Memilah di Rumah, Mencegah Amuk Api di Tempat Pembuangan Sampah
Gas buang dari pembusukan sampah turut memicu kebakaran di TPA. Memilah sampah dari rumah mengurangi potensi buruk itu.
Fenomena kebakaran di Tempat Pemrosesan Akhir Rawa Kucing di Kota Tangerang dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang di Kota Bekasi, juga kejadian serupa di beberapa TPA di kota lain di Indonesia sekaligus membuka mata betapa sampah perkotaan menumpuk tinggi begitu saja di lokasi-lokasi pembuangan akhir tersebut.
Pembuangan terbuka dengan sampah organik mendominasi menandakan sampah yang tak terkelola. Gas buang hasil pembusukan di TPA di banyak kota turut memicu mudahnya amuk api di lokasi pembuangan akhir tersebut. Agar tidak terus berulang, ada antisipasi yang bisa dilakukan dari rumah, dengan mulai memilah dan mengolah sampah rumah tangga.
Pukul 09.00, petugas penjemputan sampah di RW 003, Kelurahan Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, memukul kentungan. Ketukan itu menandakan penjemputan sampah sudah siap. Warga pun berbondong-bondong mendatangi sumber suara dan menyetorkan sampah organik seperti nasi, sayuran, buah-buahan, tulang ikan, tulang ayam, dan bagian daging yang terbuang.
Baca juga: Mengolah Sampah, Mengikis Bencana
Penjemputan sampah itu memang khusus sampah organik. Kegiatan itu dilakukan setiap hari, tanpa terkecuali. Selain itu, pada setiap gang juga diberikan satu ember putih untuk menampung sampah. Warga juga bisa menaruh sampah langsung di sana. Nantinya, setiap pukul 09.00 hingga 10.00, petugas dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan mengambil sampah-sampah tersebut untuk dijadikan kompos.
Salah satu warga RT 009, RW 003, Kelurahan Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Lina (45), mengatakan, dalam sehari, ia bisa mengumpulkan satu tas keresek berisi sampah makanan tersebut.
”Biasanya saya membawa sampah-sampah ini (sisa makanan) setiap pagi hari sekalian berangkat ke pasar. Saya taruh di ember yang disediakan di depan gang,” kata Lina, Selasa (31/10/2023).
Selain mengumpulkan sisa makanan untuk dijadikan kompos, Lina juga menjadikan sisa buah-buahan dan sayuran untuk menyiram tanaman. Lina mengiris kulit buah-buahan dengan tipis, lalu memasukkannya ke dalam botol. Kemudian, botol itu diisi air dan dilubangi untuk menyiram tanaman.
Baca juga: Sampah Dapur Jadi Kompos, Siasat Hotel Mengurangi Sampah Makanan
”Buah yang dipakai biasanya yang berair seperti apel. Nanti kulitnya diiris tipis-tipis,” ucapnya.
Lina tidak merasa kesusahan saat menjalankan kegiatan memilah sampah anorganik dan organik setiap harinya. Sebab, sebelumnya warga mendapatkan sosialisasi terkait cara memilah dan mengolah sampah yang benar.
Di RW 003, Kelurahan Cempaka Putih Timur, sampah anorganik, seperti botol dan kardus, dikumpulkan melalui bank sampah dan dikategorikan berdasarkan jenisnya. Adapun di setiap RT sudah tersedia bank sampah dan warga tidak dibebani biaya sepeser pun untuk program pengangkutan sampah organik dan anorganik ini.
”Bank sampah juga sudah diterapkan di sekolah-sekolah sekitar sini. Jadi, anak-anak juga sudah paham,” ujar salah satu pengelola bidang pengelolaan sampah di RW 003, Kelurahan Cempaka Putih, Aman Topan.
Lihat juga: Mengelola Sampah Organik dengan Budidaya Maggot
Ketua RT 016, RW 003, Kelurahan Cempaka Putih Timur, Asmani (62) mengatakan, untuk sampah anorganik, pengangkutan sampah dilakukan sekitar lima bulan sekali dan didominasi sampah kardus. Hal ini menandakan penggunaan plastik di kelurahan tersebut sudah tidak banyak.
”Sampah-sampah yang terkumpul per RT ini kami pilah dan akan dijemput kalau sudah terkumpul banyak. Hasil dari sampah (pemasukan) ini tidak untuk warga. Terkadang untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan,” kata Asmani.
Pemilahan sampah di RW 003 yang terdiri dari 18 RT itu memang belum dilakukan seluruh warganya. Setidaknya hampir 70 persen warga sudah mengikuti program ini sejak pertama didirikan pada 2019. Namun, dengan program pengurangan sampah dan penghijauan, diharapkan kesadaran warga setempat terkait kebersihan lingkungan semakin meningkat.
Di Jakarta Utara, warga RW 001, Sunter Jaya, Sri Rahayu (57), juga rutin memasukkan sisa nasi, sayuran, buah-buahan, tulang ikan, dan bumbu dapur ke dalam tong komposter di rumahnya. Setiap tiga pekan dia akan memanen 3-4 liter kompos cair dari tong yang berisi 10 kg sampah.
Sri tak sendiri. Tong komposter ini terdapat di banyak rumah warga. Mereka juga melakukan hal serupa karena lingkungan yang kotor akibat ceceran sampah di mana-mana.
Baca juga: ”Gaskeun” Ambil dan Pilah Sampah untuk Jaga Lingkungan
”Gara-gara sampah jadi berantem sama tetangga. Enggak enak. Harus berbenah dari diri sendiri. Pelan-pelan belajar olah sampah sampai jadi kebiasaan,” ujarnya berseloroh.
Sampah dapur bersalin rupa jadi kompos. Langkah selanjutnya, Sri dan warga mulai menanam tanaman hias dan sayur di gang dan lahan sempit. Kampung mereka jadi hijau, lebih indah, dan asri. Upaya itu merupakan kerja sosial. Tidak ada imbalan.
Langkah baik juga telah dilakukan warga di Kelurahan Rangga Mekar, Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Lewat Bank Sampah Rangga Mekar, mereka juga berkontribusi mengurangi sampah. Dalam sehari, pengurus Bank Sampah Rangga Mekar bisa mengangkut 300-800 kg sampah rumah tangga yang telah terpilah.
Sampah-sampah itu diolah kembali menjadi pupuk, media tanam, dan ada pula sampah yang masih memiliki nilai ekonomi bisa dijual kembali. Di luar itu, sampah juga dibakar di atas 600-800 derajat di tungku bakar atau mini incinerator agar tidak menimbulkan asap pekat.
Baca juga: Sampah Makanan Indonesia Mencapai Rp 330 Triliun
Sampah yang terkumpul itu merupakan hasil Program Gaskeun (gerakan ambil sampah karena emang udah numpuk) melalui pusat olah sampah pisah, ambil, nabung, daur ulang, alat dan inovasi (pos pandai) dan basis hari.
Menurut Risna Rita Arlianti (41), salah satu warga, sejak adanya pos pandai pada September 2021, warga tak pusing lagi dengan masalah sampah rumah tangga.
”Tadinya mau sistem mengambil sampah di setiap rumah, tetapi tidak efektif. Sekarang efektif dengan adanya pos pandai. Warga mulai bergerak dan paham memilah sampah dari rumah,” ujarnya.
Ketua RT 004 di RW 003 Sirnagalih, Rangga Mekar, Parwito mengatakan, setidaknya per minggu ada sekitar 200 kilogram sampah rumah terpilah yang terkumpul. Warga yang ingin bergabung dengan program itu dan sampahnya diangkut setiap hari harus berkomitmen memilah sampah organik dan anorganik. Jika ada warga yang melanggar, pengurus tidak akan mengangkut sampah mereka. Warga pun hanya perlu membayar Rp 25.000 per bulan.
Kenaikan jumlah sampah
Upaya mengurangi sampah dari rumah sangat penting karena jumlah sampah bertambah dari tahun ke tahun. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, kenaikan rata-rata jumlah sampah harian dari 5.655 ton pada tahun 2015 menjadi 7.228 ton pada tahun 2021 atau meningkat 27 persen. Sampah harian itu yang terhitung masuk ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang.
Jumlah sampah lebih banyak lagi merujuk pada Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Timbulan sampah harian di Jakarta mencapai 8.527 ton per hari pada tahun 2022. Sampah terdiri dari kayu atau ranting 31,59 persen, sisa makanan 25,5 persen, plastik 19,18 persen, kertas atau karton 12,17 persen, dan lainnya. Belum semua sampah ini terkelola dengan baik sehingga berakhir di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, berceceran, badan air, dan laut.
Pada tahun 2022, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melibatkan 2.743 RW untuk mengelola sampah rumah tangga agar berkurang langsung dari sumbernya. Pelibatan ini juga agar terbentuk budaya baru dalam memilah dan mengurangi sampah dari rumah sendiri.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, sampah mudah terurai dijadikan kompos eko-enzim, dan biokonversi maggot. Kemudian sampah daur ulang disalurkan ke bank sampah. Sementara sampah bahan berbahaya beracun dibawa ke tempat pembuangan sampah.
Ke depan, semua kelurahan dan RW di Jakarta akan berorientasi kampung iklim. Tentu saja difasilitasi dan dibina agar berhasil.
Pada tahun 2023, 47 RW mendapatkan penghargaan dan apresiasi dalam Program Kampung Iklim. Warganya dinilai berhasil dalam program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Salah satunya pengelolaan limbah padat dan limbah cair, seperti menabung di bank sampah, mengolah sampah jadi kompos dan maggot.
”Ke depan, semua kelurahan dan RW di Jakarta akan berorientasi kampung iklim. Tentu saja difasilitasi dan dibina agar berhasil,” katanya.
Membuat kompos
Berdasarkan informasi dari laman Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1977/yuk-membuat-kompos-sederhana-di-rumah), warga bisa membuat kompos sesuai dengan ketersediaan lahan atau ruang. Ada tiga cara yang bisa dilakukan
Pertama, pembuatan kompos dengan memanfaatkan lahan kosong di pekarangan. Pastikan lahan jauh dari sumur atau berjarak 10 meter. Gali lahan selebar 1,5-2 meter dengan kedalaman 1 meter.
Baca juga: Kebakaran di TPA Rawa Kucing Meluas, Puluhan Orang Dievakuasi
Masukkan sampah organik ke dalam lubang. Dapat ditambahkan tanah kompos untuk menyamarkan bau. Sampah dimasukkan setiap hari sampai lubang terisi penuh. Selanjutnya tutup dengan tanah. Pengomposan berlangsung selama tiga bulan hingga dapat digunakan untuk menyuburkan tanah.
Kedua, pembuatan kompos dengan memanfaatkan wadah besar seperti drum. Siapkan wadah dan beri lubang kecil-kecil pada bagian bawah agar sisa-sisa air limbah sampah dapat merembes ke luar.
Drum ini ditanam ke lubang galian sedalam 10 cm dan sampah organik dimasukkan setiap hari. Tambahkan campuran tanah dan serbuk gergaji secara bertahap atau bisa ditambahkan dengan kapur dan kotoran hewan. Tutup menggunakan tanah jika sudah penuh. Kompos dapat dimanfaatkan setelah tiga bulan.
Ketiga, pembuatan kompos sederhana. Siapkan wadah berukuran sedang, seperti ember atau pot di halaman rumah dan beri alas kardus. Wadah dilubangi kecil-kecil pada bagian bawah permukaan supaya sisa-sisa air dapat merembes ke luar.
Baca juga: Sampah Mengancam Kelestarian Ekosistem Perairan
Selanjutnya, masukkan sampah organik setiap hari. Tambahkan campuran tanah dan serbuk gergaji secara bertahap atau ditambahkan dengan kapur. Setelah sampah penuh, tutup menggunakan tanah. Pengomposan berlangsung dua bulan hingga dapat digunakan.
Langkah mudah dan murah ini menguntungkan diri sendiri juga lingkungan lebih luas. Semua itu hanya butuh kebulatan tekad untuk melaksanakannya. Yuk!