Waspada pada Jerat Prostitusi Anak
Kasus kekerasan seksual pada anak meningkat tahun lalu. Tekanan ekonomi turut menggiring anak pada jerat prostitusi.
Di rumah sederhana di Kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, AJ (14) berkumpul dengan ketiga adiknya, serta ditemani oleh IA (37) ibunya dan JP (42) ayah angkatnya. Sudah sejak 2020, ayah dan ibu kandungnya berpisah. Pada 2021, ibu AJ membina keluarga baru dengan JP.
AJ, anak pertama dari empat bersaudara itu, tampak ceria dan bermain bersama adik-adiknya. Ia sesekali jahil kepada adik paling bungsunya karena merasa gemas.
Keceriaan AJ kini jauh berbeda dibanding saat ia berhasil meloloskan diri dari jerat prostitusi anak. Saat itu, ketika bertemu dengan kedua orangtuanya, AJ bersikap temperamen dan suka memberontak. ”Untuk berkomunikasi saja sulit. Mungkin ia masih trauma,”U kata IA, Rabu (17/1/2024).
Akan tetapi, setelah dua bulan direhabilitasi di Sentra Handayani milik Kementerian Sosial di Cipayung, Jakarta Timur, kondisi AJ membaik. Sikap ke orangtuanya pun lebih sopan dan sangat perhatian kepada adik-adiknya. AJ juga sudah rajin shalat.
Baca juga: Prostitusi Anak di Balik Kamar-kamar Indekos
Perubahan positif itu sangat disyukuri oleh orangtuanya. Apalagi saat mengingat peristiwa yang menimpa putrinya itu. Bagaimana tidak, hati seorang ibu tak getir membayangkan nasib AJ yang masuk jerat prostitusi daring dan harus melayani pria hidung belang di salah satu kompleks indekos di Kampung Kranggan, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat.
AJ bercerita kepada ibunya alasan ia masuk ke dunia prostitusi, yakni ada desakan dari ayah kandungnya untuk mencari uang. Bahkan, meski sudah berpisah, ayah kandung AJ masih minta uang kepada IA.
Baca juga: Mudahnya Berburu PSK Anak dengan Aplikasi Daring
”Di sini, saya tidak membiarkan anak saya mencari pekerjaan, apalagi minta duit kepadanya. Saya tidak akan membiarkan anak saya kelaparan dan harus mencari pekerjaan, tidak,” tegas IA yang bekerja sebagai pegawai kebersihan di salah satu bank di Jakarta Utara.
Karena merasa harus mencari uang, AJ berpikir untuk menerima pekerjaan dari temannya, D (17), yang sudah dia kenal Oktober 2023 lalu. D kemudian jadi pacarnya. D dan AT alias OM (52), muncikari, menjebak AJ untuk melayani para pria hidung belang.
Di kompleks indekos, AJ tak sendiri, ada anak lain yang juga menjadi korban prostitusi. Selain itu, ada pekerja seks komersial (PSK) dewasa yang sudah menunggu untuk melayani para tamu.
Di kompleks yang sama, ada enam joki yang juga tinggal. Mereka bertugas mencari tamu melalui aplikasi kencan. Setiap hari, ada saja pelanggan dan PSK baru datang. Semua dikendalikan oleh AT, sang muncikari utama.
Di kompleks yang sama, ada enam joki yang juga tinggal. Mereka bertugas mencari tamu melalui aplikasi kencan.
MS, mantan karyawan indekos di Kranggan, menuturkan, tidak sulit untuk merekrut anak-anak menjadi PSK. Beberapa tempat sudah jadi langganan para muncikari mencari mangsa, terutama di kawasan Jakarta dan Jawa Barat.
Anak-anak yang dipekerjakan ini menjadi incaran karena mudah diperdaya dan bisa dibayar dengan tarif yang lebih murah. ”Apalagi para tamu biasanya mengincar PSK berusia di bawah 22 tahun,” kata MS.
Memperbaiki diri
Setelah kejadian ini, ayah angkat AJ ingin fokus untuk kembali menata kehidupan baru anaknya. Ia dan istrinya pun tidak sepenuhnya menyalahkan AJ atas kejadian itu.
”Kami yakin AJ hanya terpengaruh, apalagi di usianya kini adalah waktu bagi remaja untuk mencari jati diri,” kata JP yang merupakan staf di sebuah lembaga pemerintahan.
JP ingin anaknya melanjutkan sekolah. Saat ini AJ seharusnya sudah duduk di kelas IX sekolah menengah pertama.
Keinginan JP dibalas antusias oleh AJ. ”Aku mau sekolah lagi. Aku mau jadi penata rias profesional,” kata AJ yang langsung didukung ibunya. IA meminta putrinya tetap rajin shalat dan giat belajar agar cita-citanya terwujud.
Akan tetapi, fokus JP dan IA untuk menata hidup anaknya terganggu kedatangan perwakilan atau keluarga pemilik indekos. Mereka ingin berdamai. Pada Rabu (17/1/2024), mereka meminta JP mencabut laporannya di kepolisian.
Setelah kedatangan keluarga AT ke rumahnya, JP dan IA merasa terintimidasi. ”Saya khawatir terjadi apa-apa dengan anak saya,” kata JP. Ia pun meminta agar AJ dilindungi sampai kasus ini tuntas.
Menanggapi hal itu, Penjabat Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Lia Latifah menuturkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk memastikan keamanan dari AJ.
Lia mengatakan, keberanian AJ mengungkap kasus prostitusi anak di Kota Bekasi membuka mata publik bahwa fenomena ini masih ada, bahkan cenderung mengkhawatirkan.
Berdasarkan data yang dia himpun, jumlah laporan yang diterima Komnas PA mencapai 3.547 kasus kekerasan anak, naik 30 persen dari pengaduan di tahun 2022. Dari 3.547 kasus itu, 54 persen di antaranya atau 1.915 kasus masuk dalam kategori kekerasan seksual. ”Prostitusi anak masuk dalam kategori kekerasan seksual,” jelasnya.
Adapun data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan, pada 2021-2023 tercatat 2.455 kasus anak korban kejahatan seksual, 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, serta 128 kasus penculikan/perdagangan anak.
Menurut Lia, meningkatnya kasus kekerasan pada anak di Indonesia ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, sudah tumbuhnya kesadaran warga untuk melapor kala menjadi korban atau menyaksikan peristiwa kekerasan.
Kemungkinan munculnya perubahan pada anak yang dipicu oleh media sosial, faktor ekonomi, gaya hidup, dan kurangnya asupan pendidikan seksual yang seharusnya sudah diajarkan kepada anak-anak sejak dini agar mereka tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual.
Sementara itu, sosiolog Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, mengatakan, dalam konteks masyarakat, perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan termasuk dalam eksploitasi seksual komersial maupun nonkomersial.
”Sebab itu, istilah pekerja seks tidak bisa diberlakukan karena sebagian dari mereka dipekerjakan atau dilacurkan. Bahkan, ada kasus-kasus anak yang sudah ’diijon’ sehingga orangtua dan keluarga, termasuk anaknya, sengaja dijebak utang,” katanya.
Utang itu yang kemudian harus dilunasi. Untuk keluar dari utang itu, berbagai cara dilakukan, salah satunya dengan prostitusi.
Menurut Ida, memang ada sebagian masyarakat menganggap prostitusi merupakan pekerjaan atau bukan hal yang menyimpang. Namun, berbagai kajian menunjukkan adanya proses trafficking, yang akhirnya dianggap biasa. Tidak bisa dimungkiri ternyata bisa memenuhi ekonomi keluarga, bahkan bisa jadi simbol status.
Di Indramayu yang dikenal sebagai sender area, wilayah pengirim perempuan muda untuk dilacurkan, misalnya, diyakini ada tradisi yang turun-menurun, yaitu luru duit. Tradisi ini dianggap bukan sebuah aib keluarga dan anak perempuan sebagai aset. Motif luru duit ini untuk memiliki kekayaan dan meningkatkan status sosial.
Kajian lainnya, lanjut Ida, dari skripsi sosiologi tentang pornografi daring di Indonesia. Ada forum daring yang memiliki anggota tujuh juta pria. Melalui forum daring tersebut, mereka mengonsumsi foto-foto seksi perempuan muda dan anak-anak.
”Fenomena ini jelas mengindikasikan, Indonesia jadi surga pornografi, yang sekaligus mencerminkan kondusifnya dan semakin berkembangnya industri prostitusi. Berkenaan dengan ini, era digital hanya sebagai faktor penyerta, bukan penyebab. Karena secara historis, di beberapa wilayah, budayanya sudah permisif,” jelas Ida.
Menurut Ida, prostitusi tetap berlatar belakang ekonomi. Prostitusi kelas atas relatif terlindungi, sementara kelas bawah dikejar-kejar dan tak ada lindungan. Bahkan, pekerja seks dianggap sebagai sumber masalah. Padahal, semuanya sama-sama kelompok perempuan dan anak yang rentan.
”Semuanya tetap berlatar ekonomi, hanya kelas bawah untuk survival. Sementara kelas atas lebih untuk simbol status atau gaya hidup yang disebut subkultur,” kata Ida.
Baca juga: Darurat Prostitusi Anak