Ujian kesabaran. Begitulah hubungan antara pengguna KRL dan layanan tersebut akhir-akhir ini.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY, ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
Sartika Cia (30) hampir setiap hari pergi-pulang menggunakan kereta rel listrik atau KRL dari Stasiun Nambo, Bogor, Jawa Barat, menuju Stasiun Sudirman, Jakarta, dan sebaliknya. Ia biasa berangkat pukul 07.00 dan kembali pukul 17.00.
Namun, akhir-akhir ini kereta relasi tersebut kerap menguji kesabarannya. Kereta tiba dua jam sekali. Padahal, ia yang lelah setelah bekerja hanya ingin segera pulang tanpa harus menunggu lama.
”Nunggunya dua jam. Kereta juga penuh sampai bisa berdiri tanpa pegangan,” ujar Sartika gemas, Selasa (7/11/2023).
Seiring waktu, Sartika mulai legawa dengan kepadatan penumpang. Namun, kesabarannya kembali diuji transit penumpang di stasiun yang kerap terhambat rusaknya fasilitas, seperti lift dan eskalator.
”Manggarai liftnya sering rusak. Padahal, tempat transit dengan banyak penumpang. Tidak masalah padat, asal jangan sering ada gangguan dan keretanya diperbanyak,” kata Sartika.
Dwi Retno (26) menghela napas setiap kali masuk ke stasiun. Ia sampai karib dengan pemotongan relasi. Misalnya, relasi Bogor-Jakarta Kota pukul 07.35 tiba-tiba jadi relasi Bogor-Manggarai. Otomatis ia harus transit, bertemu tiang beton yang menghambat derap langkah, dan kepadatan gerbong.
”Masih sering tertahan masuk sinyal Manggarai. Rangkaiannya kebanyakan 8 kereta, sudah pasti desak-desakan. Banyak bersabar, mungkin pasrah saja,” seloroh Dwi.
Perubahan grafik perjalanan kereta api (gapeka) per 1 November 2023 membuat Dwi Andriani Putri (37) dari Bekasi Timur, Jabar, kecele. Ia tidak tahu sama sekali lantaran kurang sosialisasi di stasiun. Pengumuman gapeka baru itu melalui media sosial.
”Sampai satu jam lebih menunggu kereta,” ujar Andriani.
Andriani juga jengkel eskalator kerap mati di sejumlah stasiun. Padahal, banyak warga lansia, ibu hamil, anak, dan difabel yang menggunakan KRL.
”Sekalinya rusak ngebenerinnya lama banget. Stasiun Bekasi Timur juga kurang nyaman karena ada tempat pembakaran sampah di belakang stasiun. Asapnya masuk stasiun,” katanya.
Febri Jenty (26) dari Tangerang, Banten, mengakui KRL saat ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 2000-an saat pedagang kaki lima diperbolehkan berjualan di dalam kereta. Namun, ada beberapa kendala yang masih sering dihadapi, semisal kepadatan keluar masuk saat naik-turun kereta serta saat naik-turun tangga.
”Ini sebagai saran untuk KAI Commuter bisa memperlebar atau memperbaiki arus keluar masuknya pengguna saat transit,” ujar Febri.
Febri juga mengapresiasi fasilitas di stasiun yang cukup memadai dengan tersedianya gerai makanan, charger station, tempat duduk, layanan kesehatan, mushala, dan toilet. Namun, beberapa hari terakhir, ia mendapati serangga berkeliaran di kursi penumpang sehingga kereta terkesan tidak terurus.
Penyesuaian operasional
KAI Commuter tengah melakukan penyesuaian operasional seiring peremajaan kereta. Saat ini mulai berjalan retrofit 19 kereta dan pengadaan 19 kereta baru.
Retrofit dilakukan secara bertahap hingga 2026. Setiap tahun berlangsung penambahan teknologi dan fitur baru pada sistem lama empat rangkaian KRL. Sementara tambahan 19 kereta baru, terdiri dari 3 kereta impor dan 16 kereta buatan PT Inka (Persero).
Ini sebagai saran untuk KAI Commuter bisa memperlebar atau memperbaiki arus keluar masuknya pengguna saat transit.
Saat yang sama terdapat 110 rangkaian kereta dengan 1.015 gerbong. Secara keseluruhan, KAI Commuter mengoperasikan 1.100 perjalanan selama pukul 04.00-24.00 WIB. Persebaran penggunanya pada hari kerja terfokus pada jam sibuk pagi, yakni pukul 05.30-08.00 WIB, serta pada jam sibuk sore, yakni pukul 16.00-18.30 WIB.
Jumlah penumpang sepanjang Oktober 2023 mencapai 18,06 juta orang. Rerata pengguna selama hari kerja mencapai 897.550 orang, sedangkan pengguna KRL saat akhir pekan dan hari libur mencapai 657.850 orang.
Integrasi dengan LRT Jabodebek turut meningkatkan jumlah pengguna di Stasiun Sudirman dari 24.000 orang menjadi 30.000 orang, sementara di Stasiun Cawang 12-15 persen.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba menuturkan, dilakukan rekomposisi rangkaian kereta atau stamformasi (SF) menjadi lebih banyak SF10, tetapi tetap ada SF8 atau SF12. Rekomposisi juga dibarengi penambahan kecepatan kereta untuk mengurangi waktu tunggu.
”Bertahap kami tingkatkan kecepatan KRL sambil terus memperbaiki dan memodernisasi sarana dan prasarana. Tidak kurangi perjalanan dan potong waktu tunggu, tetapi pasti lebih padat. Mudah-mudahan retrofit dan pengadaan kereta baru berjalan lancar,” kata Anne.
Seiring penyesuaian operasional tersebut, Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia Deddy Herlambang mengingatkan KRL untuk menjaga ketahanan kereta yang ada dengan jumlah rangkaian minimal SF10. Tujuannya agar operasional optimal meskipun tetap ada kepadatan.
”SF8 dikurangi ketika waktu sibuk agar penumpang terurai,” ujar Deddy.
Peningkatan layanan seyogianya menjadi misi utama KAI Commuter. Dengan layanan yang lebih baik, minat masyarakat untuk menggunakan transportasi massal itu pun meningkat. Pada akhirnya, dampak ikutan yang bisa dituai tidak hanya mampu menekan lalu lintas, tetapi juga menekan polusi, hingga efisiensi waktu perjalanan.