Binus School Serpong Investigasi Dugaan Perundungan
Perundungan diduga terjadi di luar Binus School Serpong. Pihak sekolah dan polisi sedang mendalami dugaan ini.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pihak Binus School Serpong, Tangerang, Banten, menginvestigasi dugaan perundungan yang melibatkan siswanya. Perundungan yang diduga terjadi di luar sekolah ini turut didalami pihak kepolisian.
”Sejauh ini masih dalam penanganan sekolah dan kejadiannya (perundungan) di luar sekolah,” ucap Corporate Marketing Communications General Manager Binus Group Haris Suhendra, Senin (19/2/2024), melalui pesan singkat.
Isu ini muncul setelah cuitan tentang dugaan perundungan diunggah di X (dulu Twitter) pada Minggu (18/2/2024). Menurut unggahan itu, perundungan dilakukan kelompok siswa SMA ”senior” di Binus School Serpong terhadap ”anggota baru” yang hendak masuk kelompok itu. Para ”anggota baru” diduga mesti membelikan makanan serta menerima kekerasan fisik dan verbal.
Kejadian diduga terjadi di sebuah warung dekat sekolah yang kerap didatangi siswa. Warung yang disebut ”warung ibu gaul” itu berada di seberang salah satu akses masuk-keluar sekolah. Letaknya dekat permukiman warga.
Pemilik warung, Hermanto (31), baru mengetahui ihwal dugaan perundungan itu dari media sosial dan alumni Binus School Serpong yang bertanya. Namun, dia tak mengetahui pasti kejadian itu karena kali terakhir siswa berkumpul di situ pada Selasa (13/2/2024).
”Kami kaget viral begini. Alumni pada tanya. Memang siswa dan alumni sering nongkrong sepulang sekolah, tapi enggak pernah berhantam di sini,” tutur Hermanto.
Biasanya siswa dan alumni datang ke warung pukul 15.30, pukul 16.00, dan pukul 16.30 atau setelah kegiatan sekolah selesai. Jumlahnya bervariasi, mulai dari dua atau tiga hingga belasan orang. Saat nongkrong, siswa masih mengenakan seragam sekolah.
Menurut Hermanto, mereka makan dan minum, mengobrol, serta bercanda. Di antaranya ada perokok, tetapi belum pernah tampak berkelahi.
”Enggak nampak minum-minum (alkohol) juga. Pasti kami larang. Kalau berhantam saya usir dan bubarin karena mengganggu,” ujar Hermanto.
Kepolisian Resor Tangerang Selatan membenarkan terjadinya dugaan perundungan oleh siswa Binus School Serpong. Kepala Seksi Humas Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Wendi Afrianto menyatakan, pihaknya masih memeriksa hal ini.
Gunung es
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 3.877 laporan pengaduan kekerasan pada anak di 2023. Sebanyak 329 kasus di antaranya terjadi di kluster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama. Tiga aduan tertinggi adalah anak korban perundungan di satuan pendidikan, anak korban kebijakan, dan anak korban pemenuhan hak fasilitas pendidikan.
”Pengawasan KPAI menunjukkan kasus kekerasan pada anak, khususnya pada satuan pendidikan, diibaratkan seperti fenomena gunung es. Satu kasus tampak, yang lain masih belum terungkap. Satu kasus tertangani, masih banyak lagi yang terabaikan,” ucap Aris dalam keterangan tertulis, 22 Januari 2024.
Perundungan bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain, pengawasan, pembinaan, dan edukasi tentang perundungan atau bullying belum optimal. Satuan pendidikan pun tidak melakukan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan perilaku peserta didik, bagaimana circle (lingkaran) peserta didik, serta kondisi keluarga dan lingkungan.
Perundungan juga dapat terjadi lantaran dianggap kenakalan anak biasa. Bahaya perundungan baru disadari ketika ini memengaruhi fisik dan psikis anak, bahkan ada yang mengakhiri hidupnya akibat dirundung.
Faktor lain yang memicu perundungan adalah edukasi dan perhatian keluarga terhadap anak berkurang. Ini bisa terjadi karena alasan ekonomi, kesibukan, dan keluarga yang tidak harmonis. ”Akibatnya, anak menjadikan media sosial sebagai rumah kedua untuk mencari perhatian dari sumber yang salah. Anak jadi mudah terpengaruh oleh tayangan kekerasan yang ditonton,” ucap Aris.
Tim pencegahan kekerasan
Pemerintah sebelumnya menyebut ada tiga ”dosa” besar pendidikan, yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Untuk menghapus tiga dosa besar itu, Kemendikbudristek mengeluarkan aturan agar satuan pendidikan segera membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
Jumlah TPPK di tingkat pendidikan anak usia dini sampai menengah atas hingga kini 273.671 tim di 437.851 sekolah atau baru 62,5 persen. Sementara itu, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) menargetkan TPPK dibentuk paling lambat 4 Februari 2024. Hal ini berlaku untuk SD sampai SMA/SMK, sedangkan untuk PAUD dan nonformal paling lambat 4 Agustus 2024 (Kompas, 31/1/2024).
Hingga kini baru 8 dari 38 provinsi yang telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan. Sementara itu, dari 514 kabupaten kota, baru 140 satgas di tingkat kabupaten/kota yang dibentuk.
Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek mencatat ada 127 kasus kekerasan di sekolah pada 2021-2023. Rinciannya, 7 kasus pada 2021, 68 kasus pada 2022, dan 52 kasus di 2023. Kasus perundungan paling banyak dilaporkan, diikuti kekerasan seksual dan intoleransi.