Impor Kereta dari China, PT KAI Komuter Bakal Hadapi Tantangan Baru
Impor dari China menjadi tantangan baru sebab sumber daya manusia di KAI komuter telanjur terbiasa dengan kereta Jepang.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Kereta Commuter Indonesia membeli tiga rangkaian kereta baru dari perusahaan CRRC Qingdao Sifang Co Ltd, yang telah disepakati melalui penandatanganan kontrak di Beijing, China, Rabu (31/1/2024). Keputusan impor kereta dari China ini dinilai akan memunculkan tantangan baru karena sumber daya manusia di KAI Commuter telanjur terbiasa menangani kereta buatan Jepang.
Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI atau KAI Commuter) Asdo Artriviyanto menyampaikan, pihaknya membeli tiga rangkaian kereta rel listrik (KRL) baru dengan tipe KCI-SFC120-V. Nilai investasi untuk pengadaan ketiga rangkaian ini sebesar Rp 783 miliar.
”Pengadaan sarana KRL baru ini merupakan pemenuhan atas jumlah sarana KRL sesuai dengan kebutuhan pelayanan pengguna KRL Jabodetabek yang sudah mencapai hampir 1 juta pengguna per harinya,” ujar Asdo, Jumat (2/2/2024).
Asdo memastikan tiga rangkaian kereta(trainset) yang dipesan dari CRRC masing-masing terdiri dari 12 gerbong kereta serta dalam kondisi baru dan layak pakai. Adapun impor tiga trainset ini menambah jumlah pengadaan KRL menjadi 38 unit.
Tidak hanya melakukan impor rangkaian baru, KAI Commuter juga melakukan peremajaan atau retrofit rangkaian kereta yang dilakukan oleh PT Industri Kereta Api atau PT INKA. Pengadaan 19 rangkaian KRL retrofit ini senilai Rp 2,23 triliun.
Menurut rencana, sebanyak empat rangkaian KRL akan dikirimkan ke PT Inka secara bertahap, yakni pada Februari dan pertengahan 2024. Selain itu, KAI Commuter juga sudah memesan 16 rangkaian KRL baru produksi lokal kepada PT Inka dengan nilai investasi Rp 3,83 triliun.
Asdo mengatakan, seluruh pembiayaan pengadaan tersebut berasal dari pinjaman KAI Commuter, pinjaman pemegang saham atau shareholder loan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero), serta bantuan dari pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN).
Program pengadaan KRL ini dilakukan hingga 2027. Saat ini, KAI Commuter baru menandatangani kontrak pembelian 16 trainset kepada PT Inka. Setelah itu, akan ada penambahan delapan trainset lagi pada 2025.
Menurut Asdo, pengadaan KRL ini dilakukan untuk penambahan kapasitas angkut pengguna. Sarana KRL yang sudah memasuki masa peremajaan secara bertahap akan terus diganti dengan proses retrofit untuk menjaga kebutuhan operasional layanan KRL Jabodetabek dengan target 1,2 juta pengguna per hari pada tahun 2025.
Tahun kemarin, KAI Commuter mencatat total pengguna KRL Jabodetabek sebanyak 290.890.677 orang. Angka tersebut lebih besar 38 persen daripada volume tahun 2022 yang sebanyak 239.254.813 orang. Volume pengguna KRL Jabodetabek pun diprediksi bakal tumbuh 4 persen per tahun atau bertambah 16,98 juta pengguna setiap tahunnya.
Adapun kerja sama antara KAI Commuter dan CRRC Qingdao Sifang Co Ltd sebenarnya bukan kali pertama. Pada 9 November 2023 lalu, kedua perusahaan tersebut telah menandatangani MoU kerja sama dalam pengembangan sarana perkeretaapian Indonesia.
Kerja sama itu mulai dari pengadaan sarana electric multiple unit (EMU) atau sarana kereta berpenggerak dengan tenaga listrik ataupun diesel multiple unit (DMU) atau sarana kereta berpenggerak dengan tenaga diesel.
Selain itu, juga sebagai wadah untuk berbagi teknologi, perawatan sarana, peningkatan kapasitas sarana, pengadaan suku cadang, dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) perkeretaapian. Nota kesepahaman kerja sama ini merupakan pembaruan dari kerja sama yang telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya.
Berdiri sejak 1900, CRRC Qingdao Sifang Co Ltd juga merupakan pembuat Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Perusahaan ini telah mengekspor ke 28 negara dan kawasan, termasuk Singapura, Argentina, Brasil, Sri Lanka, Laos, dan Indonesia.
Sebelumnya, VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba sempat mengatakan akan impor kereta bekas dari Jepang. Anne menargetkan tanda tangan kontrak untuk impor KRL bisa dilakukan pada Agustus-September 2023. Kemudian, dalam 14 bulan hingga 15 bulan setelahnya akan dilakukan proses produksi, pengiriman, hingga sertifikasi kereta untuk siap dipakai.
Akan tetapi, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, impor KRL bekas dari Jepang tersebut batal. Menurut dia, pembatalan impor KRL bekas itu dilakukan karena berpotensi melanggar tiga aturan, yaitu peraturan presiden (perpres), aturan di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan.
Rangkaian kereta buatan China nantinya akan memiliki sejumlah komponen dan teknologi yang berbeda dibandingkan dengan kereta Jepang.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan, keputusan impor kereta dari China akan memunculkan tantangan baru. Menurut dia, dari sisi pemeliharaan, SDM yang dimiliki oleh KAI Commuter saat ini sudah berpengalaman dan terbiasa dalam perawatan KRL buatan Jepang.
”Rangkaian kereta buatan China nantinya akan memiliki sejumlah komponen dan teknologi yang berbeda dibandingkan dengan kereta Jepang. Mungkin akan perlu waktu tambahan untuk pembinaan SDM KAI Commuter,” katanya.
Oleh sebab itu, Deddy menilai, KAI Commuter harus meningkatkan pemahamannya terhadap teknologi rangkaian kereta dari China tersebut. Selain itu, KAI Commuter juga perlu memastikan kedatangan rangkaian kereta baru ini tidak akan mengganggu layanan KRL Jabodetabek.
Kemudian, KAI Commuter harus mampu mengoptimalkan konsumsi listrik rangkaian kereta buatan China dengan kapasitas yang ada. Menurut Deddy, rangkaian kereta eksisting yang mayoritas berasal dari Jepang memiliki tingkat konsumsi listrik yang tidak membebani kapasitas.
”Salah satu aspek penting yang harus dicermati perusahaan adalah konsumsi listrik rangkaian kereta,” ujar Deddy.
Adapun untuk retrofit, Deddy mengatakan, PT Inka belum memiliki pengalaman, apalagi me-retrofit KRL ke KRL. ”Selain belum punya pengalaman, regulasi atas retrofit tidak ada. Jadi, retrofit ini seperti gambling,” ujar Deddy.