”War” Takjil yang Meluruhkan Sekat SARA
Takjil bukan sekadar pelengkap Ramadhan. Aneka kudapan ini meluruhkan sekat suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Ramadhan tahun ini ada fenomena baru yang seru, yakni war takjil lintas agama. Berburu takjil di pasar kini tak hanya dilakukan warga Muslim yang sedang berpuasa, tetapi juga warga lain yang beda agama. Fenomena ini ternyata meluruhkan sekat suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA.
Belakangan ini, Clara (24) sering memperhatikan jam tangan atau jam dinding ruang kerjanya di perkantoran kawasan Jakarta Pusat. Akan tetapi, pikirannya bukan soal kapan jam kerja berakhir atau waktunya pulang.
Warga Rawa Belong di Jakarta Barat ini memikirkan jeli, puding, dan agar-agar yang dijajakan penjual takjil. Dia tak sabar untuk membelinya dan berbuka puasa bersama teman-teman Muslim.
”Ikut berburu takjil, tetapi tidak ikut puasa. Enggak tahu kenapa, jajanan yang dijual saat Ramadhan lebih menarik dan menggoda,” seloroh Clara, Minggu (17/3/2024).
Jelang pukul 16.30 WIB biasanya suasana ruang kerja mulai berisik. Karyawan yang tidak berpuasa sudah menanyakan apa takjil untuk buka puasa pukul 18.09 WIB nanti.
Baca juga: Sejumlah Lembaran Sejarah Indonesia Terjadi Saat Ramadhan
Jika sudah begitu, mereka akan saling ledek. Misalnya, muncul komentar ”berburu takjil susah karena lintas agama, siapa yang puasa siapa yang lapar dan haus, takjil milik bersama. Jadi, siapa cepat dia dapat, dan awas saja nanti saat Paskah gantian kami menghabiskan telur supaya telur paskah diganti Kinder Joy”.
”Suasana puasa selalu hangat dan menyenangkan. Seru, penuh antusias, saling ledek, ujung-ujungnya buka puasa bersama dalam canda tawa,” ucap Clara.
Canda tawa dari berburu takjil hingga buka puasa bersama ini jadi momen bagi Clara dan teman-teman untuk mempererat toleransi dan persaudaraan. Apalagi, di tengah hiruk-pikuk tahun politik yang penuh perbedaan pilihan atau silang pendapat.
Andini (27) merasakan hal yang sama. Sejak kuliah, pekerja kantoran di Jakarta Selatan ini kerap berburu takjil bersama teman-teman yang tidak berpuasa. Dia tak mempermasalahkan hal tersebut. Sebaliknya, justru bagus bagi dia dan teman-teman untuk saling memahami atau toleransi.
”Heboh, semangat cari takjil. Padahal, saya yang puasa anteng-anteng saja. Tapi, di situ keseruannya,” ujar Andini.
Selain berburu takjil, teman-temannya yang tak berpuasa juga antusias untuk buka puasa bersama. Mereka semangat merekomendasikan tempat dan menu yang pas bagi semua.
”Biasanya satu kali seminggu. Dibayar kantor, gratis. Pastinya semua senang,” kata Andini sembari tertawa.
Baca juga: Pasar Kaget Pedagang Takjil di Benhil
Keriuhan berburu takjil hingga buka puasa bersama juga merambat ke jagat maya. Berburu takjil atau warganet menyebutnya war takjil menjadi topik hangat, seperti di X (dulu Twitter). Utas @FashionReco, ”Berburu takjil, persaingan lintas agama — a thread —”. Utas berisi potongan tangkapan layar tentang berburu takjil yang bernuansa candaan atau gurauan telah dilihat 1,4 juta kali, dicuitkan 816 kali, ditandai 702 kali, dan disukai 11.000 kali.
Kemudian, utas @moodtimeline ”Puasa tahun ini war takjil lintas agama - A Thread —”. Utas berisi tangkapan layar serupa telah dilihat 145.000 kali, dicuitkan 116 kali, dan disukai 817 kali.
Penuh berkah
Ramadhan membawa berkah bagi semua warga, baik yang berpuasa maupun tidak. Mereka sama-sama kecipratan rezeki, seperti Vicky Amelia (28), warga non-Muslim yang berjualan takjil di Pasar Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
Di sebuah lapak berukuran 1 meter x 1 meter, dia menjajakan kolak pisang, biji salak, martabak, lontong sayur dan oncom, risol, serta berbagai penganan berbuka lainnya.
Heboh, semangat cari takjil. Padahal, saya yang puasa anteng-anteng saja. Tapi, di situ keseruannya.
Sejak Subuh, Vicky sudah berbelanja di Pasar Minggu hingga meracik berbagai makanan mulai pukul 06.00. Dia dibantu dua pegawai yang melaksanakan ibadah puasa.
Pekerjaan memasak rampung pukul 14.00 dan mulai dijajakan ke berbagai warung sekitar pukul 14.30. ”Biasanya pukul 15.00 sudah banyak konsumen yang datang. Kami tidak ingin kehilangan momen,” kata Vicky.
Di Pasar Rawajati juga ada puluhan lapak yang menjajakan takjil di kanan dan kiri jalan. Ratusan pembeli tumpah ruah berburu takjil. Dari pengalaman sebagai penjual takjil, dirinya belajar untuk hidup bertoleransi. Salah satunya dengan menghargai pegawainya yang sedang berpuasa.
”Saya juga turut berpuasa untuk menghargai pegawai saya yang juga berpuasa,” ujar Vicky yang baru tahun ini mencoba membuka usaha beragam takjil.
Di tahun pertama membuka usaha jualan takjil, Vicky mendapatkan omzet yang lumayan. Dalam satu hari, dia bisa mengantongi Rp 1,5 juta dengan keuntungan bersih Rp 400.000.
Erni (45), salah satu pegawai Vicky, cukup terbantu dengan usaha ini. Dalam sehari, ia memperoleh upah Rp 100.000. Uang tersebut ditabung untuk pulang kampung ke Sukabumi, Jawa Barat, pada Idul Fitri nanti.
Perbedaan agama tidak menjadi masalah untuk dirinya. Selama satu sama lain saling menghargai, maka akan terbangun rasa persaudaraan.
Kasih sayang
Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki saat buka puasa bersama di Masjid Istiqlal, Kamis (14/3/2024), menyampaikan bahwa Ramadhan merupakan bulan kasih sayang dan rahmat bagi seluruh alam semesta. Ini ditandai dengan turunnya wahyu atau Nuzulul Quran kepada Nabi Muhammad.
Saiful mengajak umat untuk menebar kasih sayang kepada sesama Muslim ataupun sesama manusia serta memanfaatkan Ramadhan untuk mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya.
”Selain memanfaatkan momentum ini untuk meminta rahmat kepada Allah, jadikan bulan Ramadhan untuk menebar rahmat secara horizontal, baik seiman maupun sesama manusia,” kata Saiful.
Baca juga: Berpuasa Menyejukkan Kepala dan Hati
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menekankan toleransi dalam Tausiah Ramadhan yang dikeluarkan pada Sabtu (9/3/2024).
Salah satu poin tausiah itu ialah meminta untuk menjaga sikap saling toleransi dan saling menghormati antara mereka yang berpuasa dan yang tidak berpuasa. Poin lain yang tak kalah penting adalah Ramadhan menjadi momentum untuk saling mendinginkan tensi akibat perbedaan pilihan politik pascapemungutan suara.
Setelah war politik yang panas, kini terbitlah war takjil yang mencairkan suasana dan mempererat toleransi. Pilihan politik dan agama boleh beda, tetapi selera takjil bisa saja sama.