Kalcer Kata Kota Kita, Ruang Interaksi Perkotaan di M Bloc Space
Ruang interaksi kebudayaan di perkotaan yang ada tak sebanding dengan pertumbuhan populasi warganya. Perlu kolaborasi antarpihak untuk menciptakan ruang tersebut. Kalcer Kata Kota Kita di M Bloc Space salah satunya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ruang interaksi kebudayaan di perkotaan masih belum sebanding dengan pertumbuhan populasi warganya. Oleh karena itu, perlu kolaborasi antarpihak untuk menciptakan kembali ruang interaksi budaya agar muncul berbagai pemikiran yang solutif guna memecahkan segala permasalahan yang muncul di perkotaan.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid saat membuka rangkaian Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023 ”Gerakan Kalcer Kata Kota Kita” di M Bloc Space, Jakarta Selatan, Rabu (18/10/2023). Dalam pembukaan tersebut, hadir berbagai komunitas dan pekerja seni.
Hilmar mengatakan, ruang interaksi budaya di perkotaan sangatlah terbatas. Padahal, peran warga perkotaan dalam beberapa tahun ke depan akan semakin krusial. ”Sekitar 60 persen warga di Indonesia tinggal di perkotaan. Karena itu, perlu ruang interaksi budaya untuk menciptakan pemikiran yang baik untuk memecahkan permasalahan perkotaan,” katanya.
Seperti diketahui, semakin padatnya warga yang tinggal di perkotaan, permasalahan akan banyak muncul, seperti masih lebarnya kesenjangan dan permasalahan khas perkotaan, misalnya kemacetan dan polusi. ”Perlu dicari jalan keluar dengan membangun kehidupan sosial dan budaya guna mendukung pembangunan kemanusiaan,” ujar Hilmar.
Memang pembangunan ruang interaksi terbentur sejumlah kendala, seperti kian terbatasnya ruang dan anggaran. Namun, dirinya meyakini ruang interaksi budaya bisa tercipta jika ada kolaborasi antarpihak, mulai dari pemerintah, pelaku kesenian, hingga pelaku usaha.
Pada dasarnya kebudayaan tidak sekadar produk ekonomi, tetapi juga merupakan alat komunikasi budaya dalam masyarakatnya. Hilmar mencontohkan, ketika sebuah hidangan kuliner yang menjadi simbol kebudayaan itu disajikan, dari sana tecermin karakter dari masyarakat setempat.
”Kekayaan inilah yang harus terus disoroti. Bukan sekadar menciptakan budaya baru, tetapi menyematkan makna dari kebudayaan itu sendiri seturut dengan perkembangan masyarakatnya,” kata Hilmar.
Menurut dia, PKN akan menjadi momentum untuk kebangkitan kolaborasi kebudayaan Indonesia. Dalam PKN tahun ini, ada 250 kegiatan kebudayaan yang tersebar di 40 titik di DKI Jakarta. Kegiatan tersebut akan diisi oleh setidaknya 800 seniman dan pekerja budaya.
”Dari sini diharapkan muncul kesadaran untuk menggelorakan lagi ruang interaksi kebudayaan di setiap kota besar,” kata Hilmar.
Melalui PKN, Kurator Gerakan Kalcer untuk Jenama Berdaya Handoko Hendroyono berniat untuk memberikan pemahaman dan mengajak semua pemangku kepentingan terlibat untuk pengembangan kebudayaan melalui penjenamaan (branding) kota dan cipta ruang.
Akhir-akhir ini, anak muda sangat tertarik untuk menggali kebudayaan dan tata kota kita akan menangkap ’tanda-tanda’ yang bisa dimanfaatkan sebagai aset.
Melalui cara itu, diharapkan bisa menjadi wadah bagi setiap pelaku kesenian dan juga instansi terkait untuk membangun energi mengembalikan lagi kebangkitan kebudayaan di kotanya masing-masing.
Sebagai contoh, antara lain, menjadikan kekayaan 10 obyek pemajuan kebudayaan sebagai fondasi ekonomi kreatif. Kesepuluh kekayaan itu, antara lain, ialah tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, rutus, seni, bahasa, dan pengetahuan tradisional.
Menurut Handoko, ruang publik bisa menjadi wadah bagi warga perkotaan, terutama generasi muda, untuk mengekspresikan kesenian yang secara mengejutkan sangat tanggap dengan kebudayaan. ”Akhir-akhir ini, anak muda sangat tertarik untuk menggali kebudayaan dan tata kota kita akan menangkap ’tanda-tanda’ yang bisa dimanfaatkan sebagai aset,” ujarnya.
”Dengan program ini, diharapkan dapat menggerakan kreator muda untuk melahirkan gagasan baru yang berdaya pikat, unik, dan mampu berkembang secara berkelanjutan,” katanya. Visi besar dari program ini adalah terciptanya model ekosistem pendukung kegiatan kebudayaan yang lebih terpadu di setiap provinsi di Indonesia.
Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Agus Ramdani menuturkan, pihaknya sudah berupaya untuk menciptakan ruang interaksi agar akar dari kebudayaan Jakarta tidak hilang. Caranya, melalui pergelaran budaya di sekolah, termasuk menyematkan muatan lokal kebudayaan Betawi di dalam kurikulum.
Dia menyadari Jakarta yang telah lama menjadi tujuan para pendatang akan mengalami perubahan budaya yang drastis seiring dengan akulturasi budaya yang ada. Namun, hal itu akan menjadi kekayaan yang tentu akan ditularkan kepada generasi muda melalui pendidikan. Sejatinya, kebudayaan menjadi aspek penting pembangunan kemanusiaan.