Perluasan Air Minum Perlu Dibarengi Perbaikan atas Kebocoran
Upaya pemerintah mempercepat jangkauan perpipaan air minum juga harus dibarengi dengan pemeliharaan jaringan agar tidak terjadi kebocoran air.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya untuk memperluas dan mempercepat jangkauan perpipaan air minum 100 persen kepada warga pada 2030. Meski begitu, pemerintah diingatkan juga untuk fokus pada pemeliharaan sehingga potensi kebocoran air tidak terjadi.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengatakan, berdasarkan data Agustus 2023, cakupan layanan penyediaan air minum PAM Jaya mencapai 67,02 persen. Masih terdapat 32,98 persen lagi yang harus diwujudkan dalam waktu tujuh tahun ke depan.
”Saya pikir ini target yang harus dipenuhi oleh Pemprov DKI Jakarta melalui PAM Jaya. Saya berharap masyarakat Jakarta memiliki akses yang cepat untuk memperoleh air bersih,” ujar Joko, Sabtu (11/11/2023).
Joko melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta akan berupaya untuk mewujudkan jangkauan air minum bersih kepada warga hingga 100 persen. Beberapa langkah pun telah dilakukan, seperti peresmian nomor baru Call Center Perumda Air Minum (PAM) Jaya (1500-223) di Silang Barat Monas, Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2023) malam.
Layanan optimal kepada masyarakat. Lalu, DKI Jakarta sudah memberikan mandat kepada PAM Jaya untuk pelayanan air minum secara maksimal di Jakarta agar tidak ada lagi masyarakat yang merasa tidak terlayani. (Joko Agus Setyono)
Peresmian ini menjadi langkah untuk mempercepat jangkauan perpipaan air minum. PAM Jaya juga memperkenalkan sistem ”Lapor PAM”, yakni layanan contact center 24 jam untuk membantu pelanggan. Sistem Lapor PAM ini meliputi seluruh akses komunikasi PAM Jaya, salah satunya nomor call center.
”Layanan optimal kepada masyarakat. Lalu, DKI Jakarta sudah memberikan mandat kepada PAM Jaya untuk pelayanan air minum secara maksimal di Jakarta agar tidak ada lagi masyarakat yang merasa tidak terlayani,” ujar Joko.
Selain akses layanan call center, awal November lalu Pemprov DKI juga membangun Instalasi Pengelolaan Air (IPA) Pesanggrahan untuk menambah pasokan air bersih. Proyek dengan anggaran sekitar Rp 200 miliar itu ditargetkan rampung pada 2025 sehingga nantinya dapat melayani kebutuhan air bersih di 10 kelurahan atau 45.000 pelanggan di wilayah Jakarta Selatan.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, IPA Pesanggrahan merupakan instalasi pengelolaan air pertama yang dibangun dengan penyertaan modal daerah (PMD) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. IPA Pesanggrahan akan membantu pasokan air bersih perpipaan di Jakarta Selatan.
Cakupan IPA Pesanggrahan untuk 10 kelurahan yang terdapat di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Pesanggrahan (Kelurahan Bintaro, Pesanggrahan, Ulujami, Petukangan Selatan, dan Petukangan Utara), Kecamatan Kebayoran Lama (Kelurahan Cipulir), serta Kecamatan Kembangan (Joglo, Srengseng, Meruya Selatan, dan Meruya Utara).
Kebocoran
Meski telah melakukan sejumlah upaya perluasan jangkauan air bersih, Pemprov DKI Jakarta juga harus memperhatikan perawatan jaringan perpipaan sehingga tidak terjadi kebocoran air.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali mencatat, dalam dua dekade terakhir, rasio angka kebocoran atau kehilangan air selalu bertahan di kisaran 46-47 persen.
Dalam suatu produksi air yang dihasilkan oleh perusahaan pengelola air minum, kehilangan air merupakan volume air yang tidak tercatat dan yang tidak menjadi penghasilan. Definisi kehilangan air menurut Modul Air Tak Berekening adalah angka yang menunjukkan selisih antara volume penyediaan air dan volume air yang dikonsumsi.
Berdasarkan kalkulasi Firdaus, pada setiap persen rasio air baku yang hilang, ada potensi kehilangan pemasukan mencapai Rp 4,3 miliar per bulan. Jika dikalikan dengan 47 persen, potensi kerugian setiap bulan karena kebocoran pipa di area DKI Jakarta mencapai Rp 202 miliar.
Firdaus menambahkan, dari jumlah kebocoran tersebut tidak seluruhnya merupakan kebocoran teknis yang disebabkan kebocoran atau kerusakan pipa. Kebocoran teknis disebabkan mayoritas pipa jaringan distribusi air merupakan pipa-pipa lama. ”Bahkan, di Jakarta masih ada pipa yang dipasang zaman Belanda,” ujarnya.
Selain itu, ada kebocoran administratif, yakni kebocoran yang tidak nyata. Kebocoran itu menyebabkan air tidak terukur dengan baik sehingga tidak menjadi pendapatan dari jasa penyediaan air. Penyebab kebocoran administratif bisa karena faktor kesalahan pembacaan meteran air hingga adanya sambungan ilegal jaringan air.
”Pelakunya bisa perseorangan hingga korporasi besar,” kata Firdaus.
Selain masalah kebocoran, minimnya fasilitas pengolahan sumber air baku membuat pasokan air di Jakarta terganggu. Adapun sumber air baku Jakarta mayoritas dipasok dari luar Jakarta, yaitu 96 persen dari Waduk Jatiluhur, 6 persen dari kali di Jakarta, dan 12 persen dari Tirta Kerta Raharja Tangerang.
Peneliti di Indonesian Water Institute, Marsya Dyasthi Putri, menyebutkan, jarak antara kebutuhan dan pasokan air di Jakarta masih cukup lebar. Dari catatan Indonesian Water Institute, kebutuhan air Jakarta pada 2022 sebesar 29.098 liter per detik, tetapi pasokannya hanya 20.082 liter per detik.
”Untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta, Kementerian PUPR sedang membangun Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) Jatiluhur I dan II serta SPAM Karian-Serpong,” ujarnya.
Ia menyebut, pembangunan SPAM ini juga untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan air warga Jakarta yang diprediksi naik menjadi 31.875 liter per detik pada tahun 2030.