Selain memperbanyak rute untuk menjangkau masyarakat, akurasi, konsistensi, dan informasi terkait Mikrotrans harus lebih diperhatikan.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) mengoperasikan layanan Mikrotrans terbaru rute Terminal Lebak Bulus-Terminal Pasar Minggu atau JAK 95 sebanyak 30 unit mulai hari ini, Senin (23/10/2023). Penambahan rute tersebut untuk memperluas jangkauan Transjakarta serta meningkatkan layanan. Pengamat menilai, selain penambahan rute, akurasi, konsistensi, dan informasi terkait Mikrotrans juga harus lebih diperhatikan.
Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta Wibowo mengatakan, sejauh ini, cakupan layanan badan usaha milik daerah yang bergerak dalam sektor transportasi itu mencapai 88 persen. Adapun layanan JAK 95 ini merupakan rute ke-94 untuk Mikrotrans.
”Sebagai first miles dan last miles, kami berharap layanan Mikrotrans bisa mempermudah masyarakat untuk menuju lokasi masing-masing maupun transit menuju layanan Transjakarta lainnya dengan mudah, aman, dan nyaman,” kata Wibowo saat dikonfirmasi, Senin (23/10/2023).
Wibowo mengatakan, layanan JAK 95 tidak dilengkapi pendingin udara (AC), tetapi sudah ada 158 unit Mikrotrans ber-AC di delapan rute. Setelah pengoperasian JAK 95, akan ada penambahan rute, termasuk layanan Mikrotrans.
Masyarakat dapat menikmati layanan JAK 95 dengan tarif Rp 0 atau gratis. Pelanggan tetap diwajibkan untuk melakukan tap in dan tap out menggunakan kartu uang elektronik pada alat tap on bus yang ada di dalam Mikrotrans.
Layanan ini beroperasi setiap hari mulai pukul 05.00 hingga 22.00. Untuk pukul 05.00-17.00, layanan ini memiliki panjang lintasan rute 26,7 kilometer (km) dengan 85 pemberhentian. Sementara pada pukul 17.00-22.00, layanan JAK 95 memiliki panjang lintasan rute 27,6 km dengan 87 pemberhentian.
Rute ini juga terintegrasi dengan layanan Transjakarta lainnya, seperti Lebak Bulus-Pasar Baru via Tomang (Koridor 8), Senen-Lebak Bulus (6H), Kampung Rambutan-Lebak Bulus (7A), Ciputat-CSW (S21), Ciputat-Kampung Rambutan (S22), Puribeta-Ragunan (13D), dan Ragunan-Dukuh Atas 2 (Koridor 6). Kemudian, Ragunan-MH Thamrin via Kuningan (6A), Ragunan-MH Thamrin (6B), Ragunan-Gelora Bung Karno (6V), Blok M-Pasar Minggu (6U), Pasar Minggu-Velbak (6T), Kampung Melayu-Ragunan (5N), dan Ragunan-Blok M via Kemang (6N).
Adapun Mikrotrans merupakan salah satu moda transportasi berupa mobil angkutan perkotaan (angkot) yang terintegrasi dalam sistem Jaklingko. Sejak 2018, angkutan berwarna putih biru itu menjadi salah satu varian armada Transjakarta yang ditransformasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar terkoneksi dengan transportasi publik lainnya.
Pada tahun ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan subsidi transportasi umum senilai Rp 4,3 triliun per tahun dengan rincian Rp 800 miliar untuk MRT dan Rp 3,5 triliun untuk Transjakarta guna memudahkan mobilitas masyarakat dan mengoptimalkan penggunaan angkutan massal.
Analis transportasi jalan dari Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, AM Fikri, menilai, adanya penambahan rute yang terintegrasi dengan terminal merupakan hal positif. Sebab, fungsi dan tingkat okupansi di terminal Jakarta banyak yang menurun.
Sebagaifirst ’miles’ dan ’last miles’, kami berharap layanan Mikrotrans bisa mempermudah masyarakat untuk menuju lokasi masing-masing maupun transit menuju layanan Transjakarta lainnya dengan mudah, aman, dan nyaman.
”Rute antarterminal sangat bagus karena mengembalikan cara tradisional, bisa mengangkut penumpang dari bus untuk menggunakan angkot, begitu pun sebaliknya,” kata Fikri.
Meskipun begitu, kualitas dan pelayanan moda pengumpan seperti Mikrotrans seharusnya ditingkatkan agar warga semakin betah menggunakannya. Akurasi, konsistensi, dan informasi terkait Mikrotrans juga harus lebih diperhatikan.
Fikri menilai, kode dan informasi terkait rute Mikrotrans masih susah dihafalkan. Banyak warga Jakarta yang sebatas tahu tujuan akhir Mikrotrans, tanpa tahu rute yang akan dilewati sehingga mereka ragu untuk naik. Selain itu, tidak ada gambar rute di dalam Mikrotrans.
Displai di halte dengan Mikrotrans yang lewat juga terkadang tidak sama. Fikri mengatakan, informasi rute harus akurat dan konsisten. Jika ada rute baru, harus benar-benar disosialisasikan agar masyarakat tahu dan paham.
”Pihak Mikrotrans bisa menjangkau dan mengajak ketua RW atau ketua RT untuk sosialisasi kepada warga setempat, tidak hanya di media sosial saja,” lanjutnya.
Kemudian, jarak waktu kedatangan antarmoda (headway) juga harus konsisten. Menurut Fikri, jarak waktu yang tepat berkisar 5 hingga 10 menit.
Kualitas moda Mikrotrans juga harus ditingkatkan dari sisi pengemudi. Sebab, beberapa pengemudi masih menyetir secara ugal-ugalan yang dapat membahayakan penumpang.
”Selanjutnya, pihak Mikrotrans juga bisa meningkatkan pengawasan untuk menghindari terjadinya tindakan kekerasan seksual di dalam Mikrotrans,” ujar Fikri.
Warga Jakarta Selatan, Nabila Ayu (25), berpendapat senada. Ia sangat antusias dengan adanya rute terbaru ini. Akan tetapi, ia mengatakan, masih ada beberapa PR untuk Mikrotrans.
”Waktu tunggu Mikrotrans masih belum konsisten, kadang bisa sampai hampir setengah jam. Selain itu, pengemudinya belum semua benar-benar baik dan sopan dalam mengemudikan Mikrotrans. Beberapa masih mengemudikan Mikrotrans seperti angkot reguler yang sedang dikejar setoran,” katanya.