Ramadhan Penuh Berkah Cuitan Lucu
Ada saja cara warganet menyambut momen penting dengan kocak. Salah satunya cuitan lucu segar rebutan takjil.
Netizen atau warganet menjalani Ramadhan dengan penuh jenaka. Guyonan war takjil atau berburu takjil lintas agama hingga warga beda agama paling getol buka puasa bersama menghiasi lini masa.
Cuitan ataupun unggahan ini sukses menyejukkan media sosial yang sebetulnya tengah panas di tahun politik. Menjelang pemilu dan pileg sampai jelang pengumuman hasilnya oleh Komisi Pemilihan Umum, otot-otot warganet seakan mengencang karena saling sindir, tuding, hina, dan cerca lantaran perbedaan pilihan.
Tengok saja cuitan @tanyakanrl di X, dulu Twitter. Cuitan akun dengan 1,8 juta pengikut ini berisi tangkapan layar dari Tiktok tentang sekelompok warga beda agama yang bersemangat berburu takjil dan sudah memesan tempat buka puasa lebih dulu.
Baca juga: ”War” Takjil yang Meluruhkan Sekat SARA
Hingga Senin (18/3/2024) ini, unggahan tersebut sudah disaksikan 211.000 kali, dicuitkan kembali 161 kali, dan disukai 8.207 kali, serta banjir komentar.
Banyak komentar bernada positif dan lucu, misalnya ”bisa-bisanya mereka lebih semangat Ramadhan daripada kita yang luntang-lantung sahur saja masih kesiangan buka bingung mau makan apa”.
Komentar lain tak kalah mengundang tawa lebar, seperti ”iya mereka jadwal buka bersamanya lebih banyak dari gue yang memang puasa”, ”teman nonmuslim gue memesan surga buat gue masya Allah tabarakallah”.
Tanggapan kocak lainnya, ”fenomena nonmuslim paling semangat pas Ramadhan ini ril banget bahkan semenjak belum viral kayak begini, teman-temanku yang nonmuslim atau bahkan keluarga dari dulu paling getol tanyakan hari ini puasa nggak atau buka bersama enaknya di mana sementara yang Islam sendiri malah nggak kepikiran buka bersama”.
Cuitan lain dari @convomf juga menarik perhatian warganet. Cuitan akun dengan 1,4 juta pengikut ini menarasikan tangkapan layar Tiktok tentang permintaan tolong mengurung warga beda agama setidaknya dari pukul 15.00 sampai pukul 18.00 supaya takjil aman karena habis diborong.
Narasi ini sudah disaksikan 2 juta kali, dicuitkan kembali 2.322 kali, disukai 35.000 kali, dan ramai komentar positif dan jenaka, seperti ”oh jadi ini contoh lain dari agamaku ya agamaku, agamamu ya acaraku”, ”keadilan takjil bagi seluruh rakyat Indonesia”, ”waktu hari pertama sudah ribut ajak cari takjil padahal masih jam 1 siang”, ”kemarin gue sama teman nonmuslim cari takjil dia ikut heboh banget, gue yang puasa dia yang riuh, mau mie kuning, harus sama es buah, mau bihun sama gorengan juga, serakah he-he-he”.
Masih banyak lagi kejenakaan warganet perihal Ramadhan yang sukses menurunkan tensi di jagat maya.
Satu yang pasti, cuitan, unggahan, ataupun balasan komentar mereka ini seakan perwujudan poin kelima Tausiyah Ramadhan yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Sabtu (9/3/2024) melalui surat nomor Kep-24/DP-MUI/III/2024 yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar dan Sekretaris Jenderal MUI Buya Amirsyah Tambunan.
Poin kelima meminta dai dan mubalig dalam aktivitas ceramah Ramadhan di masjid, mushala, majelis taklim, ataupun di media sosial, media cetak, televisi, dan media elektronik lain agar terus bersemangat untuk menyampaikan penguatan materi ceramah agama yang konstruktif, inspiratif, dan menyerukan optimisme untuk membangun bangsa Indonesia yang semakin baik dan maju dalam rida Allah SWT.
Kendati bukan dai dan mubalig, warganet telah menyebar pesan positif dalam balutan kejenakaan. Pesan-pesan ini berhasil menyejukkan hati dan pikiran yang tengah panas di tahun politik.
’Teman nonmuslim gue memesan surga buat gue masya Allah tabarakallah’.
Redam polarisasi
Kejenakaan warganet perihal Ramadhan juga bisa menjadi narasi untuk memupus potensi polarisasi warga akibat Pemilu 2024.
Dalam rapat redaksi nasional membahas isu dan perkembangan pasca-Pemilu 2024 di Kantor Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (14/3/2024), Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyebut, pemerintah memperhatikan potensi polarisasi masyarakat akibat Pemilu 2024.
Peredaran narasi eksklusif dan provokatif dapat memicu perpecahan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia. Maka, diperlukan narasi yang inklusif untuk melibatkan semua lapisan masyarakat tanpa mempersoalkan latar belakang atau golongan tertentu.
Baca juga: Berpuasa Menyejukkan Kepala dan Hati
Budi mendorong media massa untuk mengembangkan kontranarasi terhadap ancaman intoleransi yang sarat kepentingan politik. Ini penting agar jangan sampai didefinisikan pembentukan pemerintahan yang akan datang ialah hasil dari pemilu yang curang.
Selain itu, narasi kejenakaan Ramadhan yang berkembang hari-hari belakangan ini rasanya menyejukkan kepala dan hati, seperti pesan Guru Besar Filsafat Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat.
Ramadhan tahun 2024 istimewa karena hari pertama puasa bertepatan dengan hari raya Nyepi 1946 Saka. Hari besar bagi umat Hindu yang juga berlandaskan prinsip menahan diri.
Selain itu, pada tanggal 25 Maret akan tiba perayaan Paskah bagi umat kristiani. Prinsip menahan diri juga menjadi inti dari perjalanan menuju Paskah (Kompas, 14 Maret 2024).
Ramadhan kali ini pun hadir di tengah masih ramainya situasi politik pascapemilu. Muncul berbagai gugatan yang mempertanyakan legitimasi penghitungan suara beserta partai-partai politik mengajukan hak angket hingga banyak politikus menelan kecewa karena gagal menggapai impian menduduki kursi dewan dan sejumlah calon yang lolos justru diragukan keberhasilannya.
Komaruddin berpesan, praktik berpuasa hendaknya jangan sebatas memenuhi ritual formal sehingga kehilangan makna. Justru, di tengah gegap gempita politik ini, puasa semakin diperlukan. Contohnya, langkah berpuasa selalu diambil sebagai cara untuk menunjukkan bahwa seseorang tidak diatur oleh hegemoni duniawi, termasuk kekuasaan.