Setelah Ratusan Kilometer Jalur Sepeda Terbangun...
Usulan peniadaan anggaran pembangunan jalur sepeda di DKI Jakarta pada 2023 memunculkan polemik. Ada yang menilai ini langkah mundur, tetapi ada yang menilai evaluasi perlu dilakukan.
Oleh
STEFANUS ATO, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Jalur sepeda di Jakarta awalnya ditargetkan mencapai panjang 500 kilometer pada 2030. Tinggal hitungan hari menuju pergantian tahun, usulan meniadakan anggaran pembangunan jalur sepeda di tahun 2023 malah menguat.
Pro dan kontra pun muncul ke permukaan. Komunitas pesepeda menilai usulan peniadaan anggaran pembangunan jalur sepeda pada 2023 tak sejalan dengan upaya pembangunan transportasi publik yang berkelanjutan. Di lain pihak, sebagian pakar menilai perlu ada evaluasi setelah ratusan kilometer jalur sepeda terbangun di Ibu Kota.
Usulan peniadaan anggaran pembangunan jalur sepeda sebesar Rp 38 miliar pada 2023 itu mencuat dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta di Grand Cempaka Resort & Convention, Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/11/2022). Sebagai gantinya, bakal ada evaluasi jalur sepeda secara komprehensif tanpa menggunakan APBD. Evaluasi melibatkan Institute for Transportation and Development Policy Indonesia (ITDP).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta awalnya menargetkan panjang jalur sepeda yang terbangun pada 2030 mencapai 500 kilometer. Pada 2022 ini, rencana jalur sepeda yang bakal terbangun hingga akhir Desember mencapai 301,084 kilometer.
Fahmi Saimima, Ketua Umum Bike to Work Indonesia, menyayangkan usulan tersebut lantaran menimbulkan kesan bahwa jalur sepeda tidak penting dalam sistem transportasi di Ibu Kota. Padahal, jalur sepeda merupakan bagian dari upaya beralih dari pembangunan berorientasi mobil ke mobilitas aktif dan mobilitas berbasis transit.
"Kami pikir mencoret anggaran jalur sepeda adalah langkah mundur. Jalur sepeda dan pejalan kaki ada untuk mendukung kemudahan penggunaan angkutan publik. Keduanya merupakan cara untuk mengakses titik pemberangkatan (first mile) dan menuju tujuan akhir (last mile) di dalam kota," ucapnya pada Senin (14/11/2022).
Jika merujuk survei ITDP pada 2021 di jalur sepeda Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, dalam rentang 14 jam pada hari kerja, ada 2.194 pesepeda melintas mulai pukul 06.00 hingga pukul 20.00. Penggunaan jalur sepeda tertinggi terjadi pada pagi hari dan malam hari dan menurun pada sore hari. Pesepeda yang melintas saat itu berasal dari latar belakang yang beragam, seperti pekerja, pedagang, dan warga yang berekreasi atau sekadar jalan-jalan.
Pekerjaan rumah
Hasil survei Tren Penggunaan Jalur Sepeda DKI Jakarta 2019-2022 pun menunjukkan peningkatan frekuensi pesepeda karena adanya pandemi Covid-19. Namun, tren itu sempat menurun setelah adanya pemberlakuan PPKM darurat. Survei tersebut didasarkan pengamatan pada jalur sepeda Balai Kota-TU Gas, Bundaran Hotel Indonesia-Lebak Bulus, dan Tomang-Jatinegara.
"Pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan ialah memastikan prasarana berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Salah satunya keselamatan pesepeda karena hanya sebagian jalur sepeda yang terpisah dan terproteksi dari pengguna kendaraan bermotor," kata Fahmi.
Dari pemantauan Bike to Work Indonesia pada Februari 2022, faktor keselamatan menjadi penghambat bagi warga untuk beralih ke sepeda dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Hal ini karena jalur sepeda yang terlindungi sekalipun tak luput dari okupasi kendaraan bermotor dan pedagang kaki lima serta minimnya upaya penegakan hukum oleh petugas yang berwenang.
Kondisi jalur sepeda yang tidak steril dan terokupasi setidaknya terlihat di berbagai jalur sepeda, seperti di Blok M arah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Di sana, pengguna kendaraan bermotor bebas melintasi jalur sepeda yang tidak terlindungi. Jalur sepeda juga tak aman karena penutup drainase yang tidak rata.
Mengatasi kemacetan bukan lagi tambah jalan dan tempat parkir.
Di tempat lain, seperti di kawasan Permata Hijau hingga Palmerah, pembatas jalur sepeda, berupa "stick cone" juga tak luput dari pengguna kendaraan bermotor. Keberadaan pembatas itu justru menjadi area lawan arah, parkir, dan tempat berjualan.
Peniadaan anggaran pembangunan jalur sepeda turut disesalkan anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Muhammad Taufik Zoelkifli. Taufik mengaku kecewa dengan usulan nol anggaran jalur sepeda dalam Rancangan APBD DKI pada 2023. Rencana nol anggaran dinilai sebagai kemunduran.
"Mengatasi kemacetan bukan lagi tambah jalan dan tempat parkir. Secara jangka menengah dan panjang, itu harus komperehensif, termasuk jalur sepeda," kata anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta tersebut.
Menurut Taufik, ada upaya sistematis menghilangkan jalur sepeda yang ada di Jakarta. Pembangunan jalur sepeda di Ibu Kota masih banyak kekurangan. Namun, keputusan yang harusnya diambil bukanlah menghentikan, apalagi menghilangkan jalur sepeda yang ada di Jakarta. "Program-program yang baik dari gubernur sebelumnya, harusnya diteruskan. Kalau mau diganti, harus ada alasan yang kuat," katanya.
Perlu evaluasi
Di sisi lain, kebijakan mengevaluasi jalur sepeda di Jakarta dinilai sudah tepat. Sebab, setelah ratusan kilometer jalur sepeda terbangun, sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi dan membuktikan kalau jalur sepeda tersebut berguna bagi pesepeda dan menarik minat warga untuk mulai beralih bermobilitas dengan sepeda.
"Pada saat yang bersamaan ada evaluasi, juga harus ada dorongan atau semacam kampanye untuk memanfaatkan dulu jalur sepeda yang ada. (Tujuannya) untuk membuktikan kalau jalur sepeda yang sudah terbangun dimanfaatkan oleh komunitas," kata pengamat perkotaan Nirwono Yoga.
Nirwono juga menyoroti keberadaan jalur sepeda di Jakarta yang masih belum steril. Jalur sepeda masih banyak digunakan untuk parkir sepeda, motor, hingga jalur lawan arus. "Ini harus berani ditertibkan, karena kalau tidak, menjadi kontraproduktif lagi. Sudah dibangun, tetapi dimanfaatkan untuk hal lain," kata Nirwono.
Hasil evaluasi di 2023 terkait keberadaan jalur sepeda di Jakarta bakal jadi landasan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk melanjutkan pembangunan jalur sepeda pada 2024. Evaluasi dibutuhkan demi memastikan agar pembangunan jalur sepeda di tahun-tahun berikutnya menjawab kebutuhan pesepeda.
"Jangan-jangan jalur yang dibangun itu bukan jalur utama pesepeda, misalnya. Sehingga tidak muncul gerakan untuk bersepeda," ucapnya.
Nirwono pun meminta agar kebijakan mewajibkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) DKI Jakarta bersepeda atau menggunakan transportasi publik setiap hari Jumat, yang pernah diterapkan di masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, kembali didorong. Langkah ini dinilai penting sebagai bentuk komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam mengkampanyekan gerakan bersama untuk bersepeda.
"Ini menjadi semacam teladan. Jadi, tidak hanya gubernur, tetapi wali kota, kepala dinas, pada hari Jumat itu menggunakan transportasi publik atau bersepeda. Begitu pula dengan anggota DPRD karena yang bakal meloloskan anggaran, kan, juga DPRD," ucap Nirwono.