Jalur sepeda di beberapa wilayah Jakarta tidak efektif digunakan. Masih banyak sepeda motor yang menyerobot masuk jalur sepeda.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
ZULIAN FATHA NURIZAL
Kondisi jalur sepeda di depan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (13/10/2022), yang dipenuhi parkir sepeda motor dan pedagang. Hal ini membuat jalan menyempit dan pengendara sepeda tidak bisa melintas.
JAKARTA, KOMPAS — Jalur sepeda yang dibangun di DKI Jakarta senilai Rp 119 miliar dipertanyakan efektivitasnya. Kurangnya edukasi dan sosialisasi menyebabkan jalur sepeda minim pengguna dan ruas jalan semakin menyempit.
Salah satunya seperti terpantau pada Kamis, (13/10/2022) di kawasan Palmerah, Jakarta. Sejak pukul 07.00 sampai pukul 08.00, hanya dua pengendara sepeda yang melewati jalur sepeda di depan Stasiun Palmerah. Pemasangan pembatas berupa stick cone ternyata tidak memberikan efek berarti karena terlihat pengendara sepeda motor masih menyerobot masuk ke jalur sepeda.
Hanya ada dua sepeda yang melintas di jalur sepeda ruas jalan Palmerah dalam kurun waktu satu jam.
Selain itu, jalur juga digunakan parkir oleh pengemudi ojek daring. Hal itu menyebabkan jalur tertutup seluruhnya dan tidak bisa dilewati. Keadaan ini membuat jalur nonsepada semakin padat dan sempit imbas kendaraan yang menghindari pengendara dan pedagang yang parkir sembarangan.
Rizwan (40), pengemudi ojek daring, mengatakan, ia memang biasa memarkirkan sepeda motornya di pinggir jalan karena lebih mudah untuk menemukan penumpang. ”Saya tahu ini jalur sepeda dari internet. Kalau ada petugas datang, enggak ada imbauan ini jalur sepeda. Lebih sering tentang trotoar,” katanya.
Ia juga jarang melihat pengendara sepeda melintas. Hal itu membuatnya tak segan parkir di jalur sepeda. Menurut Rizwan, jika kondisi ini terus berlanjut, jalur sepeda hanya mempersempit jalan dan menambah kemacetan.
Pengguna sepeda yang melintas, Indra Narashaki (26), meminta ketegasan pemerintah mengenai jalur sepeda yang ada di Jakarta. Menurut Indra, selama bersepeda sejak Januari ke kantornya di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, ia tidak merasa aman dan nyaman.
”Untuk apa dibangun jalur sepeda kalau yang masuk ke jalur sama dengan jalur nonsepeda. Waktu tempuh juga bertambah,” ujarnya.
Kondisi berbeda terlihat di jalur sepeda Blok M sampai Cipete Raya, Jakarta Selatan. Jalur sepeda di kawasan ini tidak dipasang pembatas stick cone berwarna jingga. Pembatas antar jalur hanya dipisahkan oleh garis putih dengan logo sepeda yang jalurnya di cat berwarna hijau. Nihilnya pembatas jalur membuat para pengguna kendaraan motor menggunakan jalur ini dengan leluasa.
Selain itu, kontur jalur sepeda di kawasan ini tidak rata disebabkan tutup drainase yang tidak di aspal dengan baik. Hal ini dapat membahayakan pengguna jalan jika hujan tiba kondisi jalan menjadi semakin licin.
Nampak faslitas marka di jalur ini sudah baik, terdapat marka jalan penanda jalur sepeda, rambu-rambu serta fasilitas parkir sepeda. Sepanjang jalur ini, hanya ada satu parkir sepeda. Letaknya dibawah tangga Stasiun MRT Blok M.
Walaupun terlihat rapi dan terawat, parkir sepeda ini nampak sepi. Pantauan di lapangan sejak pukul 10.00-11.00 tidak ada satu pun sepeda terparkir, padahal jalur ini merupakan jalur sibuk perkantoran di kawasan Jaksel.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengungkapkan, pada 2022, jumlah anggaran untuk membangun jalur sepeda mencapai Rp 119 miliar. Selain itu, pekerjaan dan fasilitas pendukungnya juga dilakukan, seperti marka jalan, pemasangan rambu lalu lintas, dan pemasangan stick cone (Kompas.id, 12/10/2022).
”Sampai bulan Oktober kami sudah membangun jalur sepeda sepanjang 104,634 kilometer. Total yang terbangun di bulan Desember akan menjadi 301,084 kilometer,” katanya.
Mengenai sarana dan fasilitas pendukung jalur sepeda yang tidak terawat, Syafrin belum memberikan tanggapan.
Salah langkah
ZULIAN FATHA NURIZAL
Jalur sepeda di sepanjang jalan Palmerah digunakan sepeda motor. Kurangnya sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat menyebabkan abainya masyarakat.
Wakil Ketua Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia dan Pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan, seharusnya ada tahapan untuk membuat jalur sepeda agar efektif digunakan. Diawali dengan sosialisasi dan edukasi, lalu pembangunan jalur dilakukan, selanjutnya baru ada penindakan bagi pelanggar.
”Sekarang dibuat dulu baru disosialisasikan, kan, terbalik. Jadinya yang terlihat di lapangan jalur sepi, masyarakat abai dengan jalur, salah langkah.” ujar Nirwono.
Ia melanjutkan, mengenai jalur sepeda yang sepi juga merupakan efek dari pemerintah daerah yang hanya fokus membangun. Seharusnya, jalur sepeda dibuat di jalur yang tingkat lalu lintas sepedanya tinggi sehingga lebih tepat sasaran.
Nirwono mengatakan, kajian mengenai jalur sepeda sebenarnya sudah ada sejak 2009. Kajian itu dibuat bersama dengan pemerintah daerah dan komunitas bike to work. Pada kajian itu, sudah dipetakan jalur mana saja yang membutuhkan jalur sepeda dilihat dari tingkat aktivitas bersepeda yang tinggi.
”Pemerintah, dalam hal ini Dinas Perhubungan DKI Jakarta, seharusnya memamerkan data efektivitas ketergunaan jalur sepeda, bukan berupa panjang jalur yang dibangun saja,” katanya.
Paradigma baru
Fahmi Saimima, Ketua Gerakan Bike To Work, menyatakan, ada dua unsur utama dalam jalur sepeda, ialah aman dan nyaman. Walaupun belum sempurna, ia sangat mendukung pembangunan jalur sepeda yang tepat sasaran.
”Jalur sepeda saat ini sudah baik, ada political will berupa peraturan daerah, masuk dalam strategi pembangunan prioritas, dan pastinya paradigma bertransportasi jakarta sudah lebih maju,” ujarnya.
Tidak mudah mengubah kebiasaan warga untuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Selain badan menjadi lebih sehat, bersepeda dapat juga mengurangi polusi dan kemacetan jalan raya.
Mengenai tanggapan masyarakat yang masih abai, menurut dia, hal ini merupakan proses terbentuknya kebiasaan baru yang baik walaupun membutuhkan waktu yang lama.
”Belanda bisa menjadi kota ramah sepeda butuh 50 tahun dalam mengubah paradigma bertransportasi. Sama seperti awal Transjakarta awal dikenalkan, tidak serta-merta perubahan itu dirasakan dalam waktu cepat. Saya rasa bersepeda juga sama,” kata Fahmi.