Secercah Asa dari Pembenahan KRL Jabodetabek
Kereta rel listrik kian dibutuhkan oleh warga yang tinggal di Jabodetabek. Namun, beragam kendala masih muncul.
Keberadaan kereta rel listrik (KRL) di area Jabodetabek sangat dibutuhkan masyarakat. Hanya saja, keterbatasan armada membuat pengguna merasa tidak nyaman menumpangi moda transportasi ini. Pembenahan menyeluruh diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan.
Husein Muhammad (30) seorang karyawan swasta di Jakarta mengaku sering menumpangi KRL untuk berangkat dan pulang dari kantornya yang berada di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Menurut Husein, tarif yang terbilang terjangkau membuat KRL menjadi pilihan para pekerja, termasuk dirinya.
”Dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi dengan risiko kemacetan panjang dan berbiaya mahal, saya lebih memilih menggunakan KRL,” ujar ayah satu anak ini, Minggu (14/1/2024).
Meski begitu, warga Pancoran, Jakarta Selatan, ini harus rela berdesak-desakan dengan penumpang lain yang juga ingin mendapatkan layanan yang sama. Terkadang, ia harus menunggu lebih lama ketika kereta yang datang telah dipenuhi penumpang yang sudah masuk lebih dulu. ”Ya, terima saja. Ada kenyamanan, ada harga,” kata Husein.
Jika melihat dari tingginya kebutuhan masyarakat, Husein menilai sudah saatnya armada KRL ditambah. Apalagi, saat ini, moda transportasi publik yang tersedia kian beragam. ”Kemungkinan akan semakin banyak warga yang beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum,” katanya.
Husein pun menyarankan agar fasilitas pendukung di setiap stasiun juga diperhatikan. Hal yang paling riskan adalah fasilitas eskalator yang kerap mati, terutama di Stasiun Manggarai. ”Memang cukup sepele, tapi kalau dibiarkan, tentu akan menyulitkan pengguna KRL,” ujarnya.
peak hours
Apalagi angkutan pengumpan (feeder) sudah terbilang lengkap. Ada Jaklingko dan Transjakarta. Hanya saja, untuk rute tertentu, terutama di luar Jakarta, perlu pintar-pintar mencari angkutan penunjang.
Bagi Alex, keberadaan KRL sangat baik untuk mendukung mobilitas warga kota. ”Di Palembang sudah ada LRT (light rail transit), semoga ke depan ada KRL juga,” imbuhnya.
Lonjakan penumpang
Keberadaan KRL di Jabodetabek memang sangat dibutuhkan untuk mobilitas warga. PT KAI Commuter (KCI) mencatat pada tahun 2023 jumlah penumpang KRL di wilayah Jabodetabek mencapai 290.890.677 orang atau naik 35 persen dibandingkan pada 2022, yang sebesar 215.049.339 orang.
Direktur Utama KCI Asdo Artrivianto menjelaskan, dari jumlah itu, rata-rata pengguna KRL di wilayah Jabodetabek pada hari normal mencapai 870.782 orang per hari. Adapun pada akhir pekan rata-rata pengguna hanya 656.935 orang. ”Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pengguna komuter didominasi para pekerja,” katanya.
Baca juga: Mobilitas Penumpang Meningkat, Penambahan Armada Krusial
Kondisi ini juga didukung jumlah persebaran pengguna dengan jam sibuk terjadi pada waktu berangkat dan pulang kerja, yakni antara pukul 06.00 dan 08.00 serta pukul 16.00 hingga 18.00. Sementara untuk stasiun keberangkatan dan tujuan tertinggi ada di Stasiun Bogor dengan kisaran 15 juta penumpang.
Bahkan, pada tahun 2024, Asdo memperkirakan jumlah penumpang KRL kembali melonjak sekitar 314 juta orang. Dari data ini, ia menilai penambahan armada adalah hal yang mendesak. Jika tidak segera diantisipasi, dikhawatirkan mobilitas warga bisa terganggu.
Mengantisipasi lonjakan ini, pihaknya berencana menambah jumlah armada dari 107 kereta yang sudah ada. Menurut rencana, sampai tahun 2027 ada 16 rangkaian kereta baru dan 19 rangkaian kereta lama yang diperbarui teknologinya (retrofit). Kesemua itu diadakan bekerja sama dengan PT Industri Kereta Api (PT INKA).
”Proses itu dilakukan secara bertahap dengan menggunakan anggaran tahun jamak (multiyears) dari pemerintah sebesar Rp 2,2 triliun,” tutur Asdo.
Untuk kereta yang diperbarui, ujar Asdo, ia menjamin akan tetap mengedepankan keselamatan penumpang. Memang, dari sisi nilai ekonomi, umur dari kereta retrofit hanya 15 tahun. Lebih pendek dari kereta baru yang memiliki nilai ekonomi hingga 30 tahun.
Meskipun begitu, Asdo menjamin kereta masih tetap aman digunakan karena semua prosesnya disesuaikan dengan spesifikasi teknis dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian dari Kementerian Perhubungan. ”Kami tidak akan mengoperasikan kereta yang tidak aman karena keselamatan penumpang adalah yang utama,” kata Asdo menegaskan.
Selain itu, direncanakan pula ada tiga rangkaian kereta yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hingga kini, sudah ada lima pabrikan dari sejumlah negara yang sedang dikaji untuk memenuhi kebutuhan kereta. Harapannya, pada 2024, unit bisa didatangkan. ”Selain teknologi dan spesifikasi, biaya untuk pengadaan juga harus disesuaikan dengan anggaran yang ada,” ujar Asdo.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Industri Kereta Api/PT INKA (Persero) Eko Purwanto memastikan prototipe kereta rel listrik rampung tahun 2024. Sebanyak 16 rangkaian KRL pun siap diproduksi untuk meningkatkan layanan bagi ratusan ribu penumpang setiap hari di wilayah Jakarta.
”Kami saat ini juga sedang mengerjakan satu pesanan dari KCI (PT Kereta Commuter Indonesia), 16 trainset yang baru. Ini sedang proses prototipenya. Mungkin April-Mei tahun 2024, prototipe akan kami uji,” ujar Direktur Utama PT INKA Eko Purwanto di Stasiun Jakarta Kota, Sabtu (30/12/2023).
Selain membuat KRL, pihaknya juga melakukan penambahan atau pembaruan teknologi/fitur (retrofit) untuk rangkaian kereta lainnya. Sebelumnya, sebanyak 19 kereta menjalani retrofit untuk meningkatkan fungsi KRL. Baik produksi maupun pembuatan KRL berlangsung dalam pabrik INKA di Madiun, Jawa Timur.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta Ary Subagyo Wibowo menilai unit KRL memang perlu ditambah. Apalagi, mobilitas masyarakat kembali meningkat setelah pandemi Covid-19. Menurut dia, walau nantinya Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, keberadaan KRL sebagai salah satu moda transportasi publik akan tetap dibutuhkan.
Jika tidak segera ditambah, ia khawatir mobilitas warga Jabodetabek akan terganggu. Dampaknya, warga akan beralih menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi ini tentu akan menimbulkan masalah ganda. Selain kemacetan yang semakin parah, risiko polusi pun akan bertambah. ”Kondisi ini tentu akan mengganggu perputaran ekonomi di wilayah Jakarta dan sekitarnya,” kata Ary.
Namun, ia berharap armada yang disediakan adalah yang laik jalan. ”Kalau bisa, kereta yang disediakan adalah kereta baru yang lebih terjamin keamanannya,” kata Ary.
Baca juga: Tahun Depan, 16 Rangkaian KRL Diproduksi
Ia pun menyarankan agar tidak mengimpor kereta dari luar negeri karena spesifikasi yang tersedia belum tentu sesuai dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada di dalam negeri. ”Karena itu, mempercayakan pengadaan kereta kepada PT INKA adalah keputusan yang paling tepat,” ucapnya.
Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana berpendapat, tantangan KCI paling utama saat ini adalah keterbatasan sarana KRL di tengah meningkatnya mobilitas masyarakat.
Beberapa usulan yang dilontarkan, seperti impor KRL bekas pakai, tidak disetujui oleh pemerintah, sementara untuk pembelian tiga set KRL baru masih memerlukan waktu. Demikian pula kontrak pengadaan KRL dengan PT INKA paling cepat baru dapat terealisasi secara bertahap pada 2025.
Opsi retrofit KRL yang direkomendasikan oleh pemerintah tentu juga memerlukan proses dan waktu yang tidak sebentar, yakni menelan waktu hingga 16 bulan. Di sisi lain, saat proses retrofit berlangsung, sudah dipastikan kapasitas angkut akan menurun.
Untuk itulah, penambahan dan peremajaan KRL pada 2024 perlu dicermati lebih lanjut agar tidak mengorbankan kebutuhan masyarakat. Saat ini hal yang paling penting adalah keselamatan pengguna dan perjalanan KA harus diprioritaskan dengan tidak mengoperasikan rangkaian KRL yang sudah tidak laik operasi dan harus segera diremajakan.