak muda yang melakukan kekerasan dan perundungan, sebutlah kasus penganiayaan di Jakarta Selatan dan pembacokan di Bogor pada tahun ini. Tidak sedikit yang menjadi korban luka hingga meregang nyawa. Fenomena itu membuat semua tak habis pikir mengapa itu bisa terjadi.
Permasalahan dalam lingkup pergaulan tidak bisa terhindari. Tetapi, masih banyak anak muda yang bisa menghadapinya dengan bijak ketimbang mengambil jalan pintas yang merugikan diri dan orang lain.
Shakiyah A (18), pelajar kelas XII di SMA An-Nurmaniyah, Tangerang, mengatakan, dalam lingkup pertemanan, ia kadang mendapati konflik. “Yang jadi penyebab konflik itu banyak, ada salah paham, miskomunikasi, salah mengartikan tingkah laku teman, terus kita mencoba mengerti perasaan orang lain tapi mereka nggak,” kata Shakiyah di Taman Langsat, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023).
Baru-baru ini dia sempat bertengkar dengan satu teman sekolah. Shakiyah tak tahu masalah apa yang memicu sehingga temannya tiba-tiba menjadi ketus. Ketika ditanya, temannya itu justru menyindir Shakiyah di media sosial. Kebetulan Shakiyah adalah tipe orang yang lebih suka untuk to-the-point.
“Aku minta klarifikasi terus dia kayak membela diri gitu jadi aku minta maaf aja kalau ada salah. Aku juga memilih mendiamkan saja, tapi ujung-ujungnya dia mendekati aku lagi karena dia ada masalah sama teman lain lagi,” tuturnya.
Shakiyah banyak belajar dari insiden itu. Jika belum menemukan solusi dari suatu masalah, dia memilih untuk mencoba melupakannya dengan melakukan sejumlah kegiatan agar tidak kepikiran. Misalnya, ia mendengarkan podcast Rintik Sedu maupun menonton serial drama.
Apabila betul-betul terganggu, dia memilih untuk berjalan-jalan dengan sahabat untuk curhat. Biasanya Shakiyah mengajak sahabatnya, Salsabiila NC (18). Mereka pergi ke Senayan Park atau Gedung Sarinah untuk melihat pagelaran seni atau ke taman kota. “Ini bisa dibilang sebagai salah satu bentuk upaya healing dan menenangkan diri daripada mumet di rumah,” tuturnya.
Salsabiila pun berusaha menyibukkan diri baru mencurahkan kegundahan hati ketika menghadapi masalah. Ia biasanya mendistraksi pikiran dengan belajar, mendengarkan musik, dan bermain dengan teman lain. “Tapi kalau masalah itu berat banget aku bakal menulis diari, kalau nggak ya nangis dulu baru ceritain ke orang yang terpercaya biar lebih tenang,” katanya.
Riska Candra (23), mahasiswi sebuah kampus di Bali, berusaha mengelola emosinya dengan dua pilihan. Kadang berdiam diri agar perasaan dan pikirannya lebih tenang atau dengan curhat ke sahabat.
Menurut Riska, masalah dalam pergaulan yang dirasa paling pelik adalah soal relasi asmara. Ada kalanya dia menghadapi masalah dengan lawan jenis, ada juga ‘kompetisi’ dengan teman sesama jenis. “Ini aku lagi di PHP-in sama cowok. Ngakunya nggak punya pacar, nggak taunya dia masih pacaran sama teman yang aku kenal juga di kampus. Kesel banget,” tuturnya.
Toh Riska berusaha sabar. Apalagi karena kenal dengan pacar si cowok, dia tidak ingin masalah ini menjadi besar. “Bingung juga mau gimana. Tapi masak iya aku mau rebut-rebutan cowok gitu? Kayaknya kok malu. Mungkin lebih baik dilupakan aja sih,” katanya.
Untuk menghibur hati, Riska pergi menonton festival musik. Tidak disangka, si cowok malah menjadi relawan di acara tersebut. “Jadi tadi tidak sengaja ketemu. Diem-dieman kita. Nggak ‘nyapa’ juga dia,” ujarnya kecut.
Bagi Riska, dalam hidup, masalah memang akan selalu ada. Dia tidak bisa menghindarinya 100 persen. Karena itu, dia berpegang pada ajaran agama dan pesan orang tua agar dalam situasi terberat apapun, dia tidak boleh mengedepankan emosi dan melakukan kekerasan. “Karena nanti pasti kita juga yang rugi. Udah banyak buktinya,” kata Riska.

Seorang remaja putri berolahraga dengan memanfaatkan lintasan yang mengelilingi Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023). Berolahraga dapat menjadi salah satu kegiatan untuk mengelola emosi.
Berolahraga
Melampiaskan emosi negatif ke kegiatan positif juga dilakukan oleh para pemuda. Andika (21) mengakui, kadang muncul rasa kesal dengan teman-teman sepermainan. Pemicunya bisa beragam, mulai dari soal ajakan nongkrong tak jelas, meminjam barang lama padahal dia sedang membutuhkan, sampai urusan relasi dengan lawan jenis.
Sesekali Andika merasa jengkel luar biasa. Namun pemuda ini berusaha untuk tidak meluapkan emosi secara sembarangan. Sejak kecil, dia diajari orangtua untuk melampiaskan emosi negatif dengan cara yang benar, salah satunya dengan berolahraga. Basket adalah favoritnya.
“Pas main basket itu biasanya keluar semua emosinya. Jadi terus bisa lega. Nanti kalau emosinya sudah mulai reda, nggak jengkel lagi, aku ya tegur aja temenku itu. Kasih tahu, jangan ginilah atau ginilah supaya persoalan bisa segera selesai,” kata Andika di Jakarta, Kamis (23/3).
Selain basket, Andika juga berusaha mengelola emosinya dengan beribadah. Dengan sembahyang, biasanya dia merasa jauh lebih tenang. “Baru deh habis itu mikir mau gimana cara menyelesaikan masalahnya,” ucapnya seraya terbahak.
Belajar berkomunikasi yang baik, Andika berpendapat, adalah salah satu cara untuk menghindari konflik berkepanjangan atau menjadi lebih runcing, meski tidak mudah. Tetapi sejauh ini, konfliknya dengan sesama teman rata-rata bisa diselesaikan.
“Yang penting ada keinginan untuk tidak membuat masalah jadi lebih besar. Menyelesaikan masalah. Fokus sama hal yang lebih penting, yah buat masa depan gitu. Jangan sampai gara-gara masalah sama teman jadi rusak masa depan kita. Menyesalnya luar biasa nanti,” tutur Andika yang bersiap masuk ke sekolah militer di Magelang, Jawa Tengah.

Sekelompok remaja berswafoto saat berkunjung ke Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023). Hangout atau jalan-jalan bersama teman dapat menjadi solusi menjaga hubungan pertemanan.
Menurut Andika, anak muda juga harus pintar memilih lingkup pergaulan. Ia sendiri cukup selektif dalam menyeleksi teman. Andika ogah untuk bergaul dengan orang yang bakal kerap menimbulkan masalah.
Begitu pula dengan Mohammad Faisal (20), pemuda yang bekerja di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Ada kalanya ia menghadapi konflik di tempat kerja karena perbedaan karakter dengan rekan-rekan sejawat.
“Biasanya kalau ada konflik gitu saya diam aja karena nggak mau masalah jadi lebih panjang. Ya nanti juga ada upaya untuk menyelesaikan, tapi tergantung masalahnya apa. Tapi kalau sama teman sih biasanya diam nanti juga baikan lagi,” kata Faisal.
Kesabaran itu, Faisal menuturkan, salah satunya muncul karena dia biasanya mengalihkan emosi negatif ke kegiatan olahraga. Dulu Faisal sering berolahraga futsal dan sepak bola. Setelah bekerja, dia lebih banyak bersepeda.
Kegiatan bersepeda sering laki-laki ini lakukan dengan teratur, yaitu dua atau tiga kali dalam sepekan. Kadang Faisal berolahraga sendiri, tetapi sering bersama teman. Ia bisa menempuh jarak minimal 10 kilometer untuk setiap perjalanan. Pada Selasa (21/3), misalnya, ia bersepeda dari rumahnya di Kelapa Dua, Jakarta Barat, hingga ke Taman Langsat, Jakarta Selatan.
Baca juga: Jarang Ngantor tapi Tetap Cuan
Lewat kegiatan berolahraga ini, Faisal merasakan betul manfaat positif bagi kesehatan raga dan jiwanya. “Badan jadi lebih nggak gampang capek, terus dari segi emosi bisa lebih terkontrol dan mental juga jadi lebih disiplin,” tuturnya singkat.
Saat berolahraga, Faisal menjelaskan, dia juga menggunakan waktu tersebut untuk memikirkan duduk persoalan maupun solusi dari masalah. “Saya memikirkannya pas olahraga karena berpikirnya jadi lebih tenang juga jadi oh mengerti itu duduk permasalahannya,” ujar Faisal.
Psikolog dari Power Character, Constantine Alfarinda Hygieta, mengatakan, setiap manusia memiliki emosi positif dan negatif. Bicara soal kekerasan, sudah pasti arahnya adalah perilaku yang destruktif dan agresif yang ditimbulkan karena emosi negatif. Karena itu, setiap orang perlu memiliki kemampuan untuk mengelola emosi, termasuk anak muda.
“Jika emosi negatif dilakukan secara berlebihan maka dapat menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap dirinya sendiri dan lingkungan. Semua aspek kehidupan akan terganggu, termasuk fisik, psikis bisa juga berdampak pada relasi kita dengan orang lain, bahkan dapat menghambat ketika kita harus membuat suatu keputusan,” kata psikolog yang akrab disapa Tita ini.

Antusias penonton saat menyaksikan penampilan penyanyi Yura Yunita pada festival musik Joyland Bali 2023 di Peninsula Island, Nusa Dua, Bali, Jumat (17/3/2023). Menikmati festival musik bisa menjadi salah satu cara anak muda mencari kegiatan yang positif.
Tita melanjutkan, anak muda bisa terlibat dalam kegiatan yang bersifat positif sehingga bisa banyak berinteraksi dengan orang lain, mengenali jenis emosi, dan belajar mengendalikan diri. Emosinya akan terasah. Selain itu, kegiatan positif membuat anak muda bisa mengalihkan emosi negatif pada hal-hal yang disukai, seperti bermain musik, menari, menulis karya ilmiah, dan sebagainya.
“Jadi kesimpulannya adalah kegiatan positif merupakan sarana atau wadah yang bisa dipergunakan supaya bisa melatih seseorang untuk belajar mengenali emosi dan mengelola emosinya,” tutur Tita.