Kisah Samsul yang Kelelahan dan Meninggal Seusai Bertugas Padamkan Api
Jumlah pemadam kebakaran di Jakarta belum ideal. Sepanjang tahun ini ada empat petugas terluka dan seorang meninggal.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Samsul Triatmoko turun, lantas duduk di sofa lobi setelah memberi sinyal api sudah padam. Sekejap kemudian dia tidak sadarkan diri, hingga Senin (8/4/2024) pagi, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta menyampaikan wafatnya Samsul.
Satgas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kelurahan Johar Baru itu meninggal seusai memadamkan kebakaran di lantai 2 dan lantai 3 Lembaga Bantuan Hukum/Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Minggu (7/4/2024) malam.
Kebakaran dilaporkan pukul 22.20. Sebanyak 10 mobil dan 40 pemadam kebakaran berjibaku menjinakkan si jago merah sejak pukul 22.25 sampai pukul 23.58.
”Situasi sudah selesai, sudah aman. Dia (Samsul) kelelahan pascapemadaman. Kami langsung bawa, berikan pertolongan,” tutur Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Satriadi Gunawan.
Tak dinyana, nyawa Samsul tak tertolong. Tunai sudah janji baktinya sebagai pemadam kebakaran.
”Jiwa mereka (pemadam kebakaran) sudah tertanam, pantang pulang sebelum padam walaupun nyawa taruhannya,” ujar Satriadi.
Risiko
Semboyan ”pantang pulang sebelum padam walaupun nyawa taruhannya” sudah melekat dalam insan tiap pemadam kebakaran. Mereka sadar betul risiko terluka hingga meninggal dalam setiap penanggulangan kebakaran dan penyelamatan.
Sepanjang tahun 2024, misalnya, 464 kebakaran ditangani Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta. Dalam prosesnya, tercatat empat pemadam kebakaran terluka ringan dan seorang meninggal, yaitu Samsul.
”Sudah risikonya, sudah sumpah pegawai. Pahit, manis, asam, getir, sudah rasakan semuanya,” ujar Koordinator Lapangan Pos Pemadam Kebakaran Menteng Firmansyah.
Senin pagi dia kembali merasakan kegetiran. Matanya terpejam dan suaranya tercekat ketika ditanya tentang Samsul, salah satu teman dekatnya.
”Sulit dikatakan. Istri saya bilang, yang kuat,” kata Firmansyah sambil mengusap matanya.
Ini pengalaman kesekian dia kehilangan rekan kerja. Begitu juga nyaris kehilangan nyawa sejak berdinas tahun 1990.
Selain Samsul, kematian komandan regunya saat awal menjadi pemadam kebakaran dulu masih membekas dalam benaknya.
Kala itu, Firmansyah dan sang komandan terjebak di lantai 3 salah satu pusat perbelanjaan. Firmansyah dalam posisi memegang hidran, sedangkan komandannya tak kelihatan di tengah kobaran dan pekatnya asap.
Dia muntah-muntah hingga tujuh kali dan dalam benaknya hanya ada kematian. Padahal, ada istri dan bayi 4 bulan yang menanti kepulangannya di asrama. Beruntung dalam situasi tersebut kelihatan kaca di sisi bangunan.
”Langsung saya jebol dan loncat ke tangga darurat di luarnya. Dari situ baru kelihatan ternyata komandan terjebak. Tapi saya merasa bersalah karena tidak bisa melindunginya,” ucap Firmansyah.
Di lain waktu, dia dua kali berhadapan dengan warga yang tak sabaran dalam pemadaman kebakaran medio 1990-an. Tak tanggung-tanggung, lehernya dikalungi celurit dan pisau.
Jiwa mereka (pemadam kebakaran) sudah tertanam, pantang pulang sebelum padam.
Dalam kondisi demikian, Firmansyah dengan tenang menjelaskan tentang proses dan teknik pemadaman supaya efektif sekaligus meminimalkan korban jiwa. Misalnya, rumah di sekitar titik kebakaran mesti disemprot untuk mencegah penyebaran api dan tidak bisa asal-asalan memegang selang sebab risikonya terpental ke belakang karena kuatnya tekanan air.
Kekurangan petugas
Seiring waktu sarana dan prasarana Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta kian membaik. Demikian pula kesadaran warga. Namun, Jakarta masih kekurangan petugas yang mencapai setengah dari jumlah ideal dan kekurangan pos pemadam kebakaran untuk mempercepat penanganan.
Saat ini terdapat 4.033 pemadam kebakaran, termasuk yang berstatus Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan atau kontrak dan 170 kelurahan yang mempunyai pos dari total 267 kelurahan se-Jakarta.
”Alat pelindung diri, SOP, sudah oke. Kami prioritaskan keselamatan petugas. Namun, memang masih kekurangan petugas. Idealnya, 10.722 orang,” kata Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Satriadi Gunawan.
Tambahan petugas ini sudah diajukan kepada Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta. Tahun ini direncanakan akan ada tambahan 236 orang menyesuaikan kondisi APBD DKI Jakarta.
Belum idealnya jumlah pemadam kebakaran ini disiasati dengan sejumlah cara. Contohnya di Pos Pemadam Kebakaran Menteng yang juga membawahkan Pos Pemadam Kebakaran Tugu Proklamasi.
Secara keseluruhan ada 19 petugas dan 6 mobil pemadam kebakaran. Sebarannya, 12 orang dan 4 mobil di Menteng serta 6 orang dan 2 mobil di Tugu Proklamasi, ditambah 1 koordinator. Mereka bertugas dalam tim dengan sif 1 x 24 jam atau aplusan setiap pukul 08.30.
Sekarang pun tersedia 4-5 alat pelindung diri untuk setiap unit. Kondisi demikian berbeda dengan dulu hanya 1 alat pelindung diri digunakan bergantian.
”Kami bagi 3 tim dan setiap mobil terdiri dari 3 petugas. Idealnya, 6-8 petugas. Sebisa mungkin kami atur, untuk cuti masing-masing sif hanya 1 orang. Tidak boleh lebih dan waktunya maksimal 2 hari,” tutur Koordinator Lapangan Pos Pemadam Kebakaran Menteng Firmansyah.
Di sisi satunya, keterbatasan petugas ini terbantu dengan saling dukung dari pos pemadam kebakaran lain. Akan tetapi, Satriadi, Firmansyah, dan petugas lain berharap ada tambahan orang agar paling tidak mendekati ideal.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menyarankan untuk memaksimalkan peran sukarelawan kebakaran yang akan disiagakan pada setiap RT. Paling tidak, sukarelawan kebakaran ini membantu dalam pencegahan kebakaran, pemadaman api dengan alat pemadan api ringan, ataupun mengevakuasi warga guna meminimalkan dampak kebakaran.
Komisi A DPRD DKI Jakarta juga meminta ada pengawasan dan peningkatan kualitas instalasi listrik. Ini sehubungan dengan korsleting yang masih jadi salah satu pemicu utama kebakaran di Jakarta.