Mengikis Celurit Tawuran di Ibu Kota dengan Olahraga ”Skateboard”
Olahraga bisa mengalihkan minat remaja dari aksi tawuran. Laksana papan ”skate” bisa digunakan untuk mengikis celurit.
Jalan Layang Pasar Rebo, Jakarta Timur, menjadi salah satu titik yang dijadikan lokasi tawuran antarpemuda. Bahkan, tawuran di sana beberapa kali menelan korban jiwa. Padahal, di sekitar tempat itu ada sebuah tempat olahraga yang cukup digandrungi, yakni Taman Skate yang terletak di kolong jalan layang Pasar Rebo.
Dengan lincah El Sarjono (23) menyusuri lintasan Taman Skate (Skate Park) yang ada di bawah jalan layang Pasar Rebo, Rabu (31/1/2024). Ia pun merekam aktivitasnya itu untuk kemudian mengunggah videonya ke media sosial.
Berbagai rintangan (obstacle) El lalui, mulai dari quarter (lintasan yang menyerupai ombak), pole jam (tiang bidang miring), down rail (rel menurun), dan flat rails (rel datar). Sesekali ia terjatuh, tetapi ia kembali bangkit dan mencoba lagi.
Lintasan di Taman Skate yang dibangun pada 2019 lalu ini, menurut El, termasuk yang baik dibanding lintasan lain di Jakarta. Selain karena berada di bawah jalan layang sehingga terlindung dari gangguan cuaca, rintangan yang disediakan pun tergolong lengkap dan menantang.
Baca juga: Tawuran Pelajar Terus Berulang dan Kian Meresahkan
skate
Sembari berlatih, El juga merekam aktivitasnya. Rekaman video itu menjadi salah satu poin dalam perjanjian kontrak kerja sama antara dirinya dan sebuah perusahaan sepatu.
”Saya memang sudah di-endorse oleh sebuah produk sepatu untuk bermain skate sekaligus mempromosikan produknya,” kata El.
Dari kerja sama selama tiga tahun itu, dia memperoleh uang sekitar Rp 7 juta per bulan. Bagi dia, berolahraga skateboard sangat berguna untuk menyalurkan energi ke arah yang lebih positif.
Menyalurkan hobi berolahraga skateboard juga dilakoni PA (15), salah satu pemuda Ciracas, Jakarta Timur. Ia sering menjajal lintasan itu, bahkan tergolong mahir berseluncur di semua lintasan. Karena kemahirannya itu, ia pernah diundang untuk ikut kejuaraan di Bali. Sayangnya, sejak satu tahun yang lalu papan seluncurnya hilang. Hobinya itu pun terampas.
Ironisnya, PA memilih untuk menyalurkan energinya ke arah yang negatif, yakni tawuran. Tawuran antara dua kelompok pemuda itu pecah pada Minggu (28/1/2024). Lokasinya hanya 200 meter dari Taman Skate. PA pun kini menjadi satu dari empat pelaku yang ditangkap Polres Jakarta Timur.
YA (50), ayah PA, menyesali kelakuan anaknya itu. ”Sebenarnya anak saya hanya ikut-ikutan, tetapi karena ia termasuk yang memegang celurit, polisi pun menangkapnya,” kata YA, yang kesehariannya berdagang di bawah jembatan layang.
Baca juga: Kasus Tawuran di Lampung, Satu Tersangka Menyerahkan Diri
Kenakalannya itu membuat PA kini harus berurusan dengan hukum. Ia menjadi satu dari empat pelaku yang ditangkap polisi. YA bercerita, kelakuan anaknya itu berubah sejak ia kehilangan papan skate-nya sekitar dua tahun lalu.
”Dulu PA lebih sering main di Taman Skate dibanding tawuran. Sejak papan skate-nya hilang, ia sering ngumpul bersama teman-temannya itu,” katanya.
PA tergabung dalam kelompok pemuda yang disebut dengan Anak Empang. Kelompok itu merupakan kumpulan anak muda yang tinggal di kawasan Ciracas.
Pada tawuran hari Minggu (28/1/2024) lalu, Anak Empang berselisih dengan Anak Induk, kelompok anak yang tinggal di kawasan Pasar Induk di Kramatjati, Ciracas. Adapun DS (18) yang menjadi korban penebasan senjata tajam diketahui merupakan bagian dari Anak Induk.
Pergaulan yang kurang baik itulah membuat PA terjerembab ke tindak kriminal. ”Sudah berkali-kali saya peringatkan untuk tidak tawuran, tetap saja ngeyel,” kata YA.
PA hanya lulus SD. Faktor biaya membuatnya tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMP. Sang ayah yang sehari-hari menjadi sopir angkutan kota penghasilannya hanya sekitar Rp 70.000 per hari. Uang sejumlah itu tidak cukup untuk menghidupi keluarganya dengan delapan anak.
Saat ini sebenarnya PA sudah bekerja sebagai salah satu pegawai di perusahaan jasa pengiriman sambil mengikuti program Kejar Paket A. Sayangnya, dia bergaul dengan orang yang salah hingga terjerumus ke masalah ini.
Kini, YA menyerahkan semua proses hukum kepada aparat. ”Jika memang anak saya harus dihukum, itu sudah menjadi konsekuensinya. Saya akan terima, mudah-mudahan PA bisa menjadi anak yang lebih baik,” kata YA berharap.
Banyak faktor
Kepala Polres Jakarta Timur Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly menuturkan, salah satu penyebab tawuran adalah kurangnya pengawasan orangtua, serta anak tidak memiliki wadah untuk mengaktualisasikan diri. Dari kasus yang sering terjadi, sebagian besar anak yang terlibat tawuran merupakan anak yang kurang berprestasi di sekolah atau bahkan anak putus sekolah.
”Karena itulah, mereka mencari aktivitas lain untuk melampiaskan energinya, salah satunya tawuran,” kata Nicolas.
Khusus untuk tawuran di Pasar Rebo, diketahui anak yang terlibat tawuran berada di bawah pengaruh minum-minuman keras. Hal inilah yang membuat mereka berani dan nekat termasuk melakukan hal-hal yang sadis, seperti menebas orang dengan senjata tajam.
Para pelaku sekaligus korban pun diketahui merencanakan tawuran sejak lama. Indikasi ini terlihat dari keberadaan empat celurit berukuran 1,2 meter yang mereka gunakan. Senjata tajam ini ternyata dibeli sejak sebulan yang lalu melalui pasar daring.
Penyelesaian masalah tawuran harus melalui beberapa penanganan yang holistik, yakni pemetaan titik rawan tawuran oleh polisi yang dilengkapi dengan intervensi masalah ekonomi, sosial, dan pendidikan.
Selain untuk mengaktualisasi diri, menurut Nicolas, faktor ekonomi juga menjadi penyebab. Biasanya pemuda yang terlibat tawuran hidup dalam keluarga yang pas-pasan.
”Mereka tinggal di satu rumah yang sempit dengan banyak keluarga,” kata Nicolas.
Kondisi ini membuat para pemuda harus bangun pada malam hingga subuh untuk memberikan ruang bagi orangtuanya agar bisa tidur di dalam rumah. Pada sela-sela itulah, mereka sering ngumpul. Sayangnya, perkumpulan itu mengarah ke aktivitas yang negatif, salah satunya tawuran.
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya fasilitas umum yang memungkinkan mereka menyalurkan energinya. Misalnya, kurangnya sarana olahraga.
”Jika ada sarana olahraga yang memadai, mungkin mereka sudah capek untuk ikut tawuran lagi,” ujar Nicolas.
Karena itu, ia mengimbau orangtua untuk tidak membiarkan anaknya ngumpul tidak jelas karena itu bisa memicu aksi kriminal, seperti penyalahgunaan narkoba, minuman keras, dan tawuran.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, berpendapat, penyelesaian masalah tawuran harus melalui beberapa penanganan yang holistik, yakni pemetaan titik rawan tawuran oleh polisi yang dilengkapi dengan intervensi masalah ekonomi, sosial, dan pendidikan. Diharapkan pola yang sama tidak berulang. Intervensi ini melibatkan akademisi dan masyarakat setempat untuk program berkelanjutan.
”Sasarannya terutama kawula muda karena jangka panjang,” ucap Rakhmat.
Rakhmat menyarankan agar ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) yang ada di Jakarta lebih dimaksimalkan. Ruang ini menjadi wahana permainan dan tumbuh kembang anak, sarana kegiatan sosial warga, pengembangan pengetahuan dan keterampilan kader PKK, dan ruang terbuka hijau.
”Banyak RPTRA bisa dimanfaatkan untuk kegiatan seni, budaya, dan lainnya. Ketegangan warga disalurkan ke situ. Semuanya memang tak bisa instan, tetapi harus dilakukan,” ucap Rakhmat.
Persoalan tawuran antarpemuda di Ibu Kota memang kompleks dan untuk mengatasinya dibutuhkan peran berbagai pihak. Tanpa ada solusi komprehensif, tawuran akan terus terjadi dan masa depan anak muda jadi taruhannya.