Pensiunan guru diimingi keuntungan 4-5 persen jika berinvestasi di PT FIM. Sayangnya, investasi itu bermasalah hingga mereka rugi sampai ratusan juta rupiah.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 76 pensiunan guru melaporkan dugaan penipuan berkedok investasi oleh PT FIM ke Polda Metro Jaya. Para korban dijanjikan imbal hasil atau keuntungan 4-5 persen setiap bulan dari nilai investasinya.
Kuasa hukum para korban, Mohammad Muchsin, mewakili pelaporan tersebut ke Polda Metro Jaya, Sabtu (25/11/2023). Dalam surat tanda terima laporan bernomor STTLP/B/7120/XI/2023/SPKT/Polda Metro Jaya, korban melaporkan PT FIM di Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, atas dugaan penipuan atau perbuatan curang dalam kurun tahun 2020-2021.
Muchsin menyebutkan, pensiunan guru itu diimingi imbal hasil 4-5 persen dari uang yang diinvestasikan. Total nilai investasinya mencapai Rp 14 miliar. Mereka kian yakin berinvestasi karena diperkuat penjelasan bahwa PT FIM terdaftar dalam asuransi sehingga jika bangkrut, uang nasabah akan kembali.
Nyatanya, seiring berjalannya waktu tidak semua korban menerima imbal hasil. Pencairan uang hanya berlangsung 1-3 bulan sehingga korban kesal dan melapor ke polisi.
”PT FIM janji mengembalikan uang paling lambat tiga bulan, tetapi tidak diwujudkan sampai ada laporan polisi,” ucap Muchsin, Minggu (26/11/2023).
Investasi
Dalam rentang tahun 2020-2021, sejumlah korban didatangi ataupun dihubungi perwakilan PT FIM untuk berinvestasi. Mereka dijelaskan tentang perusahaan itu, investasinya, dan iming-iming keuntungan.
Mashud, salah satu pensiunan guru asal Kepulauan Seribu, diajak temannya berinvestasi di PT FIM medio September 2021. Berulang kali dia dibujuk hingga bersedia meminjam uang Rp 219 juta dari salah satu bank di Jakarta Barat.
Dalam keterangannya, saat itu Mashud diminta ke Jakarta, kemudian dijemput ke kantor PT FIM. Keesokan harinya dia diajak ke kafe dan sudah ada karyawan bank tempatnya diarahkan untuk meminjam uang.
Setelah cair, uang tersebut diserahkan ke PT FIM. Mashud dijanjikan imbal hasil selama 5 tahun.
”PT FIM janji tutup pinjaman saya setelah lima tahun. Tapi saya baru satu kali terima bagi hasil, yakni sebulan setelah setor uang ke perusahaan,” kata Mashud.
Korban lain, Merri Komala, didatangi perwakilan PT FIM pada April 2021. Mereka menjelaskan bergerak dalam usaha sembako dan menawarinya berinvestasi. Namun, tawaran ditolak karena tidak paham tentang investasi.
Perwakilan PT FIM kembali mendatanginya. Kali ini dengan membawa data anggota investasi yang sepengetahuannya banyak kenalan sang suami dari dinas pendidikan.
Lalu dia ditawari kemudahan meminjam uang dari bank dengan modal surat keputusan pensiun. Sekali lagi tawaran ini ditolaknya.
Pada Juni 2021, dia didatangi lagi. Tawarannya sama disertai iming-iming bagi hasil. Merri pun menyetujui pinjaman bank untuk investasi.
”Saya pinjam Rp 250 juta, tetapi cair Rp 219 juta. Uangnya langsung diambil PT FIM. Saya dapat surat perjanjian pinjaman modal dan uang Rp 10 juta. Imbal hasil baru dapat dua kali, yakni pada Agustus dan September,” kata Merri.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ade Safri Simanjuntak, Minggu sore, menyebutkan, pihaknya belum memantau laporan dugaan penipuan atau perbuatan curang oleh PT FIM.
Legal dan logis
Walakin, Ade mengingatkan warga untuk memperhatikan aspek legal dan logis agar terbebas dari jeratan pinjaman ilegal ataupun investasi bodong. Warga harus teliti sesuai prinsip legal dan logis sebelum mengakses jasa keuangan konvensional dan daring supaya tidak menjadi korban.
Legal berarti memastikan penyedia layanan tersebut sudah terdaftar secara di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Warga juga tidak sembarangan memberikan informasi rahasia atau sensitif, seperti kode OTP, pin ATM, kode CVV, nama ibu kandung, dan informasi sensitif lainnya kepada orang lain yang tidak berkepentingan, baik secara daring maupun luring. ”Lindungi data pribadi dari penyalahgunaan,” ujar Ade.
Selanjutnya, logis yang berarti jangan mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan besar. Penting diingat bahwa semakin besar keuntungan yang diimingi, semakin besar pula risiko kerugian yang akan dialami.
”Untuk menarik perhatian si korban, biasanya pelaku akan menawarkan nilai imbal hasil yang tinggi disertai berbagai informasi palsu terkait pengembalian yang acap kali bernilai fantastis dalam waktu singkat,” kata Ade.