Mobilitas Penumpang Meningkat, Penambahan Armada Krusial
Jumlah penumpang KAI Commuter di area Jabodetabek pada 2023 meningkat 35 persen dibandingkan tahun 2022.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah penumpang KAI Commuter di area Jabodetabek di tahun 2023 meningkat 35 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. Kondisi ini menandakan penambahan unit kereta merupakan aspek yang paling krusial. Pengadaan kereta baru, baik buatan dalam negeri maupun impor, menjadi pilihan.
Dalam pemaparan performa di hadapan media, Kamis (11/1/2024), Direktur Utama KAI Commuter Asdo Artriviyanto menuturkan, jumlah penumpang KAI Commuter di wilayah Jabodetabek pada 2023 mencapai 290.890.677 orang atau naik 35 persen dibandingkan pada 2022, yang sebesar 215.049.339 orang.
Dari jumlah itu, rata-rata pengguna komuter di wilayah Jabodetabek pada hari nomal mencapai 870.782 orang per hari. Adapun di akhir pekan rata-rata pengguna mencapai 656.935 orang. ”Data ini menunjukkan bahwa pengguna komuter adalah para pekerja,” katanya.
Kondisi ini juga didukung jumlah persebaran pengguna dengan jam sibuk terjadi pada waktu berangkat dan pulang kerja, yakni antara pukul 06.00 dan 08.00 serta pukul 16.00 hingga 18.00. Sementara untuk stasiun keberangkatan dan tujuan tertinggi ada di Stasiun Bogor dengan kisaran 15 juta penumpang.
Hanya saja, jumlah ini masih lebih rendah 13 persen dibandingkan tahun 2019 ketika jumlah penumpang mencapai 336.274.343 orang. ”Kondisi ini terjadi karena di awal tahun 2023 pemerintah masih menjalankan pembatasan walau tidak seketat dua tahun sebelumnya,” kata Asdo.
Peningkatan volume penumpang juga diperkirakan terjadi pada 2024 mendatang dengan proyeksi jumlah penumpang sekitar 314 juta orang. Mengantisipasi lonjakan ini, pihaknya berencana menambah jumlah armada dari 107 unit kereta yang sudah ada.
Menurut rencana, sampai tahun 2027 ada 16 rangkaian kereta baru dan 19 rangkaian kereta lama yang diperbarui teknologinya (retrofit). Kesemua itu diadakan bekerja sama dengan PT INKA.
”Proses itu dilakukan secara bertahap dengan menggunakan anggaran tahun jamak (multiyears) dari pemerintah sebesar Rp 2,2 triliun,” tutur Asdo.
Untuk kereta yang diperbarui, ujar Asdo, ia menjamin akan tetap mengedepankan kesematan penumpang. Memang, dari sisi nilai ekonomi, umur dari kereta retrofit hanya 15 tahun. Lebih pendek dari kereta baru yang memiliki nilai ekonomi hingga 30 tahun.
Meskipun begitu, Asdo menjamin kereta masih tetap aman digunakan karena semua prosesnya disesuaikan dengan spesifikasi teknis dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian dari Kementerian Perhubungan. ”Kami tidak akan mengoperasikan kereta yang tidak aman karena keselamatan penumpang adalah yang utama,” kata Asdo menegaskan.
Selain itu, direncanakan pula ada tiga unit rangkaian kereta yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hingga kini, sudah ada lima pabrikan dari sejumlah negara yang sedang dikaji untuk memenuhi kebutuhan kereta. Harapannya, pada 2024 unit bisa didatangkan. ”Selain teknologi dan spesifikasi, biaya untuk pengadaan juga harus disesuaikan dengan anggaran yang ada,” ujar Asdo.
Pengadaan kereta impor ini untuk memenuhi kekurangan armada akibat empat unit akan diperbarui teknologinya mulai tahun ini. ”Untuk 2024, ada empat rangkaian kerata yang akan diperbarui (retrofit) jadi memang perlu ada unit pengganti,” kata Asdo.
Walau proses pengadaan kereta baru dan retrofit sedang berlangsung, Asdo menjamin tidak akan mengganggu operasional layanan. Kebutuhan masyarakat masih tetap terpenuhi dengan mempercepat laju kereta sehingga jarak tempuh bisa lebih panjang dan memangkas waktu tunggu.
Keselamatan penumpang
Ketua Forum Warga Kota Jakarta Ary Subagyo Wibowo menilai unit kereta komuter memang perlu ditambah. Apalagi, mobilitas masyarakat kembali meningkat setelah pandemi Covid-19. Menurut dia, walau nantinya Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, keberadaan KRL sebagai salah satu moda transportasi publik akan tetap dibutuhkan.
Namun, ia berharap armada yang disediakan adakah yang laik jalan. ”Kalau bisa, kereta yang disediakan adalah kereta baru yang lebih terjamin keamanannya,” kata Ary.
Ia pun menyarankan agar tidak mengimpor kereta dari luar negeri karena spesifikasi yang tersedia belum tentu sesuai dengan kondisi sarana dan prasarana yang ada di dalam negeri. ”Karena itu, mempercayakan pengadaan kereta pada PT INKA adalah keputusan yang paling tepat,” ucapnya.
Alex Kakerisa (35), pengguna KRL, menganggap unit KRL harus ditambah karena pada jam sibuk pengguna harus berdesakan. ”Situasi itu memang tidak nyaman, tetapi kami tidak punya pilihan,” ujarnya.
Menurut Alex, menggunakan KRL memang menjadi solusi di tengah mahalnya biaya transportasi yang lain. ”Jika dibandingkan dengan ojek daring, KRL jauh lebih murah. Hanya saja, kita harus pintar-pintar mencari moda transportasi penunjang,” ujarnya.
Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana berpendapat, tantangan KCI paling utama saat ini adalah keterbatasan sarana KRL di tengah meningkatnya mobilitas masyarakat.
Beberapa usulan yang dilontarkan, seperti impor KRL bekas pakai, tidak disetujui oleh pemerintah, sementara untuk pembelian tiga set KRL baru masih memerlukan waktu. Demikian pula kontrak pengadaan KRL dengan PT INKA paling cepat baru dapat terealisasi secara bertahap pada 2025.
Jika dibandingkan dengan ojek daring, KRL jauh lebih murah. Hanya saja, kita harus pintar-pintar mencari moda transportasi penunjang.
Opsi retrofit KRL yang direkomendasikan oleh pemerintah tentu juga memerlukan proses dan waktu yang tidak sebentar, yakni menelan waktu hingga 16 bulan. Di sisi lain, saat proses retrofit berlangsung, sudah dipastikan kapasitas angkut akan menurun.
Karena itu, penambahan dan peremajaan KRL pada 2024 perlu dicermati lebih lanjut agar tidak mengorbankan kebutuhan masyarakat. Yang terpenting adalah keselamatan pengguna dan perjalanan KA harus diprioritaskan dengan tidak mengoperasikan rangkaian KRL yang sudah tidak laik operasi dan harus segera diremajakan.
Kapasitas angkut juga tidak boleh berkurang, sebaliknya harus selalu ditingkatkan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Jabodetabek dan peningkatan mobilitasnya, terutama pengguna KRL.