”Stick Cone” Rusak Diganti Mata Kucing, Nasib Lajur Sepeda Dipertanyakan
”Stick cone” lajur sepeda yang rusak mulai diganti dengan marka timbul mata kucing. Lajur sepeda di Jakarta kini terancam tak steril, nasib kelangsungannya ke depan pun dipertanyakan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan mencopot stick cone lajur sepeda yang rusak menuai tanya. Satu sisi keputusan itu dianggap tepat demi keamanan dan keselamatan pengguna jalan. Sisi lainnya dinilai kemunduran dalam mewujudkan transportasi kota yang berkelanjutan.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencopot satu per satu stick cone yang rusak di lajur sepeda Jalan Tentara Pelajar, Jalan Penjernihan, Jalan Tugu Tani, Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Ahmad Yani, Jalan DI Panjaitan, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan RP Soeroso, Jalan Dr Sutomo, dan Jalan Teuku Cik Ditiro.
Rabu (18/10/2023) siang berlangsung pencopotan stick cone lajur sepeda yang rusak di Jalan Penjernihan sampai Menara BNI, Jakarta Pusat. Empat petugas Cepat Respons Masyarakat dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencopot 50 lebih stick cone yang bengkok dan patah.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut, stick cone dicopot karena rusak dan adanya laporan dari warga. Upaya itu guna menjamin keamanan dan keselamatan pesepeda ataupun pengguna jalan agar terhindar dari kecelakaan lalu lintas.
”Terhadap stick cone yang rusak akan diganti dengan mata kucing. Triwulan 4 ini mulai dikerjakan,” katanya ketika dikonfirmasi.
Stick cone lajur sepeda rusak karena ditabrak dan sebab lain yang tidak diketahui waktu persisnya. Kerusakan, antara lain, bengkok, patah, dan tersisa bagian baut yang menonjol di jalan.
Lajur sepeda
Pembangunan lajur sepeda merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menata sarana transportasi dari titik awal menuju sarana transportasi terdekat atau first mile dan penataan sarana transportasi dari angkutan massal menuju titik terakhir atau last mile.
Awalnya pembangunan lajur sepeda ditargetkan mencapai 500 kilometer pada 2030. Akan tetapi, pembangunan lajur sepeda terhenti pada 2022 atau setelah 301,084 kilometer lajur sepeda terbangun.
Lajur sepeda saat ini terdiri dari lajur terproteksi dan campuran. Lajur terproteksi oleh beton terdapat di kawasan Sudirman-MH Thamrin, serta lajur teproteksi stick cone. Selebihnya, lajur campuran yang dicat hijau dan garis putih.
Penggantian ke mata kucing sebenarnya langkah cepat. Ke depan memang harus dipastikan ’stick cone’ dianggarkan lagi atau memang hasil evaluasi lajur sepeda seperti apa.
Sekretaris Dewan Transportasi Kota Jakarta Adrianus Satrio Adi Nugroho menuturkan, pencopotan stick cone lajur sepeda yang sudah rusak murni untuk keamanan dan keselamatan pengguna jalan. Jika tidak dicopot, bisa menimbulkan kecelakaan karena sudah banyak stick cone yang tinggal setengah dan tajam.
”Penggantian ke mata kucing sebenarnya langkah cepat. Ke depan memang harus dipastikan stick cone dianggarkan lagi atau memang hasil evaluasi lajur sepeda seperti apa,” ucapnya.
Evaluasi lajur sepeda yang dimaksud itu penting guna mengetahui lajur mana yang efektif dan tidak efektif. Dengan begitu, kebijakan bisa tepat sasaran sesuai hasil kajian dan konsultasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, mengatakan, sejak awal harus diperhitungkan keberadaan dan keberlanjutan lajur sepeda. Jangan sampai terkesan Dinas Perhubungan DKI Jakarta bekerja tidak tepat karena sudah mengeluarkan anggaran yang besar.
”Sayang semua anggaran yang ada seperti tidak pas perencanaannya. Sebaiknya dibuat marka, sambil kaji animo masyarakat untuk bersepeda. Kondisi di lapangan memang agak sulit karena panas dan polusi,” katanya.
Gilbert akan menanyakan tentang pencopotan stick cone dan nasib lajur sepeda ke depan kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta saat rapat bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta. Juga akan ditanyakan tentang kajian atau evaluasi lajur sepeda yang sudah terbangun.
Langkah mundur
Pegiat sepeda menyayangkan penggantian stick cone ke mata kucing. Semestinya pengambil kebijakan memastikan lajur sepeda terbangun berfungsi sebagaimana mestinya. Contohnya bebas okupansi kendaraan bermotor.
Ketua Umum Bike to Work Indonesia Fahmi Saimima kecewa dan berencana menggugat Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Penggantian itu dianggap alasan yang tidak masuk akal sebab lajur sepeda sudah melalui jalan panjang kajian teknis dan akademis. Bahkan, dikawal lembaga internasional (ITDP) dan sudah sesuai dengan panduan dari Kementerian PUPR, serta dikuatkan lagi dengan pergub.
”Lajur sepeda adalah skala prioritas pembangunan. Apa pun yang menyangkut lajur sepeda seharusnya lebih visioner. Lebih punya arti daripada terlihat sekadar fisik. Jakarta sekarang sedang membangun peradaban baru, yakni mobilitas yang mewakili semua kepentingan,” katanya.
Upaya tersebut, lanjutnya, membuahkan hasil ketika Jakarta meraih Sustainable Transport Award 2021. Artinya, sepeda berpotensi sebagai alat transportasi untuk pergerakan dalam kota atau jarak dekat. Penggunaan sepeda secara masif dapat mengurangi pergerakan kendaraan bermotor yang berdampak pada berkurangnya penggunaan bahan bakar minyak dan emisi gas buang.
Fahmi menambahkan, saat ini pihaknya sedang mempersiapkan gugatan dan somasi kepada Pemprov DKI Jakarta karena mengambil langkah mundur dalam pengelolaan kota. Kebijakan diambil meskipun bertentangan dengan kebijakan sebelumnya.
”Kami akan kirimkan surat ke ITDP, World Bank, dan WRI untuk mencabut anugerah Sustainable Transport Award 2021,” ujarnya.
Fahmi kemudian merujuk survei ITDP Indonesia pada 2021 di lajur sepeda Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Dalam rentang 14 jam pada hari kerja, terdapat 2.194 pesepeda melintas mulai dari pukul 06.00 hingga pukul 20.00. Penggunaan lajur sepeda tertinggi pada pagi dan malam hari. Kemudian jumlahnya menurun pada sore. Pesepeda beragam, seperti pekerja, pedagang, dan rekreasi atau jalan-jalan.
Hasil survei Tren Penggunaan Jalur Sepeda DKI Jakarta 2019-2022 pun menunjukkan peningkatan frekuensi pesepeda karena adanya pandemi Covid-19 meskipun sempat menurun setelah pemberlakuan PPKM darurat. Temuan survei tersebut berdasarkan pengamatan di jalur sepeda Balai Kota-TU Gas, Bundaran Hotel Indonesia-Lebak Bulus, dan Tomang-Jatinegara.
Selanjutnya, pemantauan Bike to Work Indonesia pada Februari 2022 mendapati faktor keselamatan menjadi penghambat warga beralih ke sepeda untuk aktivitas sehari-hari. Lajur terproteksi sekalipun tak luput dari okupansi kendaraan bermotor dan pedagang kaki lima, serta minim upaya penegakan hukum oleh petugas berwenang di lapangan.
Omongan Fahmi ini masih tampak pada Rabu siang di lajur sepeda terproteksi Jalan Tugu Tani dan Jalan Penjernihan. Sepeda motor dan bajaj melewati lajur sepeda seakan itu lajur bebas hambatan. Terkadang ada mobil parkir sehingga menghalangi pengguna jalan.