DJKA memastikan agar perbaikan eskalator dapat dilakukan lebih cepat sehingga bisa segera digunakan oleh masyarakat.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pengerjaan perbaikan eskalator di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, ditargetkan selesai pada pertengahan Februari. Warga berharap ekskalator di sejumlah stasiun untuk rutin dirawat.
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jakarta Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan Ferdian Suryo mengatakan, perawatan eskalator di peron 3 dan 4 Stasiun Bekasi sudah mulai dilaksanakan pada Kamis (1/2/2024) malam. Perawatan itu sebagai bagian dari pemeliharaan rutin prasarana stasiun sekaligus menindaklanjuti perbaikan eskalator.
”Saat ini eskalator (peron 3 dan 4) sudah dapat digunakan kembali oleh masyarakat. Semoga dapat mempermudah mobilitas masyarakat di Stasiun Bekasi. Satu eskalator di sisi utara stasiun yang masih perlu dilakukan perawatan diharapkan dapat selesai pertengahan Februari. Sementara eskalator lain di Stasiun Bekasi beroperasi normal,” kata Ferdian dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/2/2024).
Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal menuturkan, DJKA akan memastikan agar perbaikan eskalator ini dapat dilakukan lebih cepat sehingga bisa segera digunakan masyarakat. Pihaknya pun meminta maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan yang muncul akibat perawatan eskalator.
Suku cadang yang diimpor untuk perbaikan eskalator di Stasiun Bekasi sudah datang. Oleh karena itu, perbaikan eskalator di Stasiun Bekasi sudah mulai dilakukan. Sejak Oktober 2023, eskalator di stasiun itu tidak beroperasi. Perbaikan yang telah dilakukan, antara lain, penggantian handrail beserta komponennya
Tidak beroperasinya ekskalator itu pun membuat pengguna jasa KRL merasa terganggu. Bahkan, pada 31 Januari, warga meletakkan karangan bunga bertuliskan ”Turut Berdukacita atas Wafatnya Eskalator Stasiun Bekasi” beserta miniatur kuburan dengan nisan bertuliskan ”RIP Ekskalator Stasiun Bekasi”. Seremoni itu sebagai bentuk protes 100 hari tidak beroperasinya ekskalator.
Terkait dengan aduan atau aksi itu, Risal menyampaikan apresiasi atas partisipasi aktif warga dalam mengawal pembangunan dan peningkatan pelayanan di sektor perkeretaapian.
”Kami sangat terbuka terhadap kritik dan masukan yang disampaikan sehingga kami dapat melakukan evaluasi terhadap pengembangan yang kami lakukan di sektor ini,” ujar Risal.
Penderitaan dobel, ekskalator mati dan harus berdesakan di dalam kereta. Kebayang enggak, tuh. Nah, kalau sudah benar jangan lupa dirawat, biar enggak rusak-rusak lagi. (Fitri Ayudiana)
Haikal Sulaiman (32), warga Bekasi, berharap janji pemerintah untuk segera memperbaiki ekskalator dan pengoperasian eskalator pada pertengahan atau akhir Februari mendatang benar-benar bisa terealisasi. Tidak hanya itu, Haikal berharap eskalator yang ada di sejumlah stasiun juga rutin dipelihara atau dirawat agar kejadian matinya eskalator tidak berulang terus.
”Repot banget kalau belum selesai akhir Februari. Sudah lama itu mati, segera saja diperbaiki dan bisa digunakan pengguna KRL. Juga selalu diperhatikan kondisinya. Capek dan kasihan juga yang enggak kuat naik tangga kalau rusak,” kata Haikal yang kerap mengunggah keluhannya terkait ekskalator di media sosial.
Begitu pula dengan Fitra Ayudiana (28) yang setiap hari naik turun tangga karena tidak kunjung beroperasinya ekskalator di Stasiun Bekasi. Ia juga berharap, jika sudah beroperasi semua, pemerintah atau pihak terkait untuk rutin merawat ekskalator.
”Penderitaan dobel, ekskalator mati dan harus berdesakan di dalam kereta. Kebayang enggak, tuh. Nah, kalau sudah benar jangan lupa dirawat, biar enggak rusak-rusak lagi,” kata Ayu.
Sebelumnya, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Jakarta Nur Setiawan Sidik mengatakan, ada beberapa penyebab eskalator di stasiun sering mati. Penyebabnya, beberapa eskalator mengalami beban berlebih karena pola pergerakan di stasiun masih belum stabil.
Kendala lain adalah masalah onderdil yang masih didatangkan dari luar negeri. Mayoritas onderdil eskalator didatangkan dari China dan butuh pemesanan yang lama, bahkan bisa berbulan-bulan. Selain itu, sumber daya manusia yang menangani perawatan juga masih perlu dilatih agar dapat bekerja lebih baik lagi (Kompas.id, 1/2/2024).