Rasa deg-degan dan grogi dialami Magangers Kompas Muda saat liputan langsung ke lapangan.
Oleh
Dwi As Setianingsih
·5 menit baca
ARSIP PRIBADI
Magangers Kompas Muda Batch XII, Riki Kurniawan (kanan) dan Novia Anggi Tri Sulistyowati, berpose dengan Manajer Lemari Lila, Abu Juniarenta, di toko Lemari Lila, Yogyakarta, Rabu (17/11/2021).
Pengalaman pertama selalu menorehkan kesan mendalam. Begitu pula saat Magangers Kompas Muda Batch XII turun ke lapangan untuk pertama kalinya. Grogi, deg-degan, bingung, panik, juga cemas, semua campur baur jadi satu. Seruuu....
Terjun ke lapangan untuk meliput sebuah hal atau peristiwa adalah salah satu kegiatan atau tugas utama di sesi Magangers Kompas Muda Batch XII. Dari hasil meliput tersebut, Magangers yang kali ini terdiri dari reporter, fotografer, videografer, juga desainer grafis mendapat bahan untuk materi rancangan koran mereka. Mereka sudah dibekali ilmu dari para narasumber di sesi pertemuan secara daring. Sebanyak 40 peserta Magangers dibagi menjadi delapan kelompok. Selama dua minggu, mereka harus menyiapkan dua tema liputan untuk menghasilkan satu halaman koran dan video.
Pada praktiknya, liputan di lapangan, apalagi untuk pertama kalinya, selalu memberikan kejutan tak terduga. Ditolak narasumber, permintaan wawancara tidak dijawab, hingga jawaban narasumber yang tak sesuai harapan pun dialami Magangers.
Farid Bagaskara, siswa SMK Bhakti Anindya, yang kali ini magang sebagai fotografer, menyebut pengalaman liputan pertamanya di lapangan memberinya pelajaran penting sekaligus pahit. ”Pelajaran ditolak narasumber,” kata Farid kecut, Jumat (3/12/2021), saat berkunjung ke Menara Kompas, Jakarta.
Untuk liputan pertama, Farid mendatangi dua toko buku yang di Mal Bale Kota dan Mal Tangerang City di Tangerang. Dia berniat memotret suasana di dua toko buku tersebut untuk liputan tentang relasi toko buku dan minat baca anak muda.
”Manajernya enggak mau bikin image toko kelihatan sepi. Sebenarnya, enggak ditolak, cuma disuruh bikin surat tertulis jadi enggak bisa langsung dadakan,” imbuh Farid.
Penolakan itu sempat membuat Farid kebingungan karena tak punya lagi opsi pengganti. Sempat pasrah, tetapi dia beruntung karena toko kedua memperbolehkan dia memotret sehingga dia tak pulang tangan hampa.
”Kesannya, ke lapangan itu seru-seru pahit, ada serunya ada pahitnya juga kalau ditolak. Deg-degan banget pas nunggu jawaban dikasih izin apa enggak,” kata Farid.
Grogi dan deg-degan pun dialami mahasiswa Universitas Gunadarma, Jakarta, Viko Achmad saat harus mewawancarai narasumber dari toko buku di Depok, Jawa Barat. Viko dan Farid tergabung dalam satu kelompok. Untuk menjalankan tugas sebagai videografer, Viko harus menunggu lebih dari 1 jam agar bisa wawancara.
”Pas akhirnya wawancara, aku kagok karena ramai dan dilihatin. Pakai ID card juga jadi grogi. Udah aku siapin pertanyaan, mental, tapi tetap aja. Akhirnya aku berani-beraniin aja,” kata Viko.
ARSIP PRIBADI
Siswi SMA Labschool Jakarta, Calandra Divina Djamil, sedang mewawancarai narasumber di Rawamangun, Jakarta Timur, untuk melaksaksanakan tugas liputan dalam program Magangers Kompas Muda Batch XII.
Pengalaman yang diperoleh Calandra Divina Djamil (SMA Labschool Jakarta) yang magang sebagai reporter tak kalah menantang. Untuk liputan pertamanya, Calandra mendatangi sejumlah pedagang terkait tema digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Liputan kedua, Calandra harus mewawancarai salah satu narasumber tentang tema sampah plastik secara daring.
”Capeknya bukan fisik karena kan bolak-balik. Mama juga nemenin bentar terus aku sendiri. Tapi enggak nyangka kalau dapat jawaban yang beda,” kata Calandra.
Sebelum wawancara, Calandra sudah punya skenario dan sudah punya angle (sudut pandang) tulisan. Tak disangka, jawaban narasumbernya berbeda sehingga dia harus mengubah angle.
”Panik, oh ternyata bisa kayak gini. Untungnya dari Kak David yang di Bandung bisa menyesuaikan,” kata Calandra yang berkoordinasi dengan reporter lain di kelompoknya, David Christian.
ARSIP PRIBADI
Magangers Kompas Muda Batch XII, Antonius Alvin Sudirdja, sedang liputan di Tebing Koja, Tangerang, Banten, pekan lalu.
Menguras tenaga
Tak hanya itu, liputan ke lapangan ternyata bisa sangat menguras tenaga, bahkan juga menguras kantong. Salah satunya yang dialami oleh siswa SMK Bhakti Anindya Tangerang, Antonius Alvin Sudirdja alias Alvin, yang kali ini magang sebagai videografer. Untuk tema liputan wisata alam, Alvin meliput ke Tebing Koja, Kabupaten Tangerang. Meski tinggal di Tangerang, untuk liputan kali ini, Alvin menempuh jarak 40 kilometer menggunakan sepeda motor.
”Nyampe sana bagus sih, tapi capek juga naik sepeda motor jauh. Bolak-balik kan jadi 80 kilometer. Udah gitu, nyampe di sono sepi, enggak ada orang sama sekali,” ungkap Alvin. Hari itu, dia hanya mengambil beberapa gambar untuk stok.
TANGKAPAN LAYAR ZOOM
Magangers Kompas Muda XII saat presentasi hasil liputan secara daring, pekan lalu.
Esoknya, Alvin membuktikan kegigihannya. Dia kembali lagi ke Tebing Koja dengan persiapan lebih matang, termasuk mengajak beberapa teman sebagai cadangan bila sampai lokasi situasi sepi seperti hari sebelumnya. Sekalian main bareng, begitu kata Alvin.
”Hari kedua balik ternyata lumayan ramai. Jadi punya pengalaman, Tebing Koja bagus tapi banyak banget yang harus dibayar. Karena bawa teman ya lumayan juga bayarinnya. Untuk dua kali liputan itu habis Rp 200.000-an. Kalau sama kopinya hampir Rp 300.000,” ujar Alvin sambil tertawa.
Namun, dia tak kapok dan justru menikmati pengalaman itu sebagai hal yang seru. ”Masih pengin jadi wartawan, masih ngeliat gini seru juga karena bagian video kan sesuai minat aku,” ujar Alvin.
ARSIP PRIBADI
Siswi SMA Labschool Jakarta, Calandra Divina Djamil, sedang mewawancarai narasumber di Rawamangun, Jakarta Timur, untuk melaksaksanakan tugas liputan dalam program Magangers Kompas Muda Batch XII.
Elvi Rahmawani (Universitas Andalas) yang magang sebagai reporter mengalami hal yang hampir serupa dengan Alvin. Elvi yang berdomisili di Padang, Sumatera Barat, ini harus berjibaku di liputan keduanya tentang pembukaan bioskop.
”Meski temanya sudah direncanakan jauh-jauh hari dan sudah memikirkan TOR liputan, banyak sekali kendalanya. Salah satunya saat mempersiapkan list narasumber mulai dari manajer bioskop yang berbeda, sutradara, hingga kawula muda,” ujar Elvi.
Elvi merasa kesulitan karena tak ada respons dari sutradara yang dia hubungi. Begitu pula dengan manajer bioskop yang tak bersedia diwawancara. ”Saya merasa sudah mengelilingi Kota Padang dan bolak-balik ke bioskop yang ada, hingga tak mau diwawancara. Sampai berpikir, ternyata begini ya jadi wartawan sungguhan,” kata Elvi.
Namun, dia bersyukur mendapat kesempatan menikmati lelah yang dia sukai dengan liputan ke lapangan. ”Setiap kendala yang ada pasti akan selesai juga dan berlalu,” kata Elvi optimistis.
Girvan Syawal Khresnatendi Kurniawan alias Khresna yang magang sebagai fotografer merasa seluruh pengalaman terjun ke lapangan lengkap dengan perasaan yang menyertainya, merupakan pengalaman yang sangat menarik untuk pembelajaran, juga mencari teman dan relasi.
”Awalnya deg-degan ada takut, cemas ini bakal kayak gimana sih. Tapi pas udah dilakuin ternyata menarik. Apalagi hobiku jurnalistik mencari cerita orang yang ditemui,” kata Khresna.
Pengalaman pertama, seru dan tak terlupakan....
ARSIP PRIBADI
Siswi SMA Labschool Jakarta, Calandra Divina Djamil, sedang mewawancarai narasumber di Rawamangun, Jakarta Timur, untuk melaksaksanakan tugas liputan dalam program Magangers Kompas Muda Batch XII.