Hujan berintensitas tinggi di Bogor menyebabkan longsor yang mengakibatkan dua orang meninggal dunia.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Hujan berintensitas tinggi menyebabkan sebuah rumah di Kampung Sempur Bates, Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, terdampak longsor. Dua penghuni, pasangan suami istri, Rahmat (38) dan Eva Nurhasanah (35), meninggal karena tertimbun material longsor.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor Ade Hasrat mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan peristiwa bencana pada Minggu (26/11/2023) pada pukul 21.11 WIB. Hujan berintensitas tinggi menyebabkan tebing setinggi 8 meter dengan lebar 12 meter longsor.
”Longsoran tebing itu menimpa rumah di bagian kamar tidur sehingga menyebabkan dua korban jiwa, pasangan suami istri, tertimbun material longsor,” ujar Ade, Senin (27/11/2023).
Petugas BPBD saat ini masih berusaha menanggulangi peristiwa semalam agar tidak terjadi longsor susulan yang lebih parah. Rumah korban pun belum sepenuhnya dibersihkan dari material longsor karena faktor cuaca.
Sementara itu, Bupati Bogor Iwan Setiawan menuturkan, telah meninjau lokasi longsor. Meski skala bencana tidak besar, peristiwa itu memakan korban jiwa.
Iwan menginstruksikan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) serta BPDB Kabupaten Bogor untuk merehabilitasi rumah korban. Di lokasi longsor, Iwan juga menginstruksikan pembangunan tembok penahan tanah (TPT) setinggi 30 meter agar tidak terjadi lagi longsor susulan yang mengancam warga.
”Ini menjadi peringatan dan pembelajaran bersama untuk memperkuat mitigasi. Ini memang alam, tidak bisa diprediksi, tetapi bisa dimitigasi jangan sampai ada korban jiwa. Kami merasa ini untuk mengedukasi dan mitigasi belum maksimal,” kata Iwan melalui sambungan telepon.
Menurut Iwan, dari peninjauan lokasi longsor dan beberapa lokasi lainnya, masih banyak rumah warga di Kabupaten Bogor, terutama di pelosok desa, yang berada di tepi tebing. Melihat kontur tanah di Bogor bertipe lempung gembur, itu bisa menjadi ancaman jika hujan deras yang perlu diwaspadai.
Ini menjadi peringatan dan pembelajaran bersama untuk memperkuat mitigasi. Ini memang alam, tidak bisa diprediksi, tetapi bisa dimitigasi jangan sampai ada korban jiwa. Kami merasa ini untuk mengedukasi dan mitigasi belum maksimal.
Oleh karena itu, Iwan meminta BPBD, aparatur pemerintah daerah atau desa untuk meningkatkan mitigasi bencana. Peran desa tangguh bencana (Destana) yang sudah dirintis bahkan mendapatkan pelatihan harus ditingkatkan dan maksimal menjalankan tugasnya.
Perluasan program Destana pun harus lebih merata agar komunikasi dan edukasi terkait daerah potensi bencana atau daerah rawan bisa langsung tersampaikan ke warga.
”Destana ini pun baru sekitar 200 desa dari 400 desa. Destana yang telah dibentuk harus maksimal. Perangkat desa tidak hanya mendata (daerah rawan bencana), tetapi juga mitigasi bencana, harus keseluruhan di setiap desa. Juga informasi berkala terkait potensi bencana kepada warga bila ada hujan atau air bah. Informasi deteksi dini harus tersampaikan,” jelas Iwan.
Banjir lintasan
Hujan berintensitas tinggi sejak Minggu (26/11/2023) sore juga menyebabkan sejumlah bencana. BPBD Kota Bogor mencatat, setidaknya ada 12 titik bencana.
Bencana tersebut, di antaranya satu kejadian pohon tumbang, tiga peristiwa longsor, dan delapan peristiwa banjir lintasan. Sebanyak 123 keluarga atau 519 jiwa ikut terdampak. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa bencana di Kota Bogor.
Dari peristiwa banjir lintasan menyebabkan sekitar 207 rumah terendam. Wilayah Ciparigi, Bogor Utara, menjadi kawasan terdampak paling parah. Tercatat ada 60 rumah terendam banjir karena Kali Cibuluh meluap.
Kejadian menonjol lainnya adalah tebing setinggi 7 meter dengan lebar 10 meter di Cibogor, Bogor Tengah, longsor sehingga menimpa sebuah rumah. Tiga keluarga atau enam jiwa harus mengungsi karena rumah mereka rusak terkena material longsor.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, saat meninjau lokasi banjir di wilayah Kecamatan Bogor Utara, di Kelurahan Cibuluh dan Tanah Baru, banyak warga mengeluhkan banjir yang tingginya sekitar 100 cm. Banjir tersebut yang pertama kali terjadi sejak adanya pembangunan sekolah. Di sekitar bangunan sekolah itu ada aliran Sungai Cibuluh.
Bima mengingatkan, selama proses penanganan banjir dan petugas melakukan asesmen penyebab banjir, warga diharapkan memperhatikan anak-anaknya untuk tidak berada di lokasi.
”Kata warga, banjir terjadi sejak adanya pembangunan sekolah. Kami akan mengecek ke lokasi proyek langsung untuk meminta perhatian pihak terkait,” kata Bima.