Pandemi tak membuat anak muda berdiam diri di rumah tanpa berbuat sesuatu. Melalui berbagai webinar, mereka menambah pengalaman dan ilmu dengan bertemu para profesional dari banyak bidang.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·5 menit baca
Meski selama pandemi aktivitas fisik serba terbatas, isi kepala tetap bisa mengembara untuk memetik pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. Dengan mengikuti seminar virtual, atau yang biasa disebut dengan webinar, mahasiswa dan pelajar dari lokasi yang berbeda-beda bisa meningkatkan kapasitas diri, sekaligus membangun jejaring sosial.
Webinar merupakan pertemuan atau presentasi online yang diadakan melalui internet secara real-time. Topik yang dibahas beragam, mulai dari pelatihan soft skill seperti public speaking dan membangun networking, hingga hardskill, yaitu pelatihan menulis, memotret, bahasa asing, dan videografi. Seminar online ini bisa diikuti secara gratis, bahkan berbayar.
Pada Sabtu (12/9/2020), harian Kompas menyelenggarakan webinar ”Kaum Muda di Tengah Pandemi, Boleh Pesimistis atau Harus Optimis?” dengan pembicara President Director PT Java Festival Production Dewi Gontha dan presenter TV Ivan Kabul. Acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan akustik dari Trisouls.
Dalam webinar, Dewi Gontha dan Ivan Kabul menjelaskan, pandemi telah memengaruhi kehidupan mereka, baik secara personal maupun profesional. Dewi Gontha menyebutkan, beberapa konser musik harus ditunda, dibatalkan, atau pelaksanaannya dialihkan ke ruang digital karena tidak mungkin mengumpulkan kerumunan orang di tengah pandemi.
Ivan Kabul juga menjelaskan bahwa pandemi telah memengaruhi banyak aspek dalam kehidupannya. Setelah banyak agenda shooting berhenti karena adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ia mulai kembali beraktivitas. Tetapi, kini kegiatan-kegiatan yang sudah mulai menggeliat itu terpaksa berhenti mendadak karena adanya pengetatan PSBB yang mulai berlaku pada 14 September 2020.
Ivan menyadari bahwa kehidupan personal dan profesional terganggu selama pandemi. Namun, ia tetap menjaga pikiran positif bahwa pandemi segera berlalu dan kegiatan akan berjalan seperti biasa. ”Tentu saja ada perasaan down karena dunia berubah. Tetapi, kekhawatiran berlebihan tidak akan membuat kita menjadi lebih baik. Paling penting sekarang bisa berdamai dengan situasi dan mengambil tindakan,” jelasnya.
Inspirasi
Bagi peserta, webinar yang dihadiri pembicara dari berbagai profesi bisa memberi inspirasi serta menambah pengalaman dan mengusir kebosanan selama pandemi. Berbeda dengan seminar tatap muka yang hanya dihadiri peserta terbatas, melalui webinar peserta dari sejumlah daerah di Indonesia bisa ikut serta.
Salah satu peserta webinar Kompas, Dinda Saphira (21), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengatakan, webinar merupakan ajang untuk meningkatkan kualitas diri. ”Walaupun suasana kurang mendukung untuk bersosialisasi, improve diri sendiri tetap bisa dilakukan,” ujarnya.
Dinda merasa sangat terbantu dengan webinar yang diselenggarakan harian Kompas karena ia dapat memetik banyak ilmu berharga dari salah satu sosok idola, yaitu Dewi Gontha.
Selama ini, Dinda selalu mengikuti Java Jazz Festival yang diselenggarakan oleh PT Java Festival Production. Begitu ada pandemi, Dinda ingin mengetahui bagaimana kelanjutkan Java Jazz Festival. Ia juga ingin menimba ilmu dari para narasumber mengenai strategi untuk bertahan. Ilmu yang didapatkan sangat berguna untuk meningkatkan kapasitas dirinya.
Bagi mahasiswa Jurusan Jurnalistik Universitas Media Nusantara, Adonia Bernike (20), webinar yang diselenggarakan Kompas bisa membuatnya bertambah optimistis melewati masa krisis. ”Dari obrolan dengan narasumber, aku mendapat banyak inspirasi untuk menjaga optimisme, seperti menulis dan membuat konten bermanfaat ketika sedang stres,” ucapnya.
Selama pandemi, Adonia juga berusaha mengurangi penggunaan media sosial untuk menghindari diri dari terpapar dengan berita-berita negatif. Ia mengisi hari dengan lebih dekat kepada orangtua dan keluarga. Kebetulan, sebelum pandemi, Adonia kembali ke daerah asal di Bali. Begitu ada anjuran untuk tetap di rumah saja dan kuliah dilakukan secara virtual, Adonia memutuskan untuk tetap di Bali. Ia menjalani kuliah jarak jauh dari daerah asalnya.
Komunitas The Light Snatcher Festival merupakan salah satu komunitas yang juga rutin mengadakan diskusi online dengan topik berkaitan dengan konten visual, seperti fotografi dan videografi. Komunitas ini kerap mengundang pembicara-pembicara berpengalaman untuk berbagi jurus menyajikan konten visual yang menarik minat audiens.
Pertengahan Agustus lalu, komunitas ini menyelenggarakan obrolan virtual tentang fotografi perjalanan (Street Photography) bersama Ruben Kuntjoro, Chris Tuarissa, dan Juan Girsang. Selasa ini, ada sesi obrolan seru dengan fotografer profesional yang sudah merasakan asam garam liputan di lapangan, yakni Dita Alangkara, Beawiharta, dan Adek Berry.
Topik yang diangkat dalam diskusi beragam, mulai dari riset fotografi, penulisan caption, ide dan proses pembuatan film, serta memproduksi foto menggunakan telepon genggam. Setiap sesi diikuti 20-60 orang dari sejumlah daerah di Indonesia.
Festival Director The Light Snatcher Festival Miranti Kemala mengatakan, diskusi terkait fotografi semula diadakan secara tatap muka untuk menyambut The Light Snatcher Festival pada Oktober 2020. Begitu ada pandemi dan diikuti aturan bekerja dari rumah, diskusi diselenggarakan virtual.
Miranti menjelaskan, sama seperti banyak kelompok masyarakat Indonesia, sebelumnya anggota komunitas The Light Snatcher Festival juga tidak terbiasa dengan pertemuan dan pelatihan online. ”Dua tahun terakhir saya sudah terbiasa dengan pertemuan virtual karena bekerja di bidang yang mengharuskan pertemuan online lintas negara. Makanya, begitu ada pandemi, saya mencoba membawa pertemuan virtual ini di komunitas,” ujar Miranti.
Tantangan utama menyelenggarakan pelatihan berbasis online, menurut Miranti, adalah meyakinkan peserta bahwa ilmu dan kualitas pertemuan yang didapatkan akan sama dengan pertemuan tatap muka. Selain itu, tantangan lainnya adalah stabilitas jaringan internet.
Untuk meminimalkan gangguan teknis, The Light Snatcher Festival mengadakan geladi resik beberapa hari menjelang pelatihan virtual. Dalam geladi resik itu, panitia memastikan tidak ada gangguan teknis seperti suara ataupun tampilan layar. Flow dan interaksi antara pembicara, moderator, dan peserta juga dimaksimalkan agar diskusi berjalan menarik.
”Beberapa kelas ini berbayar, jadi kami ingin memastikan memberikan kualitas sebaik mungkin. Jangan sampai peserta merasa dirugikan karena kendala teknis,” ucap Miranti.
Setiap pekan, The Light Snatcher Festival mengadakan diskusi virtual, seperti Snatcher Talk, Snatcher Class, dan Zoom Virtual Meet Up Anda Tanya Om Jawab. Kesuksesan kelas virtual, menurut Miranti, tidak diukur hanya dari jumlah peserta, tetapi juga bagaimana materi yang dibawakan bisa memengaruhi peserta untuk lebih kreatif dan produktif selama pandemi. Miranti dan kawan-kawan biasanya mengadakan rapat internal untuk memilih topik dan menentukan pembicara dalam webinar.
Beberapa kelas ini berbayar, jadi kami ingin memastikan memberikan kualitas sebaik mungkin. Jangan sampai peserta merasa dirugikan karena kendala teknis.
Miranti dan kawan-kawan harus menelan kenyataan pahit bahwa The Light Snatcher Festival yang menurut rencana bergulir Oktober nanti harus mundur hingga tahun depan. Kenyataan itu tidak menyurutkan semangat untuk berbagi inspirasi dan pengetahuan kepada pencinta fotografi dan videografi. Oleh karena itu, kelas-kelas virtual tetap akan bergulir.
”Kami rasa hingga awal tahun depan webinar ini masih akan diminati mengingat pandemi belum memberikan tanda-tanda menurun. Sambil meneruskan pola online, kami juga menyiapkan beberapa kegiatan lain, seperti pameran yang disiapkan untuk tahun depan,” kata Miranti.