Jalur sepeda kini masif disediakan di Jakarta. Ada yang dibatasi beton, ”stick cone”, atau dicat hijau dan garis putih. Rata-rata jalur itu sepi pesepeda, tetapi kerap diserobot kendaraan lain atau menjadi tempat parkir.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Target pembangunan jalur sepeda di DKI jakarta pada 2030 sepanjang 500 kilometer terus dikerjakan. Saat ini, beberapa kondisi jalur tidak tidak terawat dan fasilitas parkir masih minim. Anggapan masyarakat bahwa sepeda bukanlah alat transportasi masih belum berubah.
Kondisi jalur sepeda di Jalan Sudirman-Thamrin terlihat lengang pada Rabu (11/10/202) siang. Terlihat beberapa kali pengendara sepeda motor menerobos memasuki jalur sepeda. Jalur khusus dibatasi beton bergaris hitam kuning itu di beberapa titik terlihat tambalan aspal menutupi lubang jalan, warna aspal yang hitam kontras warna penanda jalur sepeda berwarna hijau.
Namun, tidak semua jalur sepeda dibatasi dengan beton. Di jalur sepeda ruas arah Blok M arah Rumah Sakit Fatmawati hanya garis putih saja sehingga pengendara kendaraan lain bisa bebas menggunakannya. Jalur terganggu dengan tutup drainase yang membuat jalan tidak rata.
Di sana juga terdapat fasilitas parkir sepeda yang masih terawat dengan baik. Kondisi besi penyangga sepeda masih mulus tidak berkarat. Dari pantauan selama satu jam tidak ada yang memarkirkan sepedanya di tempat parkir ini.
Penggunaan jalur bukan pada fungsinya juga terjadi di jalur sepeda ruas Stasiun Palmerah. Jalur sepeda dipenuhi ojek daring dan pedagang yang menutup akses pengendara sepeda. Pemasangan pembatas stick cone pengganti beton belum efektif.
”Ya saya tahu sih salah, cuma mau bagaimana lagi? Kalau jualan enggak di pinggir jalan, jualan enggak laku,” ujar Yanto (42), pedagang yang berjualan sejak 2015. Ia bersedia direlokasi dan meminta untuk ditempatkan dekat dengan lokasi semula.
Mengubah paradigma
Fahmi Saimima, Ketua Gerakan Bike To Work, menyambut gembira dan mendukung adanya jalur sepeda yang mulai menjadi perhatian pemerintah daerah. Menurut dia, hal ini merupakan proses terbentuknya kebiasaan baru yang baik walaupun membutuhkan waktu yang lama.
”Belanda bisa menjadi kota ramah sepeda butuh 50 tahun dalam mengubah paradigma bertransportasi. Sama seperti awal Transjakarta awal dikenalkan, tidak serta-merta perubahan itu dirasakan dalam waktu cepat. Saya rasa bersepeda juga sama,” kata Fahmi.
Menurut dia, jalur sepeda yang ideal harus memenuhi beberapa hal, di antaranya bisa meyakinkan penggunanya merasa aman, tidak bersinggungan dengan kendaraan lain, nyaman di jalurnya sendiri, dan pastinya keselamatan pengendara yang utama.
”Kami paham ruas jalan di Jakarta berbagai macam, secara khusus kami sangat setuju dengan beton (proteksi) yang memang ruas jalanya harus besar, sementara jika menggunakan cone atau cat garis tentunya tidak efektif. Ya menuju ideal butuh proses,” ujar Fahmi lagi.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengungkapkan, pada 2022, jumlah anggaran untuk membangun jalur sepeda mencapai Rp 119 miliar. Selain itu, pekerjaan dan fasilitas pendukungnya juga dilakukan, seperti marka jalan, pemasangan rambu lalu lintas, dan pemasangan stick cone.
”Sampai bulan Oktober kami sudah membangun jalur sepeda sepanjang 104,634 kilometer. Total yang terbangun di bulan Desember akan menjadi 301,084 kilometer,” katanya.
Mengenai sarana dan fasilitas pendukung jalur sepeda yang tidak terawat, Syafrin belum memberikan tanggapan.