Jakarta Hadapi Aral untuk Jadi Kota Produktif
Sebagai kota produktif, Jakarta harus mampu menjawab tantangan, berdaya saing, dan meningkatkan produktivitasnya.
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta menghadapi sejumlah tantangan untuk menggapai visi sebagai kota global dan kota produktif. Tantangan itu, antara lain, terkait lemahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya saing tenaga kerja, tata kelola pemerintah yang belum optimal, serta kepastian dan penegakan hukum.
Kota yang produktif umumnya merujuk pada suatu kota yang memiliki tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi dan efisien serta mampu menciptakan lapangan kerja, inovasi, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kota produktif juga berarti kota yang mampu meningkatkan sumber daya atau potensinya agar tumbuh sebagai kota global.
Sejumlah poin tersebut menjadi pembahasan diskusi grup terpumpun (FGD) bertajuk ”Strategi Pengembangan Produktivitas Ekonomi Jakarta dalam Mewujudkan Visi Kota Global” di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Guru Besar IPB University Bomer Pasaribu berpendapat, produktivitas merupakan sikap mental dan etos kerja yang selalu berusaha memperbaiki mutu kehidupan melalui peningkatan efisiensi, efektivitas, dan kualitas untuk menciptakan nilai tambah secara berkelanjutan.
Sementara produktivitas nasional merupakan tingkat efisiensi, efektivitas, dan kualitas secara total dari seluruh proses produksi barang dan jasa yang dilakukan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun swasta.
Baca juga: Langkah Awal Mengembangkan Jakarta Kota Global
Menurut Bomer, Jakarta memiliki peluang, tetapi menghadapi sejumlah masalah untuk menjadi kota produktif. Masalah itu mulai dari rendahnya produktivitas, lemahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, deindustrialisasi dini, kontribusi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan koperasi yang kecil, rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta tata kelola pemerintahan yang belum optimal, lemahnya kepastian dan penegakan hukum.
”Semuanya masalah besar. Padahal, ada bonus demografi yang terjadi sekali dalam 70-80 tahun. Ini peluang untuk bangkit, tetapi belum tercapai. Mutlak diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia,” kata Bomer.
Bonus demografi merupakan peningkatan penduduk usia produktif antara 16-65 tahun. Peningkatan ini diikuti dengan menurunnya angka kelahiran dan kematian.
Salah satu yang disarankan Bomer ialah strategi quad helix atau kolaborasi yang yang melibatkan empat pihak guna mendorong tumbuhnya industri kreatif dan inovatif. Kolaborasi ini melibatkan pemerintah, pendidikan tinggi dan vokasi, dunia usaha dan industri kerja, serta masyarakat.
Tantangan produktif
Secara umum jumlah angkatan kerja di Jakarta mencapai 5,43 juta jiwa berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2023. Angka ini naik 174.000 jiwa dibandingkan dengan Agustus 2022.
Angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja, baik sudah bekerja, belum bekerja, maupun sedang mencari pekerjaan. Mereka berusia 15-65 tahun.
Lebih jauh, dalam laporan Keadaan Ketenagakerjaan DKI Jakarta Agustus 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, disebut, tingkat partisipasi angkatan kerja naik 2,13 persen dan penduduk bekerja mencapai 5,07 juta jiwa atau naik 197.000 jiwa.
Sementara itu, lapangan pekerjaan dengan peningkatan terbesar di DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, 3,23 juta jiwa (63,77 persen) bekerja pada sektor formal atau naik 0,65 persen, setengah pengangguran meningkat 0,25 persen, pekerja paruh waktu turun 2,70 persen, dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,53 persen atau turun 0,65 persen.
Pelaksana Harian Direktur Utama PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung Dharma Satriadi menyebut, pengembangan produktivitas ekonomi Jakarta, terutama dalam mewujudkan visi sebagai kota global, mengacu pada serangkaian langkah dan strategi. Tujuannya, meningkatkan kinerja ekonomi kota agar lebih kompetitif dan berdaya saing di tingkat internasional.
Baca juga: Jakarta Jajaki Kerja Sama dengan Melbourne Menuju Kota Global
Hal itu melibatkan berbagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperkuat sektor kunci, menarik investasi, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan bisnis serta inovasi.
”Kami menghadapi tantangan bergesernya industri manufaktur ke kota lain. Saat ini masih ada industri farmasi dan alat musik kualitas ekspor,” kata Dharma.
Saat ini Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) didominasi zona industri perdagangan (68,5 persen) dari keseluruhan kawasan dengan koefisien lantai bangunan rata-rata 1,98 atau di bawah 3 lantai yang memiliki tingkat produktivitas terbatas. Keterisian zona industri itu sudah mencapai 97 persen.
Dharma memastikan rencana remasterplan kawasan untuk meningkatkan produktivitas. Jakarta Industrial Estate Pulogadung yang memiliki lahan 433 hektar pada masa depan akan berkembang sebagai kawasan komersial, residensial, dan zona campuran.
Jakarta International Container Terminal (JICT) menghadapi tantangan serupa karena pelabuhan tak tumbuh. Direktur Utama JICT Ade Hartono menuturkan, perusahaan menyalurkan rata-rata 70-80 persen peti kemas dari Tanah Air ke luar negeri. Jumlah ini lebih tinggi dari pelabuhan lain di Indonesia. ”Produktivitas Jakarta naik, maka produktivitas pelabuhan juga naik,” kata Ade.
Saat ini manajemen mengembangkan pelabuhan ke laut yang terhubung oleh jembatan di daratan, mengoneksikan kawasan industri dengan pelabuhan melalui Jalan Tol Cibitung-Cilincing, serta memanfaatkan teknologi untuk memudahkan antrean pengiriman peti kemas. ”Tahun ini tidak bertumbuh karena pelabuhan tak tumbuh. Ini tantangan. Perlu kerja sama dengan semua pihak,” kata Ade.
Kota global
Global Cities Index 2023 menempatkan Jakarta di peringkat ke-74 dari 156 kota di dunia. Global Cities Index disusun berdasarkan metrik yang mengukur sejauh mana sebuah kota dapat menarik, mempertahankan, serta menghasilkan aliran modal, orang, dan gagasan global.
Sebanyak 156 kota di seluruh dunia dinilai dalam lima dimensi standar, yaitu aktivitas bisnis, sumber daya manusia, pertukaran informasi, pengalaman budaya, dan keterlibatan politik.
Merujuk Global Power City Index, Jakarta masih di bawah negara ’peers’ dalam ukuran kota global.
Sementara jika merujuk Global Power City Index, Jakarta masih di bawah negara peers atau negara setara dalam ukuran kota global. Jakarta berada di peringkat ke-45 dari 48 negara. Peringkat tersebut lebih rendah daripada kota satu kawasan, seperti Kuala Lumpur (41), Bangkok (40), dan Singapura (5).
Penilaiannya berdasarkan enam dimensi utama sebagai parameter kota global, yaitu ekonomi, riset dan pengembangan, interaksi budaya, kualitas hidup, lingkungan, serta aksesibilitas.
Baca juga: Subsidi, Skala Upah, dan Kartu Pekerja untuk Atasi Biaya Hidup Jakarta
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, untuk menjadi kota global, Jakarta harus produktif dengan sumber daya yang kompetitif, stabil, dan mampu memangkas kesenjangan. Dengan begitu, bonus demografi dapat bermanfaat, bukan sebaliknya, yakni menjadi beban demografi.
”Identifikasi tantangan, rumuskan strategi yang tepat, ada regulasi dan kebijakan yang kondusif untuk mendukung produktivitas dan daya saing,” kata Anwar.
Untuk menjadi kota global, Jakarta harus produktif dengan sumber daya yang kompetitif, stabil, dan mampu memangkas kesenjangan.
Sementara Sekretaris Daerah DKI Jakarta Joko Agus Setyono berpendapat, Jakarta membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dengan dukungan regulasi yang jelas dan tegas. Contohnya, Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta.
Menurut Joko, banyak silang pendapat dalam pembahasannya antara kepentingan pusat dan daerah. Salah satunya soal kewenangan wilayah pesisir dan laut. Jakarta tidak optimal mengembangkan Kepulauan Seribu karena terbentur kewenangan dengan pusat.
”Jakarta jadi pusat ekonomi, tetapi dana bagi hasil belum mencerminkan atau sesuai regulasi yang ada. Masih butuh regulasi yang bisa mengoptimalkan Jakarta,” kata Joko. Tantangan lain agar Jakarta menjadi kota produktif adalah mengatasi kemacetan, polusi udara dan sungai, serta masalah urbanisasi, dan pemerataan kesejahteraan.