Jakarta Jajaki Kerja Sama dengan Melbourne Menuju Kota Global
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bertemu dengan Wali Kota Melbourne Sally Capp. Pertemuan itu sebagai langkah strategis memperdalam hubungan di antara kedua kota.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jakarta menjajaki kerja sama dengan Melbourne, Australia, karena mempunyai tantangan serupa, yaitu banjir, kenaikan permukaan air laut, dan perubahan iklim. Kedua kota yang tergabung dalam Forum C40 Cities juga membahas bidang prospektif, seperti pembangunan urban berkelanjutan, pertukaran magang bagi aparatur sipil negara, dan penjajakan hubungan sister city.
Kerja sama dua wilayah itu diwujudkan dalam pertemuan antara Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Wali Kota Melbourne Sally Capp, Sabtu (2/12/2023). Pertemuan itu berlangsung di sela-sela agenda keduanya saat menghadiri Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-28 atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab.
Heru dalam keterangannya, Senin (4/12/2023), menyampaikan, pertemuan tersebut sebagai langkah strategis untuk memperdalam hubungan antara Jakarta dan Melbourne. Kedua kota sama-sama anggota Forum C40 Cities, yaitu jaringan 97 kota besar di dunia yang berkomitmen mengambil langkah progresif terkait perubahan iklim untuk masa depan kota yang lebih bersih, lebih sehat, dan berkelanjutan.
Sejumlah poin penting dari pertemuan itu antara lain Jakarta dan Melbourne menghadapi tantangan serupa, yaitu banjir, kenaikan permukaan air laut, dan perubahan iklim serta berbagai upaya dalam menghadapinya.
”Operasionalisasi Kantor Wali Kota Melbourne sudah 100 persen menggunakan energi terbarukan. Jakarta dapat belajar dari Melbourne dalam hal ini,” kata Heru.
Dari penjajakan itu juga, Heru dan Sally yakin sinergi antarkedua kota akan membawa manfaat besar. Apalagi, Jakarta dan Melbourne merupakan pusat kegiatan ekonomi, budaya, dan pendidikan di masing-masing negara.
Melbourne sendiri adalah Ibu Kota Negara Bagian Victoria di Australia. Melbourne merupkan kota terbesar kedua di negara tersebut dan sekaligus merupakan pusat bisnis, administrasi, dan hiburan di Australia.
Luas wilayah metropolitan Melbourne mencapai 9.990 kilometer persegi dengan penduduk 4,5 juta jiwa. Melbourne menaruh perhatian lebih pada program pelestarian lingkungan dan mitigasi perubahan iklim.
Heru dan Sally turut membahas beberapa bidang yang prospektif, seperti pembangunan urban berkelanjutan, aksi mitigasi perubahan iklim, pertukaran magang bagi aparatur sipil negara, dan penjajakan hubungan sister city.
Kota global
Penjajakan kerja sama tersebut merupakan salah satu bagian dari upaya Jakarta menjadi kota global. Jakarta bersiap menjadi kota global seiring pemindahan ibu kota negara ke Nusantara, Kalimantan Timur.
Pada 28 November lalu, Heru dalam seminar Menuju Masa Depan Jakarta sebagai Kota Global di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, mengumpulkan 750 eselon III agar mengetahui arah Jakarta ke depan.
Dalam seminar itu dibahas tantangan dan peluang masa depan Jakarta, inovasi dan strategi pembangunan kota global, serta peran dan langkah pemerintah untuk membangun kota.
Heru menyebutkan, ada sejumlah penilaian untuk menuju kota global. Penilaiannya seperti aktivitas bisnis, keamanan, kesehatan, sekolah, museum, ruang terbuka hijau (RTH), dan transportasi.
”Jakarta sebagai kota global tidak dapat dibangun dalam kurun waktu yang singkat. Butuh sinergi dengan berbagai pihak,” ujar Heru saat itu.
Salah satu sinergi tersebut dilakukan dengan perusahaan konsultan Kearney Indonesia. President Director and Partner Kearney Indonesia Shirley Santoso mengatakan, Jakarta mempunyai kontribusi produk domestik bruto (PDB) Indonesia 16-17 persen. Kearney Indonesia akan mengawal Jakarta menuju kota global dengan peringkat indeks kota global yang berpotensi akan terus meningkat.
Global Cities Index disusun berdasarkan metrik yang mengukur sejauh mana sebuah kota dapat menarik, mempertahankan, serta menghasilkan aliran modal, orang, dan gagasan global. Sebanyak 156 kota di seluruh dunia dinilai dalam lima dimensi standar, yaitu aktivitas bisnis, sumber daya manusia, pertukaran informasi, pengalaman budaya, dan keterlibatan politik.
Indeks yang dimaksud berdasarkan pada kondisi perekonomian, laju globalisasi, sumber daya manusia, informasi dan tekonologi, pengalaman budaya, dan keterlibatan politik.
”Jadi, dari sisi Global Cities Index setiap tahunnya, Jakarta saat ini berada di peringkat ke-74. Banyak potensi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan peringkat Jakarta jauh lebih tinggi dari sisi global city,” ucap Shirley.
Global Cities Index disusun berdasarkan metrik yang mengukur sejauh mana sebuah kota dapat menarik, mempertahankan, serta menghasilkan aliran modal, orang, dan gagasan global. Sebanyak 156 kota di seluruh dunia dinilai dalam lima dimensi standar, yaitu aktivitas bisnis, sumber daya manusia, pertukaran informasi, pengalaman budaya, dan keterlibatan politik.
Potensi
Jakarta masih di bawah negara peers atau negara setara dalam ukuran kota global. Akan tetapi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta mencatat sejumlah potensi untuk menjadi kota global.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Arlyana Abubakar menuturkan, Jakarta perlu tetap menjaga relevansinya sebagai pusat ekonomi dan bisnis nasional karena strategis jadi motor penggerak ekonomi bagi daerah lain sambil memperkuat posisi sebagai kota global.
Jika merujuk Global Power City Index tahun 2022, Jakarta berada pada peringkat ke-45 dari 48 negara. Peringkat tersebut lebih rendah daripada kota sekawasan, seperti Kuala Lumpur (41), Bangkok (40), dan Singapura (5).
Penilaiannya berdasarkan enam dimensi utama sebagai parameter kota global, yaitu ekonomi, riset dan pengembangan, interaksi budaya, kualitas hidup, lingkungan, serta aksesibilitas.
Dari enam dimensi tersebut, Jakarta memiliki peringkat yang cukup baik pada kualitas hidup (29) dan peringkat terbawah pada dimensi lingkungan (46). Sementara dimensi ekonomi (40), penelitian dan pengembangan (45), interaksi budaya (42), dan aksesibilitas (45).
Ada beberapa usulan pengembangan Jakarta ke depan. Mulai dari memperkuat posisi sebagai daerah kekhususan, peningkatan fasilitas publik, utamanya integrasi antarmoda, kawasan orientasi transit, dan RTH sesuai standar kota global, hingga membentuk Jakarta Exhibition and Convention Bureau atau forum koordinasi untuk promosi dan pemasaran pariwisata secara terintegrasi, menata fungsi bangunan bersejarah ataupun bangunan milik pemerintah pusat, serta mendorong investasi yang bersumber dari pendanaan kreatif.
”Perlu dicatat bahwa pengembangan itu juga mencakup wilayah aglomerasi Jabodetabek karena sebagai daerah penyangga,” kata Arlyana.